Monday, August 14, 2017

KONTRIBUSI SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN PADA PEREKONOMIAN DAERAH



Pertumbuhan ekonomi saat ini sudah menjadi Dogma indikator keberhasilan pembangunan daerah, kesuksesan seorang pemimpin biasanya selalu diidentikkan dengan variabel ekonomi makro ini. meskipun pertumbuhan juga terbukti tidak mampu mengatasi permasalahan daerah, karena nampak dipermukaan masih banyak ketimpangan faktor-faktor produksi yang justru memicu kemiskinan. Ketimpangan ekonomi ini kemudian memunculkan istilah baru dalam pengukuran pemerataan ekonomi, istilah tersebut adalah Gini Ratio yang bertujuan untuk mengukur distribusi ekonomi.
Jika melihat dari aspek Geografis Bulukumba adalah wilayah yang komplit karena memiliki sumber daya alam yang terbentang dari wilayah pegunungan hingga wilayah lautan. Dari segi  posisi, potensi Bulukumba yang paling menonjol adalah potensi bahari, karena potensi ini tidak hanya berupa potensi fisik seperti Pantai Pasir Putih, Keragaman (biodiveritas) biota laut, kepulauan, perikanan dan lain-lain, namun Bulukumba juga memiliki potensi Budaya Bahari yang kaya seperti Budaya pembuatan dan pelayaran dengan kapal phinisi yang bahkan masih terjaga hingga kini. Menyadari hal ini maka sudah sepantasnya arah kebijakan pembangunan kita juga harus terfokus pada Potensi Comparative yang disebutkan sebelumnya.

Komposisi pertumbuhan ekonomi atau biasa disebut dengan laju PDRB terdiri dari kontribusi berbagai sektor, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Bulukumba, PDRB terdiri dari 17 sektor dimana salah satu kontirbutor utama  adalah sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan. Pada tahun 2016 Sektor ini menyumbang 41,14 % dari total PDRB Bulukumba. Jika dilihat lebih detail perikanan berkontribusi 10,84 % atau Rp. 745.001.300.000 dari total PDRB sebesar Rp. 7.241.156.200.000,. Jika diurut berdasar kontiribusi terhadap PDRB, sub sektor perikanan justru menempati ranking ke 3 setelah sub sektor Tanaman Pangan 14,48 %, Sektor Perdagangan besar dan eceran 15.82%. Dengan besaran kontribusi seperti ini sudah selayaknya posisi perikanan sebagai sub sektor diangkat menjadi satu sektor sendiri (tidak bergabung dengan pertanian) menjadi sektor Kelautan dan Perikanan. Kontribusi sebesar 745 milyar lebih ini belum termasuk sumbangsih kelautan baru murni sumbangsih dari nilai produksi perikanan.

Mencermati kontribusi perikanan yang menghampiri besaran APBD Bulukumba/ Tahun, maka kedepan sub sektor perikanan dan kelautan harus bisa digali potensinya lebih jauh. Masih banyak potensi yang belum tergali maksimal, lihat saja tambak yang ada di Bulukumba baru sekitar 4.000 Ha, padahal panjang garis pantainya sepanjang 128 km, panjang garis pantai ini juga merupakan terpanjang ke tiga di Sul-Sel. Budidaya Laut baru 7.000 Ha padahal potensi idle (tanpa perlu intervensi teknologi) sebesar 9.000 Ha, potensi budidaya laut sebesar 9.000 itu belum masuk pantai timur karena pantai disana butuh aplikasi tekno terapan untuk mengembangkannya. Lain lagi dengan kondisi perikanan tangkap, meski Bulukumba terkenal dengan pembuatan kapal phinisi bahkan dengan kapasitas ribuan ton,namun ternyata kapasitas armada penangkapan ikannya jauh lebih di dominasi kapal – kapal kecil atau < 10 GT. Belum lagi persoalan kelautan seperti maraknya pembom ikan, degradasi terumbu karang, abrasi pantai dan belum terkelolanya sumber-sumber jasa kelautan. Semangat pengelolaan kelautan kita juga semakin berkurang dengan adanya amanat undang – undang no. 23 tahun 2014 berimplikasi pada berbaliknya arah punggung kebijakan pemerintah daerah ke daratan, padahal sumber daya lautan ini cenderung masih perawan (belum terkelola maksimal) dibanding dengan daratan yang cenderung over exploitasi.

Kebijakan yang langsung berbalik arah ini (meninggalkan kebijakan kelautan) sebenarnya tidak sepenuhnya benar, karena UU no.23 Tahun 2014 hanya mengalihkan kewenangan penataan laut bukan pemanfaatan laut, Kabupaten tidak lagi diperbolehkan untuk mengeluarkan aturan berupa Perda untuk mengatur ruang laut, namun jika kita berbicara tentang pemanfaatan sumberdaya laut itu maka masyarakat yang notabene adalah warga kabupaten masih berhak memanfaatkan sumberdaya dimaksud. Mencermati hal ini maka Pemkab tetap tidak boleh abai terhadap kepentingan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya laut.
Menyadari begitu pentingnya Kelautan dan Perikanan pada struktur ekonomi daerah, maka tidak ada alasan untuk mengubah kiblat pembangunan kita. Jika kita mengurai sejarah, nenek MOYANG kita adalah Seorang PELAUT, bukan petani, bukan buruh dan bukan pegawai. Maka arah kebijakan pembangunan kita harus tercermin mulai dari RPJMD sampai Budgeting. Namun jika melihat kondisi Kabupaten Bulukumba harapan itu rasanya masih sangat jauh karena ternyata instansi yang ditugasi untuk mengurus sumberdaya laut dan perikanan ini hanya mendapat sekitar 8 milyar. Persentasi alokasi budgenting ini tentu tidak bisa dibandingkan dengan kontirbusinya yang melebihi 700 milyar per tahun pada PDRB daerah.

Selanjutnya tergantung dari kita semua...Salam Bahari