Sunday, August 28, 2022

PENGERJAAN KABEL BAWAH LAUT JALUR SELATAN SULAWESI

 


Untuk mendukung interkonektivitas Global yang semakin meningkat saat ini ada 3 (tiga) investasi pembangunan kabel telekomonikasi bawah laut yang sedang berproses, yang menghubungkan langsung dengan pantai barat Amerika Serikat tanpa adanya negara perantara. Proyek tersebut masuk dalam daftar Proyek Startegis Nasional Untuk bagian selatan Sulawesi yang membentak mulai dari selatan Sulawesi menembus laut Makassar dan terus kearah timur mulai dari perairan Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba dan Selayar. Jalur tersebut kemudian naik ke utara di Sulawesi tenggara menuju Halmahera, dari Halmahera ini melalui Samudea Pasifik untuk langsung menuju Amerika Serikat. Adapun jalur kabel laut secara nasional dapat dilihat pada gambar di bawah :

 

Jalur Kabel Bawah laut Indonesia

 Untuk koridor timur dari Kalimantan menuju ke Sulawesi dan Halmahera sendiri dikerjakan oleh PT. XL Axiata.tbk, yang meliputi Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku dan Maluku Utara. Adapun panjang kabel yang akan di investasikan oleh PT. XL Axiata.Tbk sepanjang 4.993,11 km (empat ribu Sembilan ratus Sembilan puluh tiga koma sebelas kilometer). Izin lokasi di laut telah diterbitkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan RI dengan Nomor: B-59/Men-KP/II/2021 dan ditanda tangani pada tanggal 03 Februari 2021. Masa berlaku izin lokasi ini selama 2 (dua) tahun sesuai dengan prakiraan masa pengerjaan.

 

Sponsored By: KLA BIOTIK

Sementara untuk Izin Pembangunan Sistem Komunikasi Kabel Bawah Laut (SKKL) juga telah diterbitkan pada 04 Mei 2022 lalu dengan nomor Surat : A.462/AL.823/DJPL oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan RI. Sebelum penunjukan pengerjaan kabel bawah laut ini terlebih dahulu sudah diterbitkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI nomor 14 tahun 2021 Tentang Alur Pipa dan/Atau Kabel Bawah Laut, untuk jalur kabel bawah laut yang ditetapkan dalam permen ini dapat dilihat pada gambar diatas. Segala bentuk perizinan tersebut sudah dikirimkan ke Provinsi masing-masing.

 

Pengerjaan kabel bawah laut ini dimulai dengan pembersihan segala benda yang berpotensi memberi gangguan terhadap operasional kabel ini, baik itu yang ada di permukaan maupun di kolom perairan. Salah satu benda yang dianggap dapat menganggu operasional kabel ini adalah Rumpon, sehingga pihak PT.XL Axiata.Tbk menunjuk perusahaan Mitra untuk melaksanakan FADs Clearence (Pembersihan Rumpon). Perusahaan mitra yang ditunjuk adalah PT. Delta Anugerah Bahari Nusantara (DABN). Pihak PT.DABN kemudian mencari mitra lagi untuk berhubungan langsung dengan masyarakat pemilik rumpon, akhirnya terpilihlah lembaga Science Techno Park Universitas Hasanuddin untuk komunikasi langsung dengan nelayan terdampak. Salah satu daerah yang terkena dampak adalah Kabupaten Bulukumba, sehingga pada Tanggal 20 Juni 2022 STP UNHAS mengirim surat kepada Kepala Dinas Perikanan Bulukumba terkait Permintaan Sosialisasi FADs Clearence Survey. Sosialisasi tersebut kemudian dilaksanakan tanggal 22 juni 2022 di Lingkungan Pasaraya Baru, Kelurahan Sapolohe, Kecamatan Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba.

 

Dalam pertemuan tersebut, dicapailah kesepakatan antara pihak mitra dengan nelayan, bahwa semua rumpon yang akan dilepas akan diberikan kompensasi, rumpon yang akan dilepas adalah rumpon yang berada pada 1,5 Mill arah utara dan Selatan daripada alur kabel bawah laut. Pada pertemuan itu dihadiri sekitar 29 orang nelayan dengan jumlah rumpon yang terdeteksi sebesar 145 unit. Begitupula untuk menghindari menganggunya rumpon terhadap alur pelayaran maka Nelayan harus mengambil sendiri rumponnya di laut sekaligus sebagai serah terima. Rumpon tersebut dapat dipasang kembali karena pemutusan ini dilakukan di kedalaman bukan dipermukaan, sehingga nelayan hanya memasang pemberat. Adapun jumlah rumpon yang diputus saat ini berkisar 60 unit (update data tgl 28-08-2022). Menurut Ir. M Abduh Ibnu Hajar, Ph.D penanggung jawab kegiatan lapangan FADs Clearence, nelayan tidak perlu khawatir mengenai kompensasi, itu akan dibayarkan sesuai kesepakatan sebelumnya. Data – data rumpon yang dipotong juga sangat lengkap mulai dari dokumentasi sampai pencatatan lokasi, kedalaman air dan panjang tali rumpon yang berhasil dinaikkan. Untuk itu nelayan tetap bersabar karena pihak penyelenggara akan tetap menjaga komitmen.

 

 

Friday, August 26, 2022

BUPATI BULUKUMBA BERCENGKERAMA DENGAN MASYARAKAT

 


Pada hari rabu tanggal 24 Agustus 2022 kemarin Bupati Bulukumba bertemu langsung dengan masyarakat nelayan dan pembudidaya rumput laut di PPI Bonto Bahari. Unsur nelayan yang hadir berupa pengepul, pengecer dan nelayan itu sendiri, sementara dari pembudidaya rumput laut juga dihadiri oleh pengepul, pengolah, dan pembudidayanya. Target awal peserta hanya 100 (seratus) orang namun karena tingginya antusias dari masyarakat peserta membengkak menghampiri 150 (seratu lima puluh) orang. Acara ini sendiri tidak masuk dalam rencana APBD, namun karena kepedulian Bapak Bupati Bulukumba terhadap berbagai perisitiwa dan fenomena yang menimpa nelayan & pembudidaya saat ini maka beliau berinisiatif untuk melaksanakan pertemuan meskipun dengan cara yang sederhana.

 

Sponsored By: KLA BIOTIK

Salah satu yang menjadi keprihatinan beliau adalah terjadinya konflik antar nelayan, menurut beliau penyebabnya adalah kurangnya ikan di perairan laut sehingga fishing ground semakin berkurang sebagai akibat dari terus berkurangnya terumbu karang. Untuk itu diperlukan langkah-langkah untuk meningkatkan kembali populasi ikan baik itu perairan di sekitar Bulukumba maupun disekitar Bantaeng, langkah yang paling tepat menurut beliau adalah penyediaan rumpon. Rumpon ini berfungsi sebagai rumah ikan, dengan tersedianya rumah ikan maka schooling (gerombolan) ikan akan bertambah. Inilah yang menjadi dasar kenapa beliau menjadikan program 1.000 rumpon sebagai program prioritas dalam pemerintahannya.

 

Dalam kesempatan ini Bapak Bupati Bulukumba menyoroti rendahnya kualitas hasil tangkapan ikan di Bulukumba dimana berdasarkan pantauan ekSportir di Makassar kualitas maksimal daging ikan tuna yang berasal dari Bulukumba hanya pada standar mutu/grade II (B) dan pada umumnya hanya masuk pada kualitas III (C) bahkan tidak ada sedikitpun hasil tangkapan nelayan yang berhasil mencapai Grade 1 (A). Kurangnya kualitas hasil tangkapan ini tentunya bedampak pada penghasilan nelayan karena harga daging tuna Grade A di kisaran 150 rb – 200 rb/Kg, sementara harga daging grade B sekitar 75rb/Kg, untuk Grade C sekitar 50 rb/Kg dan Grade D hanya 20rb/Kg. Melihat besarnya selisih harga tersebut dengan rata-rata produksi Tuna Bulukumba sebesar 100 Ton/Bulan dengan dominan kualitas hanya Grade C maka selisih harga (kerugian nelayan) tiap bulan sebesar 10 Milyar Rupiah/Bulan. Asumsi potensi  kerugian ini berdasarkan perhitungan sebagai berikut :

100 Ton = 100.000 Kg

Harga untuk Grade A : 100.000 Kg x Rp.150.000 = Rp.15.000.000.000 (15 Milyar Rupiah)

Harga untuk Grade C: 100.000 Kg x Rp. 50.000 = Rp 5.000.000.000 (5 Milyar Rupiah)

Sehingga selisih yang bisa diperoleh oleh nelayan apabila hasil tangkapannya semua memenuhi Grade A sebesar 10 Milyar Rupiah. Kerugian oleh nelayan ini tentu angka yang fantastis dan sangat berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Kemampuan mereka dalam menangkap ikan sebanyak ini harus segera dibarengi dengan kemampuan dalam melakukan penanganan ikan, baik itu penanganan ikan diatas kapal maupun penanganan ikan pada saat penyimpanan dan pengiriman ke eksportir.

Tak lupa juga Bapak Bupati Bulukumba menyoroti rendahnya kualitas bibit rumput laut di Bulukumba, dimana bibit ini sudah lama digunakan sehingga kualitasnya menurun, untuk itu diperlukan perbaikan kualitas bibit agar panen rumput laut bisa meningkat. Hal ini sempat ditanggapi oleh Sekretaris Dinas Perikanan Bulukumba bahwa persoalan yang dihadapi sekarang adalah kurangnya Bibit hasil kultur jaringan yang dihasilkan oleh Balai Benih dari Kementerian KKP, begitujuga pada saat penyaluran bantuan bibit sulit untuk mendapatkan kelompok yang bersedia untuk menjadi Kebun Bibit, kelompok penerima bibit tidak diperbolehkan menjual kering hasil rumput lautnya tapi harus dalam bentuk basah (bibit) agar bibit tersebut tidak habis, namun paradigma masyarakat masih lebih condong untuk mendapatkan hasil secepatnya.

 

Pernyataan Pak Bupati juga ditanggapi oleh Nelayan bahwa rendahnya kualitas hasil penangkapan ikan disebabkan oleh rendahnya pengetahuan nelayan dalam penanganan ikan baik pada masa penangkapan maupun pada tahap pemasaran, begitupula sarana dan prasarana yang dimiliki oleh nelayan sangat terbatas dan diperlukan modal yang besar untuk memenuhi standar tersebut, sarana dan prasarana yang dibutuhkan seperti es, ruang pendingin yang memadai di kapal, Cold Storage di darat dan mobil pengangkut dengan sistem pendingin. Untuk itu mereka meminta untuk diberikan bantuan pengadaan sapra penanganan ikan dimaksud.

 

Setelah mendengar keluh kesah nelayan, Bapak Bupati kemudian menyampaikan bahwa Dinas Perikanan Bulukumba dalam waktu dekat harus segera membuat leaflet/poster cara penanganan ikan baik pada saat tahap produksi maupun pasca produksi dan menyeberkannya ke sentra-sentra nelayan agar tiap hari nelayan bisa membacanya. Begitupula untuk bantuan Bapak Bupati akan berusaha mengakomodirnya dalam APBD 2023 mendatang. Selain itu Dinas Perikanan untuk segera menyebar edaran untuk memastikan jalur-jalur tangkap di laut agar nelayan mengerti dimana mereka bisa menangkap sesuai dengan sarana alat tangkap yang mereka miliki, serta jangan lupa untuk melakukan penelitian terhadap tambak-tambak yang tidak produktif dan laporkan ke saya tutur Bapak Bupati.

Thursday, August 25, 2022

AKSI PENOLAKAN ALAT TANGKAP PERRE-PERRE DI BULUKUMBA


Imbas konflik nelayan beberapa hari lalu terus berlanjut, kali ini giliran nelayan Bulukumba yang melakukan aksi protes di DPRD dan kantor Bupati Bulukumba. Mereka menuntut agar alat tangkap jenis perre-perre ini ditertibkan karena sangat mengangu nelayan tradisional yang ada di sekitar perairan Bulukumba. Adapun tuntutan dari aksi mereka sebagai berikut :

      1.   Pemerintah Bulukumba untuk segera menerbitkan peraturan zona tangkap, penggunaan alat tangkap      dan alat bantu penangkapan ikan.

      2.  Tindak tegas nelayan yang melakukan praktek penangkapan ikan di luar peraturan yang ada.

      3.  Segera lakukan mediasi antara nelayan Bulukumba dan Bantaeng.

      4.  Pemerintah harus memberikan jaminan subsidi BBM bagi nelayan kecil.

      5.  Berikan perlindungan hukum bagi nelayan Bulukumba.


Dalam penyampaian aspirasi di DPRD mereka mendapat penjelasan bahwa Pihak Pemerintah Bulukumba akan memperhatikan dan melindungi nelayannya dan Kepala Cadang Dinas Kelautan Wilayah Selatan menjanjikan bahwa dalam waktu tidak lama Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Sulawesi Selatan akan mengeluarkan surat edaran untuk mengatur penggunaan alat tangkap perre-perre ini.

Sponsored By: KLA BIOTIK

 Aksi tersebut kemudian berlanjut ke Kantor Bupati Blukumba, mereka diterima oleh Bapak Kepala Kesbangpol, beliau menjelaskan bahwa kepedulian pemerintah terhadap persoalan ini sangat besar terbukti dengan adanya mediasi yang dilakukan langsung oleh Bapak Bupati Bulukumba dengan menjamu dan mengadirkan secara langsung Bapak Wakil Bupati Bantaeng, para Kepala OPD terkait dan perwakilan nelayan Bantaeng. Pada saat pertemuan tersebut perwakilan nelayan Bulukumba tidak dihadirkan untuk menjaga kondisifitas suasana yang sudah mulai membaik.

 

Pada kesempatan itu Kabid Perikanan tangkap Dinas Perikanan Bulukumba juga menyampaikan bahwa kami sangat memahami keresahan yang dialami oleh nelayan Bulukumba terhadap alat tangkap perre-perre ini. Sehingga Dinas Perikanan Bulukumba sudah mengambil sikap untuk mengirim surat permintaan penghentian sementara penggunaan alat tangkap ini sampai alat ini diatur secara legal oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sekedar diketahui bahwa alat ini memang belum terdaftar sebagai alat yang legal untuk digunakan namun juga belum terdaftar sebagai alat yang dilarang digunakan, mengingat alat ini adalah hasil modifikasi dan baru digunakan. Adapun alasan teknis dari Dinas Perikanan Bulukumba sebagai berikut :

     1.     Alat tangkap perre - perre ini merupakan alat tangkap yang bersifat aktif dengan memiliki sistem         kerja jaring angkat. Adapun jenis jaring yang digunakan menyerupai pukat dorong yang berbentuk         kerucut dengan bingkai segitiga. Alat semacam ini berdasarkan permenKP no.18 Tahun 2021 tidak         diperuntukan untuk menangkap ikan dengan perahu, tapi diperuntukkan untuk menangkap ikan               menggunakan tangan secara langsung sambil berjalan kaki di pantai.

    2.     Jika melihat prinsip kerja perre - perre ini dengan alat bantu lampu yang digunakan, maka alat ini         sama dengan  bouke ami  dimana lampu ditempatkan di sisi perahu kemudian ikan ditangkap juga       disisi perahu tepat dibawah cahaya lampu. Alat dengan prinsip kerja seperti ini berdasarkan           permenkp  No. 18 Tahun 2021 tidak diperbolehkan menangkap ikan di jalur 1. Hanya boleh                      menangkap di jalur 2A keatas (4 Mill).

    3.      Ukuran mata jaring alat tangkap dengan prinsip kerja bouke ami harus diatas 1 inchi, sementara          alat tangkap perre – perre (nama lokal) hanya berukuran 1mm (waring). Dengan ukuran mata jaring        seprti ini maka tidak ada selektifitas terhadap ikan yang ditangkap sehingga tidak ramah lingkungan.

    4.       Untuk menjaga keberlanjutan sumberdaya laut di perairan bulukumba, terdapat kearifan lokal yang melarang warganya utk menangkap ikan dengan menggunakan lampu, hal ini karena alat bantu lampu ini mengganggu nelayan jaring hanyut dan pemancing. Dengan adanya cahaya lampu maka ikan akan lebih fokus terhadap arah cahaya. Kearifan lokal ini memang tidak tertulis namun sudah berlangsung secara turun temurun.

    5.       berdasarkan standar FAO (Food and Agriculture Organization) sebuah organisasi dibawah naungan PBB menyebut bahwa ada 9 (Sembilan) kriteria alat tangkap dikatakan ramah lingkungan (1995) atau Standar Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF). Alat tangkap ini melanggar tiga kriteria yaitu : kriteria 1: Selektifitas Tinggi, Kriteria 6: By Catch rendah, Kriteria ke 9: Dapat diterima secara sosial.

Lebih lanjut Kabid Perikanan Tangkap Bulukumba menjelaskan bahwa dari berbagai pertimbangan teknis diatas jelas terlihat bahwa alat tangkap ini harus diatur penggunaanya dan tidak bisa digunakan sebebas kemauan kita karena ini akan berdampak pada mata pencaharian nelayan lain. Begitupula surat Plt.Kepala Dinas Kelautan Perikanan Provinsi Nomor:523/195/D2/DKP, perihal: Pengaduan Nelayan Kab. Bantaeng Terhadap Penggunaan API, Tanggal 08 Februari 2021, dimana dalam surat ini menyatakan bahwa alat tangkap ini ramah lingkungan, Surat ini kami protes karena tidak berdasarkan kajian komprehensif dimana didalamnya tidak mengkaji penggunaan alat bantu lampu yang terbukti meresahkan nelayan lain, begitupula surat ini tidak mempertimbangkan Mesh Size jaring yang sangat kecil (1 mm) sehingga akan mengambil semua jenis ikan tanpa adanya proses selektifitas, dampak dari jaring yang tidak selektif dalam menangkap ikan adalah ikan-ikan juvenile (baby ikan) juga akan ikut tertangkap bahkan telur ikan pun akan tertangkap sehingga tidak ada kesempatan bagi alam untuk mengembalikan populasi. Untuk itu terkait surat tersebut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Sulawesi Selatan sudah berjanji untuk mencabut surat tersebut dan menggantinya dengan surat edaran yang baru.

 


Untuk itu untuk menjaga kondisifitas situasi diharapkan semua pihak menahan diri, karena pemerintah akan tetap hadir disegala situasi dan memberikan solusi yang tepat dan bersifat win-win solution.

Sunday, August 21, 2022

KONFLIK PENGGUNAAN ALAT PENANGKAPAN IKAN BUKAN KONFLIK ANTAR KABUPATEN

 


Hari sabtu tanggal 20 Agustus 2022 warga Bantaeng dan Bulukumba dihebohkan dengan adanya penutupan di jalan poros kedua wilayah tersebut. Penutupan jalan poros ini menyebabkan kemacetan panjang yang mengekor hampir 1 (satu) kilometer, pemblokiran jalan ini dipicu oleh adanya konflik nelayan di perairan sekitar Bulukumba yang diakhiri dengan aksi pembakaran kapal oleh nelayan. Kapal yang terbakar ini kebetulan berasal dari Kabupaten Bantaeng sehingga isu yang berkembang seolah-olah menjadi konflik nelayan antara kedua Kabupaten, padahal konflik ini muncul akibat adanya nelayan yang merasa terganggu dari aktvitas nelayan lain yang menggunakan alat tangkap perre-perre dengan alat bantu berupa lampu.

 

Sponsored By: KLA BIOTIK

Alat bantu lampu memang biasanya digunakan untuk menarik gerombolan ikan karena ikan ini peka terhadap cahaya di malam hari, peristiwa ini lebih dikenal sebagai Fototaxis, jenis ikan yang peka terhadap cahaya biasanya berupa ikan-ikan pelagis (ikan permukaan) sementara ikan demersal (ikan karang) tidak terlalu peka terhadap cahaya karena sifat mereka lebih teritorial. kepekaan terhadap cahaya ini salah satunya disebabkan karena pada area yang terkena lampu gerombolan ikan dapat melihat dengan jelas plankton-plankton yang menjadi sumber makanan mereka. Sifat kepekaan inilah yang kemudian dimanfaatkan nelayan untuk menangkap ikan dengan mudah.

 

Namun demikian, ternyata penggunaan lampu ini bisa berdampak negatif terhadap nelayan Non Lampu, karena ikan-ikan akan tertarik kearah cahaya sementara nelayan yang tidak menggunakan lampu akan kesulitan mendapatkan ikan. Hal inilah yang memicu konflik antar nelayan karena ada nelayan yang notabene “Pendatang” menggunakan lampu diperairan tradisional mereka, sehingga nelayan lokal yang selama ini hanya menggunakan jaring insang hanyut kesulitan bersaing dalam mendapatkan ikan. Adapun alasan dari nelayan pengguna lampu adalah  wilayah perairan Bulukumba masih merupakan wilayah NKRI dan tidak dikenal batas-batas Kabupaten pada wilayah perairan. Anggapan ini memang benar namun jangan lupa bahwa penggunaan alat bantu ini diatur pada PermenKP No.18 Tahun 2021, dimana pada permen ini diatur penggunaan alat bantu lampu untuk semua jenis alat tangkap yang bersifat aktif dan mobile hanya boleh digunakan diatas jalur penangkapan ikan 1A (2 Mill) atau tidak boleh diperairan pantai, adapun alat tangkap dengan lampu yang dibolehkan di perairan pantai hanya yang bersifat menetap seperti Anco dan Bagan Tancap.

 

Meskipun dalam permenKP No.18 Tahun 2021 tidak menyebut secara spesifik alat tangkap perre-perre yang digunakan oleh nelayan bantaeng karena alat tangkap jenis ini memang baru dan belum diidentifikasi oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, namun secara prinsip kerja alat ini termasuk dalam golongan jaring angkat dengan bantuan lampu dan diatur dalam lampiran permen bahwa alat sejenis ini hanya boleh beroperasi diperairan 2 Mill keatas. Kejadian serupa juga pernah terjadi pada alat tangkap yang bernama cantrang, alat ini merupakan modifikasi dari alat tangkap terlarang yaitu pukat Harimau, karena pukat harimau dilarang di aturan formal nelayan berusaha “mengelabui” aturan dengan memodifikasi pukat harimau menjadi cantrang, sayap kayu pukat harimau dihilangkan dan berganti nama menjadi cantrang. Akhirnya cantrang pun mendapat penolakan diberbagai wilayah karena prinsip kerjanya masih sama dengan pukat harimau.

 

Selain itu, berdasarkan standar FAO (Food and Agriculture Organization) sebuah organisasi dibawah naungan PBB menyebut bahwa ada 9 (Sembilan) kriteria alat tangkap dikatakan ramah lingkungan (1995) atau Standar Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) yaitu :

        1.       Mempunyai selektifitas tinggi

        2.       Tidak merusak habitat 

        3.       Menghasilkan ikan yang berkualitas tinggi      

        4.       Tidak membahayakan nelayan

        5.       Produksi tidak membahayakan konsumen

        6.       By Catch rendah

        7.       Dampak ke biodiversity rendah

        8.       Tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi

        9.       Dapat diterima secara sosial.

 

Dari ke Sembilan kriteria diatas, alat tangkap perre-perre ini tidak memenuhi kriteria ke Sembilan karena jenis alat tangkap itu tidak dapat diterima secara sosial oleh masyarakat lokal, dan kemungkinan juga tidak memenuhi kriteria 1 & 6 karena ukuran mata jaring yang digunakan berlum distandarisasi sehingga semua jenis dan ukuran ikan akan tertangkap oleh alat tangkap ini.

 

Dengan berbagai polemik diatas, untuk mengatasi konflik ini berlaurt-larut diperlukan upaya mediasi antara kedua belah pihak, kekerasan yang dilakukan oleh nelayan dengan cara main hakim sendiri memang tidak dapat dibenarkan, namun prinsip mencari nafkah juga harus ditekankan agar tidak menganggu pihak lain.

Monday, August 15, 2022

MENAKAR KESIAPAN DAN EFEKTIVITAS PELAKSANAAN BULAN CINTA LAUT


Bulan Cinta Laut merupakan rencana terobosan program yang diluncurkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, program ini bertujuan baik karena memberi kesempatan kepada Laut untuk “pulih” setelah di ekstrakasi selama 11 (sebelas) bulan lamanya setiap tahun. Dengan adanya  1 (satu) bulan yang disiapkan agar nelayan tidak lagi menangkap ikan pada bulan itu berarti memungkinkan populasi biota laut bertambah dan dapat dimanfaatkan kembali di bulan lainnya. Penghasilan nelayan yang tertunda akibat pelarangan menangkap ikan selama 1 bulan akan dikonversikan menjadi pemungutan sampah di laut. Sampah yang dipungut nelayan tersebut akan dibayar oleh KKP dengan harga ikan/Kg terendah pada daerah itu. Dengan skema ini maka nelayan tetap berpenghasilan selama Bulan Cinta Laut sementara ekosistem lautan mendapat waktu untuk memperbaiki sistem ekologi yang berlaku pada ekosistem laut dan pesisir.

 

Sponsored By: KLA BIOTIK

Program ini terkesan sangat baik karena menggabungkan antara kepentingan ekologi dan ekonomi, namun ada beberapa yang perlu diperhatikan mengenai kesiapan pelaksanaannya. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan sbb:

1    Prakiraan volume sampah di lautan 

Prakiraan volume sampah ini sangat penting karena akan berhubungan dengan biaya pembayaran sampah yang berhasil di pungut oleh nelayan, Budget yang disiapkan harus mencukupi dengan jumlah sampah yang dipungut, harus dihindari adanya gagal bayar terhadap nelayan yang berhasil memungut sampah, karena gagal bayar ini akan menyebabkan trust nelayan kepada KKP menurun dan tidak akan mengikuti lagi program KKP ini.

2.     Pengawasan Aktivitas Mengambil Sampah 

Tujuan dari Bulan Cinta Laut ini adalah untuk mengurangi atau menghilangkan sampah di laut, dengan adanya program ini maka nelayan yang bersedia mengambil sampah di laut akan mendapatkan benefit berupa penggantian dengan uang. Namun ini perlu diawasi jangan sampai nelayan mengambil sampah di daratan kemudian mengklaim bahwa sampah tersebut diambilnya dari lautan, jika seperti ini maka sampah di lautan tidak akan berkurang. Bagaimanapun mengambil sampah di daratan akan jauh lebih mudah dibanding mengambil sampah di lautan.

3.    Fasilitas Pengelolaan Sampah 

      Sampah yang berhasil dipungut oleh nelayan juga harus dipikirkan, sampah tersebut harus segera diolah sesuai standar pengolahan sampah, harus ada pemisahan antara sampah organik dan non organik agar mudah dalam pengelolaannya, jika diperlukan harus ada aktivitas reuse dan recycle yang diisiasi sendiri oleh KKP. Hal lain yang perlu dihindari adalah sampah ini tidak boleh menjadi beban baru bagi TPA-TPA yang dimana-mana di seluruh wilayah Indonesia mengalami overload dalam pembuangan sampah.

4.    Legalitas Bulan Cinta Laut

    Untuk menjamin keberhasilan program BCL ini, sangat diperlukan adanya regulasi karena pada saat pelaksanaan BCL nelayan tidak diperbolehkan untuk menangkap ikan namun “Menangkap Sampah di Laut” , dengan adanya anjuran/pelarangan untuk menunda menangkap ikan di laut berarti hal ini membutuhkan regulasi dalam bentuk permen atau sejenis produk hukum lainnya, sehingga apabila ada nelayan yang tetap menangkap ikan dapat diterapkan sanksi.

 

Selain dari ke 4 (empat) poin diatas, juga perlu diperhatikan mengenai efektivitas program ini dalam mengurangi sampah di laut. Persoalan banyaknya sampah di laut sebenarnya dimulai dari kebiasaan kita membuang sampah sembarangan baik itu sampah yang dibuang di daratan maupun sampah yang dibuang di kapal-kapal, namun sumber sampah yang paling banyak adalah sampah dari daratan sehingga tidak kalah pentingnya untuk dipikirkan bagaimana mencegah sampah itu masuk ke laut. Selain dari kampanye tertib buang sampah pada tempatnya sudah perlu didorong oleh KKP untuk membuat semacam jebakan sampah di muara-muara sungai atau kanal-kanal, karena sampah daratan yang sampai kelaut lebih banyak melalui jalur ini. Sampah harus semaksimal mungkin dicegah masuk ke laut dengan berbagai upaya. JIka upaya pencegahan ini berhasil maka program BCL di masa mendatang tidak diperlukan lagi.

 

Friday, August 12, 2022

AKSI BERSIH PANTAI WUJUD CINTA LAUT



Laut dan pantai merupakan karunia Tuhan yang sangat besar nilainya, karena laut ini berperan sangat vital terhadap kehidupan di bumi, sekitar 50% dari buangan emisi karbon di bumi diserap oleh lautan, belum lagi perannya dalam menjaga kestabilan suhu bumi, dimana laut berfungsi menyerap panas matahari di siang hari dan melepaskannya di malam hari skema inilah yang membuat suhu bumi tetap stabil dan layak untuk dihuni oleh ummat manusia. Jangan pula lupa perannya dalam menyuplai protein untuk masyarakat, bahkan suplai protein yang disumbangsihkan oleh laut juga berkisar di angka 50% baik itu berupa ikan dan biota lainnya yang bersumber dari laut.

 

Sponsored By: KLA BIOTIK

Menyadari begitu pentingnya peran laut dalam kehidupan kita diperlukan upaya pelestarian yang terus menerus untuk menjaga ekosistem laut. Untuk itu Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan melalui Cabang Dinas Kelautan wilayah selatan bekerjasama dengan pemerintah kabupaten yaitu Dinas Perikanan, Dinas LHK, Kecamatan dan kelurahan melaksanakan bersih-bersih pantai di Pantai Merpati Kecamatan Ujung Bulu Kabupaten Bulukumba. Aksi bersih pantai ini mengangkat Tema “Lestari Pantai” tema ini diharapkan menjadi pemantik kesadaran masyarakat agar tidak lagi membuang sampah di pantai. Pantai adalah teras kita bukan bagian belakang kita yang identik dengan pembuangan sampah.

 


Pada kesempatan ini para peserta pembersih pantai yang terdiri dari 300 orang berhasil memungut sampah dari laut dan pantai sekitar 500 Kg -  800 Kg sampah (Asumsi ini diambil dari asumsi motor sampah yang memuat sampah sekitar 100 Kg/Unit), aksi bersih pantai ini berlangsung hanya sekitar 1 jam dan sudah berhasil mengangkat sampah yang lumayan banyak, sehingga apabila gerakan bersih pantai ini dilakukan secara regular maka diyakini akan berdampak semakin membaiknya lingkungan pantai.

Dalam kesempatan ini Kepala Dinas LHK Kabupaten Bulukumba Drs. Alfian menyampaikan bahwa untuk mengatasi persoalan sampah maka ada 3 (tiga)  cara yang bisa dilakukan yaitu 3 R, konsep pengolahan sampah ini terdiri dari Reduce (mengurangi jumlah sampah), Reuse (menggunakan kembali barang yang masih bisa digunakan), Recycle (daur ulang). Lebih lanjut Kepala Cabang Dinas Kelautan wilayah Selatan mengungkapkan A.M. Suhriawan S, S.STP,MM bahwa Pemerintah Provinsi hanya memiliki kewenangan wilayah laut 0 – 12 Mill laut, wilayah ini tidak memiliki penduduk yang ada hanya ikan , rumput laut dan biota lainnya sehingga untuk menjaga keberlanjutan sumberdaya laut diperlukan bantuan dari Pemerintah Kabupaten karena kabupatenlah yang memiliki warga sebagai pemanfaat dari sumberdaya laut.

 

Pada kesempatan terpisah Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Perikanan Bulukumba Yusli Sandi,S.Kel,M.Si menyatakan bahwa kegiatan seperti ini meski kelihatannya berdampak kecil namun sangat berpengaruh terhadap keberlanjutan ekosistem, kegiatan ini memang mungkin tidak berhasil mengangkat seluruh sampah di pantai merpati, namun kegiatan ini diharapkan akan memantik kesadaran masyarakat pesisir untuk menjaga kebersihan lingkungan laut, jika ini dilakukan regular lambat laun warga akan terpanggil untuk turut serta secara sukarela dalam membersihkan pantainya, minimal mencegah mereka untuk membuang sampah secara serampangan di laut.

 

MARI CINTAI LAUT KARENA MENCINTAI LAUT BERARTI MENCINTAI KEHIDUPAN