Wednesday, January 31, 2024

The results of the Global Initiative ATOC study regarding IUUF were misjudged


The Ministry of Maritime Affairs and Fisheries (KKP) said the results of a study by the independent organizations Global Initiative ATOC and Poseidon which placed Indonesia in the top six worst countries in the world in handling IUUF were misjudged.

“This is a misjudgment. "Minister of Maritime Affairs and Fisheries Sakti Wahyu Trenggono is very concerned about perpetrators of illegal, unreported and unregulated fishing (IUUF/illegal, unreported and non-compliant fishing)," said the Director General of Marine and Fishery Resources Supervision (Dirjen PSDKP) KKP Rear Admiral TNI Adin Nurawaluddin when confirmed by ANTARA from Jakarta, Tuesday.

In fact, he continued, the KKP plans to increase technology-based surveillance by developing nanosatellites and strengthening surveillance vessels.

In the future, his party will continue to maximize monitoring of marine and fisheries resources using satellites and technology in combating IUUF.

"We are maximizing monitoring with satellites and VMS, maximizing the operation of surveillance vessels and air patrols (Air Surveillance), especially in border areas," he said.

In 2023, he continued, the KKP has increased its supervisory powers through the addition of four ships consisting of two units donated from Japan, namely the Monitoring Ships (KP) Orca 05 and KP Orca 06 as well as the addition of two domestically built ships plus two Rapid Reaction Units in the form of speedboat with a high speed of 57 knots.

"So PSDKP's current strength has 34 marine and fisheries monitoring vessels," he said.

The role of the community, he added, is also involved through Community Supervisory Groups (Pokmawas) of 1,345 groups throughout Indonesia as an extension in carrying out supervision in the maritime and fisheries sector.

In a webinar entitled IUUF Risk Index: Indonesia on the Global Fisheries Map, Indonesian Destructive Fishing Watch (DFW) Research Manager Felicia Nugroho revealed that based on studies by the Global Initiative ATOC and Poseidon, Indonesia was ranked in the top six worst countries in the world in handling IUUF.

"Indonesia's performance compared to other countries for 2023, Indonesia is in the top six worst countries in the world (handling IUUF) with a score of 2.89. "Under China, Russia, Yemen and Iran," said Feli.



Ministry of Maritime Affairs and Fisheries Develops International Class Fisheries Quality Assurance System

 

The Ministry of Maritime Affairs and Fisheries (KKP) continues to strive to ensure that Indonesia's quality and safety assurance system for marine and fisheries products (SJMKHKP) is of international class and on par with developed countries.

 One effort was made by collaborating with the United Nations Industrial Development Organization (UNIDO), implementing SJMHKP upstream and downstream for fishery products and commodities that meets international parameters and standards.

"In order for our products to be on par, of course our quality assurance system must be recognized that its implementation is equivalent to that adopted by developed countries," said Acting Head of BPPMHKP, Ishartini in a written statement in Jakarta, Tuesday (30/1/2024).

The collaboration between BPPMHKP as the competent authority and person responsible for quality assurance with UNIDO is carried out under the umbrella of capacity building cooperation. This collaboration began with strengthening the implementation of quality assurance in the fisheries supply chain. Ishartini explained that the project with UNIDO includes 6 scopes which are a continuation of previous collaboration in phase 1.

Therefore, in phase 2 of the collaboration, BPPMHKP carries the theme "Global Quality and Standards Program: Developing Robust Quality Assurance in Fisheries". "It is important that the quality assurance that we carry out is truly appropriate and accepted globally," he continued.

The six scopes of BPPMHKP - UNIDO cooperation include harmonization and adjustment of the quality assurance system according to the BPPMHKP mandate. Then develop the capacity of fish inspectors/auditors on an international scale. Third, strengthening certification on the scale of business actors, followed by remote audits and inspections.

"Then there is a program to strengthen the capacity of quality testing laboratories through the Reference Material Producer (RMP) on food safety parameters and finally ASEAN cooperation," said Ishartini.

For the record, Indonesia, through the KKP, has demonstrated its capacity in implementing quality assurance in the Southeast Asia region, especially ASEAN. Finally, at the ASEAN Sanitary and Phytosanitary (SPS) Contact Point or ASCP forum last year, Indonesia and Thailand were expected to become role models in cooperation in digitizing fishery commodity trade certificates.

For information, phase 1 of the KKP-UNIDO cooperation has been taking place since October-December 2023. This phase is also referred to as the UNIDO inspection or checking point on SJMKHP carried out by BPPMHKP.

During this period, the two institutions held a number of meetings as well as holding focus group discussions (FGD), and created a working team in order to move towards phase 2 cooperation which is planned to last until 2026.

Previously, Minister of Maritime Affairs and Fisheries Sakti Wahyu Trenggono emphasized the importance of quality assurance as technical support for the implementation of five priority programs. According to him, quality control remains the KKP's domain, from upstream to downstream. KKP itself has also designed a large program with the theme Blue Economy.

Tuesday, January 30, 2024

BUKAN HANYA PASIR PUTIH, BIRA PUNYA HARTA KARUN LAINNYA

 


Pantai bira sudah lama dikenal dengan pasir putihnya, pasir putih Bira ini banyak mempesona para wisatawan baik lokal maupun mancanegara, namun ternyata pesona Bira bukan hanya sampai disitu, Bira memiliki harta karun tersembunyi yang luar biasa dan belum terekspose ke dunia luar. Harta karun tersebut berupa keanekaragaman hayati dan biomassa perikanan serta spesies kharismatik. Untuk mengetahui detail kekayaan tersebut simak penjelasan Bapak Pascal Sebasstian dari Yayasan Indo Ocean seorang peneliti sekaligus pemerhati kelautan.

Berdasarkan penelitiannya selama setahun dipantai Bira dan sekitarnya dia mendapatkan bahwa biomassa sekitar Bira jauh lebih tinggi dibanding dengan tempat wisata lainnya di Indonesia, sebut saja Nusa Penida Bali daerah wisata ini terkenal dengan spot dive mola-mola, namun siapa sangka ternyata perairan Bira yaitu tepatnya di Pulau Kambing juga memiliki spot dive mola-mola. Spot ini bahkan lebih menjanjikan dibanding spot yang ada di nusa penida tutur Pascal.

Dalam pengamatannya pascal membagi 3 (tiga) area pengamatan yaitu Bira Daratan, Kambing dan Liukang Loe. Di bira daratan dia menemukan perairan pantai landai berpasir, dipengaruhi ombak, tutupan karang rendah hingga sedang pada kedalaman 5 – 30 m dan arus rata-rata berkecepatan rendah. Sementara di liukang loe lereng landai dengan tutupan karang tinggi dan arus berkecepatan rendah hingga sedang, sementara itu di pulau kambing lereng terjal dilanjutkan dengan wall, tutupan karang tinggi dan terpengaruh oleh arus laut lepas.

Biomassa dan biodiversitas ikan untuk jenis snapper, kerapu (grouper), Emperor paling banyak ditemukan di Pulau Kambing diikuti oleh Pulau Liukang loe sementara untuk Bira daratan ikan-ikan tersebut jarang didapatkan. Namun untuk jenis ikan Kakatua (Parrotfish) justru lebih banyak ditemukan di perairan Bira daratan, hal ini disebakan karena substrat di bira daratan banyak ditumbuhi Alga sebagaimana diketahui parrotfish ini gemar makan alga. Untuk jenis ikan Baracuda sangat sering dijumpai di Pulau Kambing dan sedikit di liukang loe sementara untuk Bira daratan tidak dijumpai. Bahkan bukan hanya ikan-ikan demersal, di pulau kambing dijumpai juga banyak ikan tuna, tongkol dan Kuwe.

Selain ikan ekonomis penting juga ditemukan ikan langka seperti Napoleon, anehnya napolen ini justru banyak ditemukan diperairan Bira daratan bagian timur dan pulau kambing sementara di pulau liukang loe sudah jarang ditemui. Hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya tekanan penangkapan ikan dari penduduk liuang loe. Spesies langka dan dilindungi selanjutnya adalah penyu, ada 3 (tiga) jenis penyu yang didapatkan yaitu green sea turtle, hawksbill sea turtle dan loggerhead sea turtle, namun yang paling dominan adalah green turtle (penyu hijau). Penyu ini juga banyak ditemui di Bira bagian barat, bira bagian timur dan liukang loe sementara di pulau kambing jarang ditemukan mengingat pantai pulau kambing merupakan pantai berbatu.

Spesies dilindungi lannya adalah ikan hiu, Ikan hiu ini sangat sering dijumpai di Pulau Kambing, sementara di pulai liukang loe juga ditemua di bagian timur pulau, spot tersebut kemudian diberi nama Shark point.

Selain dari spesies ekonomi penting dan langka di kawasan ini juga ditemukan spesies kharismatik, yang dimaksud spesies kharismatik adalah spesies yang memikat para wisatawan, salah satu spesies kharimatik tersebut adalah Ikan Mola-Mola. Ternyata bukan hanya di nusa penida, di perairan pulau kambing ikan mola-mola juga rutin muncul pada musim tertentu. Adapun waktu munculnya ikan mola-mola ini adalah pada bulan juni dan september setiap tahun. Kemunculan pada bulan tersebut kemungkinan disebabkan karena adanya pengaruh arus dingin dari Australia karena ikan ini menyukai perairan dengan suhu rendah.

Namun demikian, meski potensi biomassa perairan ini sangat tinggi, namun ternyata perairan ini juga tidak lepas dari berbagai ancaman seperti Bottom Drift Net (Ghost Fishing) yang menjerat penyu dan ikan-ikan secara tidak sengaja. Selain itu ancaman pemboman dan pembiusan masih massive. Masalah lainnya adalah sampah di pinggir pantai serta Coral Bleaching. Semua persoalan tersebut memerlukan perhatian serius dari semua stakeholders.



Dalam acara presentasi tersebut, Yusli Sandi Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Perikanan Bulukumba menanggapi bahwa Kawasan bira-pulau kambing dan pulau liukang loe ini sudah sering masuk dalam perencanaan Dinas Perikanan Kabupaten Bulukumba. Pada Tahun 2009 dan 2014 Dinas Perikanan Bulukumba mengirim surat ke Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sul Sel dan KKP untuk menetapkan kawasan tersebut sebagai kawasan konservasi laut daerah, namun tidak sempat terealisasi karena adanya pengalihan kewenangan kelautan. Bahkan kami telah memberi nama Kawasan tersebut sebagai Kawasan “Bira Triangle” mengikuti nama Coral triangle yang terkenal di dunia. Nama Bira Triangle ini diambil karena keanekaragaman hayati di Kawasan ini sudah lama teridentifikasi. Untuk itu penetapan Kawasan Bira ini sebagai Kawasan konservasi dan pemanfaatan untuk tujuan akademis dan wisata harus segera di eksekusi.



Monday, January 29, 2024

Silatuhrahmi Sponsored By Nelayan


Nelayan, pembudidaya dan pengolah hasil perikanan merupakan stakeholders utama dalam sektor perikanan, profesi tersebut adalah roh dari segala profesi karena melalui tangan mereka kebutuhan protein, industri farmaka dan kecantikan bisa terpenuhi. Namun ironisnya profesi ini justru terkesan gamang bercenkrama dengan pemerintahnya, padahal kolaborasi pemerintah dan masyarakat perikanan perlu dijaga.

Namun cerita kegamangan itu tidak terjadi pada nelayan dan pembudidaya dari Kecamatan Bontobahari, pada hari selasa 30 januari 2024 mereka dengan “Gagahnya” mengundang aparat pemerintah baik dari Dinas Perikanan Kab, Cabang Dinas Kelautan (CDK) Sul Sel dan pemerintah kelurahan untuk berbaur dalam satu jalinan silaturahmi atas adanya keterhubungan profesi serta sebagai bentuk rasa syukur atas limpahan rezki yang diberikan oleh Allah SWT.

Acara silaturahmi ini berlangsung hangat dan meriah disertai dengan diskusi menarik terkait polemik dan potensi pengembangan perikanan kedepan.


Menurut Kusnadi Kamal Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Bulukumba, bahwa beliau sangat berterima kasih atas hajatan yang di inisiasi dan dilaksanakan oleh nelayan dan pembudidaya ini, acara ini sangat baik untuk menambah kedekatan antara nelayan dan aparat dari dinas perikanan. Tali silatruahmi antara nelayan dengan dinas memang perlu dijaga karena Dinas Perikanan mempunyai tugas untuk menjamin dan memfasilitasi agar usaha sektor perikanan tertap berkesinambungan. Lebih lanjut kusnadi menyampaikan bahwa memang banyak bantuan dari dinas perikanan yang juga dapat diakses oleh nelayan untuk itu tentunya komunikasi harus tetap terjaga.

Selain itu kepala CDK mengatakan bahwa fungsi cabang dinas perikanan sebenarnya lebih banyak kepada pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan, bentuk pengawasan ini sebagai upaya untuk menjamin keberlanjutan sumberdaya. Namun disamping pengawasan tersebut CDK juga biasanya diberi mandat lain seperti penyediaan rumah ikan yang nanti rencananya akan menjadi keluraha sapolohe menjadi lokus kegiatan.


Pada kesempatan ini nelayan juga bertanya mengenai keberlanjutan program rumpon dari Dinas Perikanan dan trik-trik untuk menjaga harga rumput laut, karena menurut mereka harga rumput laut saat ini yang hanya 13 ribu per kilo sudah cukup murah. Pertanyaan nelayan tersebut kemudian ditanggapi oleh Yusli Sandi Kepala Bidang Perikanan Tangkap bahwa pada Tahun 2024 program rumpon akan dilanjutkan bahkan jumlah rumpon akan semakin bertambah dan konsep penempatan rumpon semakin disempurnakan. Pada tahun 2024 rumpon akan kita bagi 3 (tiga) yaitu rumpon permukaan, rumpon layang dan rumpon dasar. Masing-masing jenis rumpon ini memiliki tujuan dan maksud yang berbeda.

Lebih lanjut yusli menuturkan bahwa untuk menstabilkan harga rumput laut yang perlu dilakukan pertama adalah bagaimanan meningkatkan posisi tawar (bargaining position) dari pembudidaya, karena ada hal yang janggal dalam perdagangan rumput laut, menurutnya harga rumput laut ditentutakn oleh pembeli padahal semestinya penjual sebagai pemilik yang menentukan harga. Hal ini terjadi karena pembudidaya tidak memiliki posisi tawar, mereka tidak punya akses pasar yang memadai sehingga terpaksa menjual barangnya sesuai keinginan dari pengepul. Selain dari itu salah satu penyebab turunya harga adalah semakin rendahnya kualitas rumput laut, untuk itu pembudidaya melalui kelompok perikanan harus kompak untuk menjaga kualitas seperti penanganan pasca panen dengan melakukan penjemuran dengan para-para dan metode gantung, selain itu pada saat budidaya perlu juga diperhatikan metode budidayanya seperti menjaga jarak rumput laut sehingga rumput laut yang dibudidayakan mendapatkan nutrisi yang cukup.

Setelah diskusi, acara kemudian ditutup dengan acaran makan siang dengan ikan bakar dengan rica-rica yang membuat sekujur tubuh berkeringat. Dari sini kita bisa mengambil pelajaran bahwa nelayan dan pembudidaya adalah sahabat dinas perikanan.

 

Wow....Nelayan Bulukumba Mendapat Bantuan Dana 3,1 Milyar


Permodalan kerap kali menjadi kendala bagi masyarakat nelayan. Sulitnya akses, persyaratan yang berbelit-belit hingga ketidaktahuan masyarakat tentang lembaga pendanaan menjadi beberapa faktor nelayan enggan mengurus kredit bergulir. Ketergantungan nelayan terhadap permodalan mandiri, penyisihan keuntungan usaha, meminjam dari anggota keluarga ataupun dari sumber keuangan informal lainnya masih sangat tinggi terjadi di nelayan Bulukumba.

Sekitar 90 persen lebih pelaku usaha kelautan dan perikanan di Bulukumba berskala mikro dan kecil. Banyaknya pelaku usaha kecil ini, tentu menjadi perhatian pemerintah baik itu pusat maupun daerah.

Untuk itu, pembiayaan mikro bagi nelayan kini hadir untuk menjawab dan memberikan solusi mudah permodalan bagi masyarakat nelayan. Fasilitasi bantuan pendanaan bagi nelayan kecil ini merupakan amanat Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam.

Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban memfasilitasi bantuan pendanaan dan bantuan pembiayaan bagi nelayan kecil, nelayan tradisional, nelayan buruh, pembudidaya ikan kecil, penggarap lahan budi daya, petambak garam kecil, dan penggarap tambak garam, termasuk keluarga nelayan dan pembudidaya ikan yang melakukan pengolahan dan pemasaran.

Pemerintah memberdayakan nelayan kecil dan pembudidaya-ikan kecil melalui penyediaan skim kredit bagi nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil, baik untuk modal usaha maupun biaya operasional dengan cara yang mudah, bunga pinjaman yang rendah, dan sesuai dengan kemampuan nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil.

Pembiayaan mikro bagi nelayan ini dikelola oleh Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (LPMUKP) yang merupakan Badan Layanan Umum (BLU) di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Penyaluran pembiayaan permodalan nelayan skala mikro ini disalurkan LPMUKP melalui kerja sama dengan Lembaga Keuangan Mkikro (LKM) dan LKM Syariah serta Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan BPR syariah yang sudah diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Kerjasama BLU LPMUKP dengan LKM ini merupakan kemitraan yang strategis karena dapat memperluas jangkauan pembiayaan kepada pelaku usaha mikro di bidang Kelautan & Perikanan. LKM lebih mengenal para pelaku usaha yang dilayani karena LKM berada langsung di tengah-tengah mereka. Optimalisasi fungsi LKM ini selain sebagai pemberi/penyalur pinjaman juga memberikan pendampingan usaha.

Di Bulukumba pada Tahun 2023 terdapat 1 (satu) koperasi nelayan yaitu Koperasi Mattoangin yang berhasil mendapatkan plafond pendanaan sebesar 3,1 Milyar. Menurut ibu Ariyani Kuswita tenaga pendamping LPMUKP Kabupaten Bulukumba keunggulan dari pendanaan ini adalah tidak memberatkan bagi nelayan karena bunga per tahunnya hanya 3 persen atau 0,25 persen per bulan.  

Menurut Yusli sandi,S.Kel,M.Si Kabid Perikanan Tangkap Bulukumba bunga dari bantuan permodalan LPMUKP ini bukan lagi sangat rendah namun hampir tidak berbunga jika kita membandingkan inflasi Indonesia, inflasi kita antara 3 - 5 persen pertahun artinya pemberlakuan bunga tersebut bahkan tidak cukup untuk menutup biaya inflasi, bahkan Bunga ini jauh dibawah bunga Bank yang berkisar 10 - 15 persen per tahun. Dengan demikian dipastikan bahwa lembaga penyalur pendanaan ini sama sekali tidak meraup untung namun murni untuk membantu dalam pengembangan usaha kelautan dan perikanan.  

Lebih lanjut yusli menuturkan bahwa skema permohonan pengajuan pinjaman atau pembiayaan dana bergulir ini sangat terjangkau bagi pelaku usaha, untuk skala yang belum terjangkau Kredit Usaha Rakyat (KUR). Permohonan permodalan dapat langsung dibuat oleh pelaku usaha dengan menyiapkan proposal yang berisi tentang profil usaha, rencana bisnis, melampirkan surat permohonan pengajuan pinjaman, surat keterangan dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) KKP atau Dinas Perikanan Kabupaten Bulukumba serta dokumen pendukung lainnya yang ditentukan mitra LKM. Pengajuan pinjaman akan dibantu oleh tenaga pendamping LPMUKP yang bertugas melakukan pendampingan, memeriksa dan menyetujui proposal permohonan yang disampaikan oleh pemohon calon debitur LPMUKP.

Sunday, January 28, 2024

Peneliti Menemukan Enam Juta Hektar Karang Laut Dalam di lepas pantai Florida

NOAA dan konsorsium mitra penelitiannya telah menemukan dan memetakan terumbu karang laut dalam yang luas di lepas pantai timur Amerika Serikat. Menurut penelitian yang baru diterbitkan oleh konsorsium, habitat ini adalah habitat terumbu karang yang paling mungkin ditemukan atau sejenisnya.

Tim menggunakan tiga survei sonar multibeam yang berbeda untuk memetakan luas sistem terumbu karang. NOAA menyampaikan bagian data terbesar. Secara keseluruhan, kegiatan survei ini mencakup hampir seluruh Dataran Tinggi Blake, sebuah dataran tinggi yang terletak sekitar 90 mil laut di lepas pantai Florida, Georgia, dan Carolina Selatan.

Total wilayah yang disurvei kira-kira seluas Florida, dan luas terumbu karangnya sekitar 6,4 juta hektar – setara dengan luas Vermont. Mereka menggunakan sistem klasifikasi otomatis untuk mengidentifikasi gundukan karang dalam data survei dan menemukan 83.000 kemungkinan gundukan karang. Gundukan ini tersebar di area dengan panjang sekitar 280 mil laut dan lebar 60 mil laut. Survei tersebut didukung dan divalidasi menggunakan 23 penyelaman submersible.

Para ilmuwan menjuluki kawasan karang terpadat "Million Mounds" karena akumulasi padat karang berbatu desmophyllum pertusum. Karang-karang ini membentuk gundukan besar yang menjadi habitat penting bagi ikan, termasuk tempat berlindung untuk membesarkan tukik muda. Beberapa dari ikan ini penting secara komersial untuk perikanan Pantai Timur.

“Selama bertahun-tahun kami mengira sebagian besar Dataran Tinggi Blake tidak berpenghuni, sedimen lunak, namun setelah lebih dari 10 tahun melakukan pemetaan dan eksplorasi sistematis, kami telah mengungkap salah satu habitat terumbu karang laut dalam terbesar yang ditemukan hingga saat ini di dunia. kata Kasey Cantwell, kepala operasi Eksplorasi Laut NOAA.

Dalam sebuah pernyataan, penulis utama studi Derek Sowers, Ph.D. mengatakan bahwa hasil tersebut menunjukkan bagaimana kemitraan antarlembaga dapat membantu upaya memetakan 50 persen perairan AS yang belum dipetakan dalam resolusi tinggi.

NOAA menambahkan bahwa hasil penelitian ini akan membantu memandu kebijakan mengenai penggunaan berkelanjutan dan pengelolaan sumber daya laut di wilayah ini.

Wednesday, January 24, 2024

Chile Menjadi Negara Pertama yang Meratifikasi Perjanjian Laut Lepas

Hampir empat bulan setelah Perjanjian Laut Lepas dibuka untuk ditandatangani di Majelis Umum PBB, Chile telah menjadi negara pertama yang meratifikasi perjanjian bersejarah tentang konservasi laut. Pada hari Selasa, Senat Chile dengan suara bulat menyetujui Perjanjian Laut Lepas, yang secara resmi dikenal sebagai Perjanjian Keanekaragaman Hayati Melampaui Yurisdiksi Nasional (BBNJ).

Perjanjian tersebut menetapkan prosedur untuk menetapkan kawasan perlindungan laut berskala besar di laut lepas, yang mencakup hampir dua pertiga lautan di dunia. Tujuannya adalah untuk memfasilitasi pencapaian target konservasi 30 persen daratan dan lautan pada tahun 2030, yang disepakati oleh negara-negara anggota PBB pada bulan Desember 2022 dalam Kerangka Keanekaragaman Hayati Global Kunming-Montreal.

Saat mengomentari persetujuan Senat, Menteri Luar Negeri Chile Alberto van Klaveren mengatakan tindakan tersebut menegaskan fokus kuat Chile terhadap lautan. Chile termasuk negara anggota PBB yang menunjukkan komitmen politik kuat terhadap adopsi BBNJ, meski masih dalam tahap negosiasi.

Dipimpin oleh Presiden Gabriel Boric, Chili mengusulkan kota pelabuhan Valparaíso, yang terletak 68 mil dari Santiago, sebagai kandidat tuan rumah Sekretariat Perjanjian.

Langkah Chili untuk meratifikasi perjanjian tersebut disambut baik oleh kelompok kampanye lingkungan hidup, salah satunya adalah Greenpeace Internasional.

“Chili telah menjadi negara kunci selama bertahun-tahun merundingkan perjanjian ini. Ini merupakan pencapaian ribuan warga Chile yang menyerukan perlindungan lautan. Kami mengucapkan selamat atas tindakan kongres ini,” kata Estefanía González, wakil direktur kampanye Greenpeace Chile.

Agar perjanjian ini dapat berlaku, diperlukan 59 negara lain untuk meratifikasi perjanjian tersebut pada tahun 2025. Waktu ini adalah untuk memastikan target yang disepakati secara global untuk melindungi 30 persen lautan pada tahun 2030 dapat tercapai.

Perundingan perjanjian BBNJ telah berlangsung sejak tahun 2004. Perjanjian ini baru diadopsi secara resmi oleh pemerintah pada bulan Juni 2023 setelah perundingan yang mendalam. Penandatanganan perjanjian tersebut dilakukan pada bulan September, sebagai formalitas sebelum suatu negara melakukan ratifikasi. Sejauh ini, 84 negara telah menandatangani perjanjian tersebut sebagai langkah pertama menuju ratifikasi akhir dan pemberlakuannya.

Secara terpisah Yusli Sandi,S.Kel,M.Si salah seorang pemerhati kelautan dan perikanan menjelaskan bahwa perjanjian Global Kunming-Montreal sudah diadopsi oleh Indonesia, dimana Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sudah menargetkan perluasan kawasan konservasi perairan pada tahun 2045 mencapai 97,5 Ha atau 30 persen dari luas perairan Indonesia sekitar 325 Ha. Namun yang perlu menjadi catatan dari target ambisius ini adalah kualitas dari kawasan konservasi yang ditetapkan. Perluasan kawasan konservasi tidak akan berdampak apa-apa jika pengelolaan kawasan konservasi tidak maksimal, jadi menurutnya bukan perluasan kawasan konservasi yang mestiya diutamakan, namun peningkatan kualitas pengelolaan kawasan konservasi seperti peningkatan kapasitas pengawasan. Karena masih sering terdengar praktek illegal fishing justru masih berlangsung dia areal konservasi.

BLUE ECONOMY: Wawancara Eksklusif


Dalam wawancara ini, Markus Müller, Chief Investment Officer ESG Deutsche Bank Private Bank, menjelaskan mengapa istilah 'ekonomi biru' bukanlah hal baru dan bagaimana sektor keuangan dapat beradaptasi dengan masa depan yang ramah lingkungan.

Apa kepanjangan dari istilah ‘ekonomi biru’? Apa saja isinya?

Markus Müller: Bagi saya, mengejutkan bahwa dunia merayakan istilah ekonomi biru sebagai sesuatu yang baru. Ini bukan hal baru, bukan? Itu adalah istilah yang sudah ada sejak umat manusia ada. Saya pernah mengutipnya di suatu tempat, ini dari sebuah buku: bahwa kita sebagai makhluk atau spesies berdiri di tepi antara dunia daratan dan lautan, jadi bagi kita, ini bukanlah sesuatu yang asing. Namun menurut saya, berdasarkan diskusi tentang perubahan iklim, perubahan yang disebabkan oleh perubahan atmosfer, umat manusia juga mulai lebih khawatir terhadap keanekaragaman hayati dan aspek lain di dunia, yang saya sebut sebagai pilar kehidupan – atmosfer. , daratan, serta dunia maritim. Dalam konteks ini, mereka menjadi lebih sadar bahwa ada perekonomian menyeluruh di sekitar lautan.

90% perdagangan global dikirim melalui laut. Sekitar 3 miliar orang di dunia bergantung pada makanan laut yang ditangkap dan dibudidayakan sebagai sumber utama protein, dan banyak lainnya bergantung secara tidak langsung pada jasa ekosistem yang disediakan oleh laut. Menurut saya, delapan dari 10 kota besar di dunia terletak di dekat garis pantai. Saya pikir kesadaran ini mengangkat istilah ‘ekonomi biru’. Ketika saya memikirkan langkah selanjutnya dan apa yang harus kita fokuskan, yang terpenting adalah ekonomi biru yang berkelanjutan dan adil. Bagaimana kita bisa mengubah sesuatu yang sudah ada sejak umat manusia ada menjadi sesuatu yang berkelanjutan dan berkeadilan?

Bagaimana sektor keuangan dan dunia usaha secara umum dapat menjadi lebih berkelanjutan dan sesuai dengan masa depan yang ramah lingkungan?

Markus Müller: Menurut saya, hal ini dimulai dengan kesadaran akan apa yang dilakukan bisnis dan apa yang mereka miliki dalam rantai nilai mereka. Ini sangat, sangat penting. Saya tidak yakin seberapa baik hal ini diketahui, baik oleh investor atau oleh perusahaan itu sendiri, seberapa jauh jangkauan rantai nilainya. Jika Anda mengambil contoh perusahaan tekstil, Anda lebih suka memikirkannya dalam konteks terestrial. Namun hal ini juga mempunyai potensi dampak negatif terhadap laut, sehingga dikaitkan dengan ekonomi biru. Saya pikir ini adalah pengetahuan yang penting. Poin nomor satu: Anda perlu menyadari rantai nilai Anda.

Poin nomor dua: Anda perlu menyadari dampak rantai nilai Anda terhadap dunia tempat Anda berada, dan kemudian Anda dapat mengarahkannya ke berbagai arah. Lalu poin ketiga: Kita harus memahami betapa bergantungnya dunia pada semua jasa yang diberikan laut dan ekonomi biru kepada kita. Ini bukan hanya semata-mata tentang kegiatan ekonomi seperti perdagangan. Anda juga perlu memikirkan, misalnya, produk farmasi yang terbuat dari sumber daya yang kita miliki di laut, serta kemampuan laut untuk mengatur/mitigasi perubahan iklim atau cuaca. Ini sangat penting. Selain itu, dari sudut pandang keamanan, laut penting bagi kita. Laut yang sehat harus dipertimbangkan sebagai upaya adaptasi terhadap perubahan iklim; terumbu karang merupakan pemecah gelombang alami dengan terumbu karang yang sehat terbukti mengurangi energi gelombang masuk sebanyak 97%. Jika terumbu karang menipis, kemampuan untuk melindungi kehidupan di darat dari kekuatan alam akan hilang jika terjadi cuaca ekstrem.

Hal ini tentang bagaimana kita dapat lebih memahami apa peran ekonomi kelautan dan mengapa hal ini sangat penting bagi kita. Dan jika kita mengubah hal ini menjadi cerita yang positif, maka kita dapat mengatakan bahwa kesadaran akan hal ini berarti kesadaran akan risiko yang terkait dengan degradasi alam. Pada saat yang sama, kami dapat menciptakan peluang dengan mempertimbangkan hal ini. Hal ini berarti bahwa komunitas atau individu yang saat ini bekerja di sektor-sektor ekonomi biru yang tidak berkelanjutan juga mempunyai peran penting dalam mewujudkan kesetaraan. Sebagai contoh: Sebagian besar individu yang bekerja di sektor perikanan adalah perempuan. Perempuan dibayar lebih rendah dibandingkan laki-laki dan saya pikir ini adalah contoh yang sangat baik untuk menunjukkan mengapa menempatkan fokus pada perekonomian yang berkelanjutan dan adil itu sangat penting.

Markus Müller: Pertama-tama, kita perlu benar-benar memahami sistem yang ada saat ini. Lalu kita perlu memahami apa yang merugikan laut dan apa yang tidak merugikan laut agar bisa berubah. Kita benar-benar harus memulai dengan aktivitas yang ada saat ini (status quo sistem ekonomi kita) dan mengubah aktivitas tersebut menuju kepatuhan terhadap laut dan alam. Ini sangat, sangat penting. Kedua, meskipun saya menyukai berbagai proyek baru yang bermunculan di seluruh dunia mengenai restorasi rumput laut atau lamun, pertanyaan saya selalu adalah: Bagaimana ribuan proyek rumput laut benar-benar membantu kita? Kita perlu menjaga laut tetap utuh, bukan? Dan kita perlu menjaganya tetap utuh dalam bentuk yang kita kenal. Meskipun aktivitas restorasi lokal sangatlah penting dan perlu didorong, kita perlu mengambil pendekatan holistik dan sistemik dalam menangani laut dan aktivitas ekonomi yang bergantung dan berdampak pada laut. Kita tidak boleh melakukan kesalahan yang sama terhadap lautan seperti yang kita lakukan terhadap bumi. Kita tidak boleh membebaninya dengan harapan kita, dengan keinginan kita untuk melihat ini sebagai batas terakhir. Sebaliknya, mari kita lakukan segala daya kita untuk tidak mengacaukannya. Kita sudah banyak memanfaatkan lautan dan ini berarti kita harus menjaganya seperti telur langka.

Jika kita ingin memonetisasi laut sepenuhnya, seperti yang Anda katakan, apa saja faktor negatif yang perlu kita pikirkan terlebih dahulu dan bagaimana hal tersebut terlihat secara konkrit?

Markus Müller: Kata ‘monetisasi’ selalu membuat saya sedikit gugup dalam konteks pasar keuangan, karena memonetisasi, bagi saya, berarti mengambil manfaat dari suatu aset dan mendapatkan kompensasi moneter dari aset tersebut. Sebaliknya, kita harus melihat laut sebagai sumber nilai atau sumber berharga yang memberikan jasa ekosistem, yang kemudian dapat kita monetisasi. Daripada asetnya, fokusnya harus pada jasa ekosistem dan memberikan nilai sebenarnya pada jasa ekosistem tersebut. Namun kita perlu menjaga keutuhan stok dan nilainya (yaitu aset) untuk memberikan jasa ekosistem yang berkelanjutan ini. Kedua, saya pikir setelah kita membangun pemahaman tentang nilai laut dan pentingnya jasa ekosistemnya, kita bisa mulai mempertimbangkan hal ini dalam pembiayaan dan juga proses pengambilan keputusan ekonomi.

Salah satu proyek menarik yang dilakukan oleh Universitas Perth yaitu Global Ocean Accounting Programme. Saya pikir ini sangat, sangat penting. Bagi saya, hal ini mengarah pada pemberian nilai yang benar pada Modal Alam, mirip dengan Sistem Akuntansi Ekonomi Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Mari kita berikan nilai pada alam agar kita tidak mengurasnya untuk menjamin dan meningkatkan kualitas dan kuantitas jasa ekosistem yang menjadi sandaran kita.

Markus Müller: Menurut saya kita perlu memiliki pencerahan baru tentang Alam. Seperti yang baru saja saya tulis di postingan COP, kita perlu mengetahui lebih banyak tentang Alam. Antropolog Elizabeth Povinelli menyebutnya literasi alam. Dan bagi saya, sebagai orang yang lahir di pedesaan, saya beruntung tumbuh dengan pengetahuan yang masuk akal tentang hewan dan tumbuhan. Ada artikel menarik dari Guardian beberapa tahun lalu di mana mereka melakukan survei terhadap anak-anak. Mereka menemukan bahwa mereka tahu lebih banyak tentang Pikachu daripada luak. Saya tidak ingin melebih-lebihkan contoh-contoh ini, namun menurut saya ini penting bagi kita semua. Kita harus benar-benar kembali ke tempat asal kita.

Yang tak kalah pentingnya, kita juga perlu mewaspadai permasalahan yang menyebabkan jarak antara manusia dan Alam menjadi jauh. Ini adalah sesuatu yang, pada saat yang sama, membawa kita ke tingkat kemakmuran saat ini di negara maju – Revolusi Industri. Hal ini memberi kita begitu banyak kemakmuran, begitu banyak kekayaan melalui perkembangan teknologi. Namun pada saat yang sama, hal ini memperluas rantai nilai sehingga kita sering tidak tahu lagi dari mana produk tersebut berasal. Kita tidak tahu lagi tenaga kerja apa yang dibutuhkan untuk memproduksinya. Kita tidak tahu sumber daya alam apa yang dibutuhkan untuk menciptakan barang-barang tersebut yang kemudian kita konsumsi. Saya pikir bagi individu, hal ini sangat penting untuk disadari.

Saya tidak percaya bahwa individu bersalah. Seseorang tidak bersalah. Ini lebih merupakan gabungan dari tindakan kolektif. Kami menciptakan masalah bersama-sama. Bukan satu individu yang menciptakan masalah; itu adalah intensitas seluruh konsumsi atau perilaku kita. Menurut saya, tidak ada seorang pun yang melakukan ini berdasarkan perilaku buruk, atau niat buruk. Yang terjadi justru informasi atau pengetahuan yang diperlukan namun tidak tersedia. Mengubah hal ini memerlukan proses yang panjang dan hal ini akan terjadi melalui akumulasi pengetahuan kolektif. 

Akumulasi pengetahuan ini merupakan pencerahan yang sangat dibutuhkan tentang pentingnya alam sebagai landasan kita.

Saya pikir dalam konteks pasar keuangan, pertama-tama, kita perlu memulai literasi atau pencerahan baru tentang keuangan dan instrumen keuangan. Kita tidak boleh melihat ekonomi atau keuangan sebagai tujuan. Kami selalu percaya bahwa jika kami telah mencapai atau menutup kesenjangan keuangan, semuanya akan baik-baik saja. Sekarang, hal ini tidak dikabulkan, bukan? Itu hanya sekedar menutup sesuatu, tapi kita perlu memahami mengapa kita menggunakan ilmu ekonomi. Ekonomi adalah alat untuk membantu kita menjawab pertanyaan dan keuangan adalah alat untuk mengubah segala sesuatunya ke arah apa pun. Kita perlu memahami untuk tujuan apa kita menggunakan apa.

Saya selalu menggunakan tiga contoh. Jika ingin mewujudkan Kawasan Konservasi Perairan, sangat sulit untuk mengalokasikan manfaat positif yang dihasilkan dari Kawasan Konservasi Perairan kepada satu agen atau negara. Apakah Pantai Gading yang menciptakan hal ini atau lebih jauh ke selatan di Afrika? Apakah di Portugal? Jadi, siapa yang dapat kita kaitkan dengan manfaat ekonomi positif dari Kawasan Konservasi Perairan ketika stok ikan mulai pulih dan manfaatnya tersebar luas? Ya, Anda tidak bisa mengalokasikan keuntungan ekonomi positif ini ke Kawasan Konservasi Perairan itu sendiri, jadi Anda menciptakan insentif di pasar keuangan untuk mendorong pengakuan dan perlindungan alam yang bermanfaat bagi ekosistem yang lebih luas. Artinya, ini adalah topik untuk para filantropis atau untuk keuangan publik, untuk keuangan pemerintah. Lalu di sisi lain, mungkin ada perusahaan yang ingin menciptakan pelabuhan yang ramah lingkungan atau ingin meningkatkan pembiayaannya dalam praktik pelayaran yang sesuai dengan ekonomi biru yang berkelanjutan. Mereka dapat melakukannya melalui obligasi keberlanjutan karena tujuan ekonominya sangat jelas dan Anda dapat mengetahui dengan tepat cara kerjanya. Dan kemudian ada sesuatu di tengahnya, misalnya seperti yang dilakukan Belize, menggunakan alam sebagai jaminan. Ini kemudian disebut keuangan campuran. Jadi, Anda mempunyai beragam alat yang berbeda di bidang keuangan, mulai dari keuangan publik, obligasi, hingga keuangan publik-swasta. Semua ini memiliki tujuan yang sangat berbeda. Namun insentif yang mendasarinya harus selalu melindungi alam.

Saya pikir ini adalah poin kedua: Kita perlu memahami penggunaan keuangan, berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang telah dibantu oleh ilmu ekonomi untuk dijawab. Ketiga, dari sudut pandang investor, mereka perlu memahami maksudnya. Seorang investor perlu melihat strategi perusahaan, bagaimana strategi perusahaan mempertimbangkan hal-hal ini, rantai nilai, misalnya, dampak negatif dari rantai nilai, namun juga melaporkannya dan mengatakan bagaimana memenuhi langkah selanjutnya, seperti laporan iklim. Sangat penting untuk memahami bagaimana perusahaan mencapai tujuan transisinya. Karena bagi saya sebagai investor, akan menjadi risiko jika seseorang tidak dapat memberi tahu saya kapan mereka ingin mencapai net zero atau netralitas karbon. Ini penting. Hal inilah yang perlu kita ketahui sebagai investor untuk membentuk opini apakah akan berinvestasi pada perusahaan tersebut atau tidak.

Terakhir, untuk membahas kredit karbon atau kredit keanekaragaman hayati, yang membawa saya kembali ke poin pertama, kita perlu memahami untuk tujuan apa kredit ini dimaksudkan. Saya di sini kurang lebih berada pada kubu yang sama dengan Partha Dasgupta, seorang ekonom Inggris. Ia tidak secara eksplisit berfokus pada kredit, namun ia mengatakan dalam laporannya bahwa kita perlu menemukan mekanisme untuk membiayai Global Commons kita (Laut Lepas, Atmosfer, Antartika, dan Luar Angkasa), dimana negara-negara yang menjadi tuan rumah dari hal ini dapat benar-benar mendapatkan keuntungan. misalnya, dari pada melakukan penebangan hutan di lembah Kongo, dan menghancurkan Solusi Berbasis Alam yang hebat untuk memerangi perubahan iklim. Apa artinya? Dalam konteks keanekaragaman hayati atau kredit karbon, kita harus melihat kredit sebagai semacam klaim atau perdagangan hak milik. Bahwa negara-negara yang saat ini tidak dapat mematuhi NDC atau komitmen mereka dapat membeli klaim tersebut dan agar aliran moneter dapat digunakan untuk membiayai pengelolaan alam positif yang aktif untuk aset alam yang dapat menghasilkan kredit guna menjaga kelangsungan hidup global kita. Umum utuh. Tapi mereka harus pensiun seiring berjalannya waktu, kredit ini. Bagi saya, bukan berarti kredit harus diperdagangkan antar perusahaan. Bagi saya, yang ada hanyalah entitas yang dapat menggunakan alam sebagai jaminan dan melakukan apa yang perlu dilakukan untuk melestarikan jaminan tersebut.

Markus Müller: Apa yang kami lakukan selama beberapa tahun terakhir adalah mencoba memahami pokok bahasannya terlebih dahulu. Tentu saja, ada banyak peluang yang bisa kita ambil tindakan sejak dini. Namun bagi kami, memahami dasar-dasarnya sangatlah penting. Oleh karena itu, kami bergabung dengan Ocean Risk and Action Alliance dan United Nations Ocean Decade Committee di Jerman. Kami berkolaborasi dalam berbagai inisiatif di tingkat kelompok, yang telah membantu kami memahami 'mengapa' lebih baik dari apa pun. Dan sekarang kita siap untuk membahas 'apa'. Arti ‘apa’ adalah bahwa kami kini juga telah membentuk Dewan Penasehat Alam di tingkat kelompok. Hal ini akan membantu kita memasukkan Alam ke dalam proses pengambilan keputusan kita, untuk memahami metrik yang harus kita gunakan, dan risiko yang perlu kita ketahui.

Selain itu, yang kami lakukan adalah aktif dalam kegiatan filantropi. Misalnya, kami mendukung Future Climate Coral Bank di Maladewa karena kami sangat percaya pada kegiatan ini dan pentingnya Solusi Berbasis Alam. Kami juga sangat jelas dalam keterlibatan investor kami. Kami ingin berbagi pengetahuan kami dengan investor, dan kami mengundang mereka untuk melepaskan pengetahuan mereka tentang hal-hal ini. Sejauh ini kami sangat fokus pada pendekatan eksklusif di sisi investasi. Namun demikian, saya pikir dengan adanya Panel Penasihat Alam, dengan adanya kebijakan nyata yang merumuskan pandangan kita, kita sebagai Deutsche Bank secara keseluruhan dapat menjadi bagian dari solusi.

FAO Supports Indonesia to Fight IUUF with Measurable Fishing (PIT)



The UN agency in charge of Food and Agriculture (FAO) supports steps to eradicate illegal unreported unregulated (IUU) fishing in Indonesian waters. As is known, the Ministry of Maritime Affairs and Fisheries is encouraging the transformation of capture fisheries as an effort to eradicate IUU fishing through the Measured Fishing (PIT) program.

"As I mentioned, the issue of IUU fishing is a global problem, not just Indonesia," said FOA Representative for Indonesia and Timor Leste, Rajendera Aryal after the ratification of the Strategic Action Program - Indonesian Seas Large Marine Ecosystem (SAP ISLME) document in Jakarta, Tuesday ( 16/1) yesterday.

PIT is a blue economy program whose implementation is a priority for the Ministry of Maritime Affairs and Fisheries. One of the aims of this program is to ensure the sustainability of fisheries populations.

Implementation of the program will also encourage a more responsible fishing system through catch quota mechanisms, validity of fisheries data, as well as strict supervision through technological devices and direct patrols.

KKP is currently still completing infrastructure and strengthening outreach to the community so that the implementation of PIT, which is planned to begin in early 2025, will have optimal results for the benefit of the ecology, economy and social life of the community.

Rajendra added that his party is ready to support the KKP to fight IUUF practices. According to him, this illegal practice not only threatens ecosystem sustainability but also affects the availability of fisheries commodities as a source of global protein.

"FAO has technical capabilities and experienced experts, and FAO will be very happy to collaborate with and support Indonesia in eradicating IUU fishing," he stressed. 

AI dapat membantu mengatasi tantangan dalam perikanan laut


Penerapan teknologi terdepan seperti kecerdasan buatan dapat membantu mengatasi tantangan di sektor perikanan laut, kata Wakil Ketua NITI Aayog, Suman Bery, pada Jumat lalu.

Saat meresmikan lokakarya nasional tentang pemanfaatan potensi perikanan di negara-negara kelautan, Bery menekankan peran teknologi sebagai pendorong pertumbuhan yang penting.

Lokakarya ini diselenggarakan di ICAR-Central Marine Fisheries Research Institute (CMFRI) bekerja sama dengan Departemen Perikanan Kerala.

Bery menekankan pentingnya memahami dinamika permintaan untuk menentukan prioritas strategi produksi.

“Penerapan teknologi terdepan seperti kecerdasan buatan dapat membantu mengatasi tantangan di sektor perikanan laut. Mengingat permintaan ikan yang terus meningkat, diperlukan strategi inovatif untuk meningkatkan produktivitas,” kata Bery, seraya menambahkan bahwa permintaan adalah kekuatan pendorong dari hal ini ekonomi.

Lokakarya ini diadakan untuk membahas isu-isu relevan dalam perikanan laut, mengembangkan strategi yang disesuaikan, dan menjalin kemitraan antara negara-negara pesisir untuk mengatasi tantangan dan menjajaki prospeknya.

Menyadari kekhawatiran akan meningkatnya tren kesenjangan antar negara bagian, anggota NITI Aayog, Ramesh Chand, mengatakan pertumbuhan perikanan sangat tidak seimbang, sementara di Andhra Pradesh jauh lebih tinggi dibandingkan dengan sebagian besar negara maritim lainnya.

“Produksi ikan di Andhra Pradesh 50 persen lebih tinggi dibandingkan total produksi lima negara bagian, yaitu gabungan Gujarat, Maharashtra, Kerala, Tamil Nadu dan Karnataka,” katanya.

Ia juga mengatakan, pertumbuhan permintaan ikan meningkat dua kali lipat dalam dekade terakhir yang berakhir tahun 2022, dibandingkan dekade sebelumnya yang berakhir pada tahun 2012.

Chand mengusulkan peningkatan nilai tambah dan inovasi pemrosesan mutakhir untuk meningkatkan ekspor makanan laut.

“Sebagian besar makanan laut India yang belum diolah, termasuk udang dan tuna, diekspor terutama ke Vietnam, Thailand, dan Tunisia untuk selanjutnya diekspor kembali dari sana setelah memberikan nilai tambah yang besar. Dengan mendirikan fasilitas pemrosesan yang canggih, India dapat memanfaatkan makanan laut yang belum dieksplorasi. potensi nilai tambah makanan laut untuk menghasilkan devisa lebih besar,” imbuhnya.

Dr J K Jena, Wakil Direktur Jenderal Dewan Penelitian Pertanian India (ICAR) mengusulkan untuk mengeksplorasi potensi sumber daya kelautan dan laut dalam yang belum dimanfaatkan.

Perwakilan dari pemerintah Benggala Barat, Odisha, Andhra Pradesh, Gujarat, Maharashtra, Goa, Karnataka, Tamil Nadu, Kerala dan Andaman dan Nicobar mengambil bagian dalam diskusi tersebut.

Beragam pemangku kepentingan, termasuk pembuat kebijakan dari pemerintah pusat dan negara bagian, pakar industri terkemuka dan peneliti menghadiri lokakarya yang menyediakan platform untuk berbagi pengalaman antar negara maritim, memungkinkan dialog terbuka mengenai tantangan yang dihadapi dan solusi potensial.


Shrimp exporters are advised to try markets outside the USA


The Ministry of Maritime Affairs and Fisheries (KKP) invites Indonesian shrimp exporters to start exploring markets outside the United States (US), amidst the government's efforts to resolve anti-dumping and countervailing duties (CVD) issues.

KKP is also opening alternative market access for Indonesian shrimp commodities in a number of countries, both in Asia, Africa and Europe.

"Including the Middle East, Eastern Europe, South Africa, of course strengthening global shrimp market access in order to open up potential non-traditional markets is important," said Minister of Maritime Affairs and Fisheries Sakti Wahyu Trenggono after meeting with representatives of the Shrimp Club Indonesia (SCI) in Jakarta some time ago.

Minister Trenggono also sees China as an alternative market for Indonesian shrimp commodities. This refers to the high growth of China's shrimp market which has increased very significantly over the last 5 years (2018-2022), namely 49 percent per year and reaching US$ 6.3 billion in 2022, while Indonesia's share is still very small, namely only 1.8 percent. in that year.

Regarding efforts to open alternative market access, Minister Trenggono also encouraged consolidation and active participation of farmers, suppliers, processors, shrimp associations, APRINDO, PPJI, PHRI and Horeka to increase domestic market absorption. Minister Trenggono also asked that innovation continue to be carried out to answer market needs.

"Of course, synergy with business actors is very important, and we are very happy with the optimism of shrimp business actors regarding this commodity. Don't forget to also innovate ready-to-cook and ready-to-eat shrimp products to answer market needs and trends," he explained.

Likewise, the Director General of Strengthening the Competitiveness of Marine and Fishery Products (PDSPKP), Budi Sulistiyo, admitted that he was currently conducting an analysis of the shrimp market, both global and domestic, the results of which will be distributed periodically to business actors.

Tuesday, January 23, 2024

Non-Tax National Revenue from Marine Spatial Management Reaches IDR 707 Billion in 2023


The Ministry of Maritime Affairs and Fisheries (KKP) recorded Non-Tax State Revenue (PNBP) from the marine space management sector of IDR 707 billion or 212 percent of the target set for 2023 of IDR 333 billion.

"The largest revenue of around 67 percent was received from the Approval of Conformity of Marine Spatial Utilization Activities (PKKPRL)," said Director General of Marine and Marine Spatial Management (Dirjen PKRL) Victor Gustaaf Manoppo in his statement, Sunday, January 21 2024.

Victor also explained that the total budget of the Directorate General of PKRL for 2023 amounting to IDR 413 billion could be realized up to 96.53 percent. If we look at the budget posture in 2023, the PNBP of the Directorate General of PKRL can even exceed the budget of the Directorate General of PKRL for a year.

"The 2024 PNBP target has been set at IDR 708 billion, but at the end of 2023 we will mandatorily get an additional target sourced from marine natural resources in the form of managing sedimentation in the sea amounting to IDR 1.7 trillion," he said.

"So our total PNBP target in 2024 is 2.4 trillion rupiah. "With this significant increase in target, we must remain optimistic and highly committed so that this target can be achieved," he added.

Victor also requested that reconciliation in the preparation of financial reports be a forum for synchronizing and compiling financial data at the work unit level.

In addition, he encourages the provision of relevant information regarding the financial position and all transactions carried out by a reporting entity during a reporting period so that it can produce accountable financial reports in accordance with Government Accounting Standards.

"The fairness of the Financial Reports of the Ministry of Maritime Affairs and Fisheries, one of which is determined by the fairness of the financial reports of work units and Echelon 1," he stressed.

"Therefore, every work unit must carry out reconciliation and preparation of financial reports seriously and carefully so as to produce financial reports that are accurate, reliable and supported by the resolution of financial accountability in accordance with applicable regulations," he explained.

In line with the policy of the Minister of Maritime Affairs and Fisheries Sakti Wahyu Trenggono, all KKP units continue to be committed to implementing the blue economy policy implementation roadmap to create sustainable marine management in Indonesia.

Wednesday, January 17, 2024

The Ministry of Maritime Affairs and Fisheries achieves international standard certification in marine space services


 The Directorate of Marine Spatial Planning, Directorate General of Marine and Marine Spatial Management (PKRL) of the Ministry of Maritime Affairs and Fisheries received an ISO 9001:2015 Quality Management certificate for Services for Conformity of Marine Spatial Utilization Activities (KKPRL).

This success shows that the policies and quality objectives as well as the achievement of marine space services are considered to have met international standards.

"We must be able to ensure that the services we provide are of high quality by implementing a certified quality management system," said Director General of Marine and Marine Space Management Victor Gustaaf Manoppo in a statement in Jakarta, Wednesday.

Furthermore, Victor also requested that all his staff be able to implement, maintain and maintain the quality of his services, bearing in mind that the certificate that has been received can be canceled if the implementation is not appropriate.

"I remind the entire team to continue to carry out services in accordance with the standards that have been set. "In the future, I also encourage all work units to carry out ISO 37001:2016 certification, namely the Anti-Bribery Management System," said Victor.

Secretary of the Directorate General of Marine and Spatial Management, Kusdiantoro, explained that previously in 2022 and 2023, the Directorate General of PKRL through 6 Technical Implementation Units (UPT) had also received international standard quality management recognition in the form of an ISO 9001:2015 Certificate.

The 6 UPTs are BPSPL Padang, BPSPL Pontianak, BPSPL Makassar, BKKPN Kupang, LPSPL Serang and LKKPN Pekanbaru.

Meanwhile, the Director of PT QAI Indonesia Joko Nursapto as the auditor who submitted the ISO 9001:2015 Certificate explained that there are three scopes of this certification, namely Business KKPRL Approval, Non-Business KKPRL Approval and KKPRL Confirmation.

"ISO 9001:2015 is a vehicle for the Directorate General of PKRL to ensure the implementation of public services and business processes in accordance with applicable procedures," he said.

Furthermore, Joko explained that ISO can be used as an effort to improve performance processes to ensure that personnel standards and competencies have been implemented, including in administrative and supervisory functions.

Joko supports if ISO 9001:2015 is integrated with ISO 37001:2016 to create a Corruption-Free Area Integrity Zone/Clean and Serving Bureaucratic Area.

Ministry of Maritime Affairs and Fisheries Increases Blue Economy Development Collaboration


The Ministry of Maritime Affairs and Fisheries (KKP) through the Directorate General of Marine and Marine Space Management is increasing collaboration on the governance of blue economic development through the Blue Health pillar within the framework of the National Blue Agenda Partnership Action (NBAAP) involving relevant ministries/institutions, the United Nations- Nation (UN) and other development partners.

“KKP's blue economy priority program is in line with and supports the National Blue Agenda Partnership Action. "The activities carried out by the Directorate General of Marine and Marine Spatial Management (Ditjen PKRL) in particular also focus on ocean health and ocean accounts," said Secretary of the Directorate General of Marine Spatial Management (Sesditjen PRL) KKP Kusdiantoro in Jakarta, Wednesday.

As Co-Chair of the Blue Health Task Force pillar together with USAID, United Nations Environment Program (UNEP) and BRGM during the discussion and preparation of NBAAP steering committee materials for the Blue Health Task Force, Kusdiantoro said that this was one of the key strategies for implementing the mandate NBAAP Blue Health Task Force in supporting the achievement of National Medium Term Development Plan (RPJMN) targets and global commitments.

NBAAP was launched on November 14 2022 at the G20 Summit in Bali. This strategic partnership is an effort to accelerate the achievement of the 2020-2024 RPJMN and Indonesian Maritime Policy  targets in the maritime and marine sector with four main pillars, namely blue health, blue food, blue innovation, and blue finance where a task force is formed for each of these pillars.

"The National Blue Agenda Actions Partnership (NBAAP) was initiated to accelerate the achievement of maritime and marine sector development in accordance with the national medium long term plan (RPJMN). "For this reason, NBAAP plays an important role in achieving the vision of becoming a developed country by 2045. Therefore, the Indonesian Government fully supports the NBAAP program's commitment," said Kusdiantoro.

He further said that as a follow-up to the pre-steering committee meeting on December 15 2023, especially for the Blue Health Task Force, it was necessary to gather input from relevant stakeholders regarding activities that could support the blue health pillar and the 2045 blue economy road map prepared by National Development Planning Agency (Bappenas).

Meanwhile, Plt. Assistant Deputy for Increasing Competitiveness at the Coordinating Ministry for Maritime Affairs and Investment, Andreas A Hutahaean, explained that this partnership is not only limited to the government. Collaboration together by leveraging each partner's unique strengths and perspectives can drive innovation, promote knowledge sharing and enhance capacity building efforts on a global scale.

“We are currently carrying out program mapping which is used as basic data to identify gaps and opportunities. "The next step, we use it to formulate strategies and develop action plans to achieve the blue agenda," said Andreas Hutahaean.

The meeting, which was also attended by relevant government agencies, aimed to gather material and information regarding developments in the implementation of the Blue Health Task Force program which was presented at the NBAAP Steering Committee meeting at the end of January 2024, led by the Coordinating Minister for Maritime Affairs and Investment. The results of the NBAAP Steering Committee meeting became input in the preparation of the 2025-2029 RPJMN and input into the direction of developing priority sectors for the Indonesian Blue Economy Roadmap 2023-2045.

Tuesday, January 16, 2024

INDONESIA MASIH JAUH SEBAGAI "POROS MARITIM DUNIA"

 


Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki potensi untuk menjadi Poros Maritim Dunia. Poros Maritim Dunia bertujuan menjadikan Indonesia sebagai negara maritim yang besar, kuat, dan makmur melalui pengembalian identitas Indonesia sebagai bangsa maritim, pengamanan kepentingan dan keamanan maritim, memberdayakan potensi maritim untuk mewujudkan pemerataan ekonomi Indonesia.


Untuk menuju negara Poros Maritim Dunia akan meliputi pembangunan proses maritim dari aspek infrastruktur, politik, sosial-budaya, hukum, keamanan,dan ekonomi. Penegakkan kedaulatan wilayah laut NKRI, revitalisasi sektor-sektor ekonomi kelautan, penguatan dan pengembangan konektivitas maritim, rehabilitasi kerusakan lingkungan dan konservasi biodiversity, serta peningkatan kualitas dan kuantitas SDM kelautan, merupakan program-program utama dalam upaya mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia .

 

Namun menurut Nazruddin salah seraong praktisi perikanan menyatakan bahwa Indonesia masih jauh bicara poros maritim dunia, konektifitas, kesenjangan antar wilayah masih sangat tertinggal, sebut saja penerbangan Jakarta-Dobo membutuhkan biaya sebesar Rp.5.000.000 – Rp.6.000.000, Sementara Jakarta - Eropa hanya Rp.2.000.000, bahkan menurutnya penerbangan JKT - Singgapura hanya Rp.500.000 an.

 


Nazruddin kemudian menambahkan bahwa untuk ke Pelabuhan Dobo Kabupaten kepulauan Aru Maluku, proses angkut ikan di container reefer dengan Kapal Kargo Temas, Dobo-Surabaya 6 hari perjalanan. Ia mengaku bahwa baru saja melakukan pengiriman 4 kontainer ikan tujuan Dobo- surabaya, Biaya logistik yang dikeluarkan sebesar 55 juta/kontainer, lebih murah ke Asia Timur sekitar 30 juta/kontainer 20 feet.

Selain itu infrastruktur jalan dan fasilitas pelabuhan yang tidak memadai memaksa produsen Unit Pengolahan Ikan (UPI) untuk melakukan pengangkutan ikan dengan mobil truk ke pelabuhan dan di pelabuhan di masukkan di reefer container menyebabkan terjadi efisiensi, keamanan produk tidak terjamin dan biaya logistik yang bertambah.



Tidak hanya sampai disitu pak Nazruddin yang bukan hanya sebagai praktisi perikanan namun sudah lama sangat peduli dengan kondisi kelautan dan perikanan di Indonesia menambahkan bahwa sepertinya isu KTI (Kawasan Timur Indonsia) sudah mulai ditinggalkan, padahal memegang peranan penting untuk menopang pertumbuhan ekonomi  nasional, hilirisasi Nikel di Soroako, Morowali, Halmahera, Rumput Laut, udang intensif di sulsel, IKN di PPU, Tambang emas Freeport, Papua, mereka orang pusat menjadikan ladang pembantaian lingkungan, pemiskinan masyarakat dan kesenjangan pembangunan antar wilayah, peran tokoh² intelektual, cendekiawan KTI tidak  dibutuhkan pemikirannya.

Di akhir pembicaraan beliau mengungkapkan bahwa penguasaan sektor Maritim Indonesia masih tertinggal jauh apabila Penangkapan Ikan Terukur (PIT) dan kuota dibuka untuk Kapal asing maka Industri Perikanan Nasional akan tenggelam karena tidak mampu bersaing dalam harga, kuantitas, kualitas dan tenaga kerja.

Monday, January 15, 2024

The Republic of Indonesia's Maritime Fishery Products are Tariff Free to Enter the Japanese Market


It is known that the Ministry of Maritime Affairs and Fisheries of Indonesia is targeting expanding the product market to the global realm, to strengthen the logistics system and quality assurance from upstream to downstream in the fisheries sector.

"This is certainly a very good step in achieving the fishery product export target in 2024 of US$7.20 billion," said Budi in a written statement in Jakarta, Thursday, January 11 2024.

Furthermore, Budi said this was in line with the substance of the implementation of the five blue economy priority programs which cannot be separated from ensuring the quality of fishery products and increasing the competitiveness of fishery products.

In terms of supporting the strengthening of competitiveness, Budi said that work units in 38 provinces will later help ensure quality from upstream to downstream.

So that marine and fishery products can be safely consumed, for export and also for domestic use.

I Nyoman Radiarta as Head of the Human Resources Extension and Development Agency explained that the KKP encourages improving the quality of human resources in the marine and fisheries sector.

Through education units, training and the largest role of fisheries instructors in several regions throughout Indonesia by 2024.

Currently, it is known that the KKP has 11 higher education units and 4,200 fisheries instructors.

"We support and oversee priority programs planned by the KKP through functions in the context of preparing education, training and counseling," said Nyoman.

Meanwhile, Secretary of the Directorate General of Marine Resources and Fisheries Supervision, Suharta, explained that the KKP would also not relax its supervision at sea.

Especially regarding IUU fishing practices. With the addition of a fleet of surveillance vessels and patrol officers in 2023, and the support of Command Center satellite-based technology, surveillance at sea will be even more optimal this year.

"In the future, with the Command Center, we will develop a surveillance system using AI. In the future, a concept for an intelligent surveillance system will be developed so that there will be no need for much effort to move ships and human resources," he said.

It was previously known that Sakti Wahyu Trenggono, Minister of Maritime Affairs and Fisheries, confirmed that the implementation of the blue economy program would be accelerated in 2024.

As a step to ensure ecological sustainability and spur national economic growth through the marine and fisheries sector.

Apart from tariff barriers, according to Yusli Sandi, marine and fisheries observers stated that what is no less hindering are non-tariff barriers, where our marine and fisheries products are currently always being stopped abroad for various reasons. These non-tariff barriers can be in the form of trade issues such as accusations of dumping and environmental issues such as harvesting of fishery products that lacks traceability. I think these obstacles are more political than substantive reasons because Indonesia is currently trying to carry out various fish catching and processing practices following existing standards.

Marine Sediment Export Regulations Due March 2024



The Indonesian government has issued Government Regulation (PP) Number 26 of 2023 concerning Management of Sedimentation Products in the Sea. In the midst of various criticisms of this PP from environmental guardians, the Indonesia Ministry of Maritime Affairs and Fisheries (KKP) confirmed that the regulations for managing this commodity will be completed in March 2024.

Minister of Maritime Affairs and Fisheries Sakti Wahyu Trenggono said that currently his ministry is finalizing its management regulations. According to him, the regulations on this matter are reviewed across Ministries/Agencies.

"This study involves many parties, such as the Ministry of Maritime Affairs and Fisheries, the Ministry of Energy and Mineral Resources, the Ministry of Trade, the Ministry of Environment and Forestry," he said in the press conference for Outlook & Priority Programs for the Maritime and Fisheries Sector, quoted on Sunday, January 14 2024. The study was also carried out with universities and local governments.

"I think it will be finished by early March at the latest and can be implemented throughout the country," said Trenggono.

Trenggono emphasized that this sedimentation is an effort to clean up the sea which covers or disturbs the marine environment. Sedimentation results that contain valuable minerals need to be separated. So that sedimentation results, such as mud and sand, can be taken. These are the reasons why these regulations are still being refined.

"There is mud, there is sand, there are other materials. This is true, what we take is mud and sand. They have to use sedimentation material. So, if there is a need for export, the rest will become significant state income," said Trenggono.

Budi Santoso, Director General of Foreign Trade at the Ministry of Trade, confirmed that the regulations were still being finalized by the Ministry of Energy, Mineral Resources and KKP. This is because there are still differences in perceptions across ministries regarding the types of sea sand that can be exported.

"In terms of regulations, the last Minister of Trade Regulation was issued regarding the export of sea sand. "We took part in the final discussion regarding exports with the KKP and ESDM," said Budi.

According to Yusli Sandi, one of the marine and fisheries observers from Indonesia stated that actually sea sand exports prove that we as Indonesians are still at a low level, because we still export materials with low economic value. If you want to export, you should not export land or sand but materials that already have added value for the country so that they also have a significant impact on the country. If we are only able to sell sand like this, it would be the same as selling our homeland and proving that we have failed to think.

IKAN TUNA NYANTAI KAYAK DI PANTAI

 


Tuna sirip kuning dikenal sangat bermigrasi, dengan individu yang melakukan migrasi panjang setiap tahunnya. Migrasi ini kemungkinan besar berhubungan dengan perilaku pemijahan dan kebutuhan makanan mereka. Spesies ini berkembang biak melalui pemijahan yang tersebar, di mana beberapa betina dan beberapa jantan melepaskan jutaan telur dan sperma ke kolom air pada saat yang bersamaan. Cara ini meningkatkan kemungkinan telur dibuahi dan mengurangi kemungkinan dimakan oleh predator telur. Meskipun hampir semua ikan berdarah dingin, tuna sirip kuning memiliki struktur pembuluh darah khusus – yang disebut penukar arus balik (countercurrent exchanger) – yang memungkinkan mereka mempertahankan suhu tubuh lebih tinggi dibandingkan suhu air di sekitarnya. Adaptasi ini memberi mereka keuntungan besar saat berburu di perairan dingin, karena memungkinkan mereka bergerak lebih cepat dan cerdas. Tuna sirip kuning adalah salah satu perenang tercepat di lautan. Seperti beberapa spesies hiu, tuna sirip kuning harus terus berenang. Untuk mendapatkan oksigen dari air, ikan melewatkan air melalui insangnya. Tuna tidak mampu melakukannya saat berhenti, jadi mereka harus terus berenang ke depan dengan mulut terbuka agar darahnya tetap teroksigenasi.

Tuna sirip kuning adalah ikan konsumsi yang sangat berharga dan banyak ditangkap di seluruh wilayah jelajahnya. Secara umum, para ilmuwan yakin bahwa perikanan ini dikelola dengan cukup baik, dan spesies ini tidak dianggap ditangkap secara berlebihan. Namun, ada beberapa populasi yang ditangkap lebih banyak dibandingkan populasi lainnya, dan penting untuk terus memantau aktivitas ini untuk mencegah tingkat penangkapan ikan yang dapat mengancam spesies ikonik dan kuat ini. 

Dengan karakter seperti ini maka jarang didapatkan ikan tuna sirip kuning berenang di pinggir pantai karena lingkungan di pinggir pantai tidak mendukung ikan tuna untuk melakukan aktivitas renang yang terkenal cepat. Namun demikian, terkadang ikan tuna juga mendekat ke pantai untuk mencari ikan – ikan kecil (makanan). Seperti kita ketahui bersama bahwa ikan tuna ini sifatnya memburu mangsa berupa ikan-ikan kecil yang biasanya berenang bergerombol diperairan yang kaya nutrient. Salah satu perairan yang kaya nutrient adalah wilayah terumbu karang. Wilayah terumbu karang yang masih sehat menyediakan begitu banyak biota yang bisa dimangsa oleh para predator salah satunya adalah ikan tuna, sehingga tidak heran dalam beberapa kejadian ikan tuna ini kelihatan mendekati pantai.

Menanggapi video diatas Yusli Sandi,S.Ke,M.Si (Kepala Bidang Perikanan Tangkap) menyatakan bahwa kejadian di video tersebut merupakan pelajaran bahwa menangkap ikan tuna sirip kuning sebenarnya tidak perlu selalu ke perairan samudera, cukup sediakan makanan yang cukup di daerah perairan pantai maka ikan tuna akan mendekat. Dengan mendekatnya ikan tuna di perairan pantai maka nelayan kecil juga bisa turut menikmati manfaat ekonomis dari populasi ikan ini tanpa perlu harus mengeluarkan modal yang lebih banyak seperti pembelian BBM.

Lebih lanjut Yusli menjelaskan bahwa itulah kenapa Dinas Perikanan Bulukumba tetap konsisten untuk meneruskan program 1.000 rumpon meskipun dalam pelaksanaannya terdapat banyak kendala. Karena kami menyadari bahwa kendala yang kami hadapi tidak adalah artinya jika dibandingkan dengan besarnya manfaat yang akan diterima oleh masyarakat. Program rumpon kita dari tahun ke tahun semakin disempurnakan dan tahun ketiga ini kami telah memperkenalkan 3 (tiga) model rumpon yaitu :

1.      Rumpon Dasar

2.      Rumpon Layang (Pohon Laut)

3.      Rumpon Permukaan

Ketiga jenis konsep rumpon tersebut merupakan upaya kolaborasi untuk meningkatkan kesehatan ekosistem perairan pesisir di dasar laut, kolom perairan dan permukaan perairan yang kesemuanya bertujuan untuk menjadi ekosistem alami ikan sebagai tempat berlindung dan memijah.