Sunday, December 13, 2015

Workshop Penyusunan RENSTRA SKPD 2016 - 2021

Gegap gempita pesta demokrasi mungkin sudah surut, mungkin masih banyak yang euforia namun mungkin juga ada yang berkecil hati sebagai konsekwensi logis dari kekalahan para jagoan mereka.

Namun bagi aparatur negara semua itu tidak boleh berdampak terhadap kinerja. Diakui atau tidak sehebat apapun pemimpinnya jika aparat dibawahnya tidak mampu menterjamahkan visi yang sudah digadang maka jargon kampanye tinggal menjadi lagu nostalgia.

Untuk itu untuk mengawal visi pemimpin  maka mereka harus dilengkapi dengan perangkat perencanaan. Sehebat apapun sebuah visi jika tidak dilengkapi dengan perangkat perencanaan maka bisa dipastikan bahwa visi itu hanya menjadi impian yang mengawan-awan dan tak akan pernah sampai ke bumi.

Mungkin hal inilah yang memicu Bappeda Kab.Bulukumba melaksanakan workshop penyusunan RENSTRA SKPD. Harus diakui pelaksanaan workshop ini sangat antisipatif sehingga dapat memberi signal kepada pemimpin baru kita bahwa aparatnya sudah sangat siap menyambut visi bahkan berbagai perubahan positif yang ditawarkan. Begitupula sangat jelas tergambar bahwa aparat bulukumba sangat siap baik dari segi kapasitas maupun dari segi kuantitas.

Menurut DR. Sultan Suhab,SE,MS pemateri workshop bahwa selama ini ada 2 (dua) dosa besar yang sering dipraktekkan oleh SKPD yaitu 1. Pelaksanaan program dan kegiatan yang tidak tercantum dalam dokumen perencanaan (adanya program siluman), 2. Banyaknya program dan kegiatan yang tercantum di dokumen perencanaan namun tidak dilaksanakan oleh SKPD.

Lebih lanjut pemateri menuturkan bahwa tantangan utama dalam penyusunan dokumen perencanaan adalah:
1. Kemampuan SDM
2. Kerjasama TIM
3. DPRD
4. Data dan Informasi

Namun dari ke 4 permasalahan diatas pemateri banyak membahas point 3. Mungkin ini sudah menjadi pengalaman publik bahwa penganggaran dan penyusunan program sangat banyak dipengaruhi oleh  lembaga negara tersebut, bahkan akibat masalah ini sangat gampang kita dengan istilah Dana Aspirasi.

Selain dari poin 3 pemateri juga membahas bagaimana kesiapan SDM di SKPD,bahkan menurut beliau selama ini bagian program yang membidangi perencanaan dan monev umumnya ditempatkan orang-orang tua yang secara indikator kinerja sudah susah mengikuti kecepatan perubahan. Beranjak dari masalah ini penulis tiba-tiba memperoleh "kode" bahwa para pengambil kebijakan harus bisa menempatkan orang sesuai dengan kemampuannya bukan berdasar dengan keinginan dan kedekatan

Monday, November 23, 2015

Debat Kandidat (Pengaruhka?)

Menyimak Siaran Ulang Debat Kandidat PILKADA Bulukumba :
Mungkin ada yg merasa Belum Ada LOMPATAN pemikiran dari Semua Paslon, Penuturan Normatif dan cenderung Argumentatif tapi tidak subtantif banyak menghiasi pengaruh debat.

Betapa dengan nyata kita melihat penguasaan mengenai ekonomi makro yang masih pada tahapan pernah dengar,bukan pada tahapan Memahami dan mengetahui langkah apa yang bisa dilakukan. Ambil saja contoh ketika salah satu paslon menyebut mengenai pertumbuhan ekonomi,jika benar paslon menyakini bahwa teori pertumbuhan itu ada maka tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa ada pertumbuhan dibarengi dengan peningkatan pengangguran,jika benar itu terjadi maka dipastikan bahwa pertumbuhan itu pasti sifatnya semu,sebenarnya mengenal ciri pertumbuhan semu seperti ini tidak susah,jika pertumbuhan dibarengi dengan tingkat inflasi yang tinggi pula maka dipastikan pertumbuhan ini tidak berkualitas dan jangan MIMPI membuahkan lapangan kerja. Namun justru forum lebih tertarik membahas ekonomi tradisional yg memang sudah jalan dari jauh-jauh hari. Pembangunan struktur ekonomi daerah tidak akan pernah kokoh jika pemberlakuan sistemik ekonomi yang tidak memihak. Dimana masyarakat dipaksa produktif tapi sangat kurang intervensi positif dari pemerintah yang mengarahkannya untuk mendapat nilai tambah (Value Added) dari upayanya. Bukankah ciri ekonomi seperti ini sangat kental dirasakan pada awal revolusi industri dimana manusia bahkan ditempatkan sebagai mesin produksi,mereka diposisikan sebagai objek pembangunan bukan subjek pembangunan.

Sy mau ambil contoh di sektor kelautan,peningkatan produksi rumput laut yang berlipat sebagai konsekwensi logis dari pemberlakuan intensifikasi budidaya justru tidak datang menjadi berkah. Tiba-tiba produk mereka dinilai dengan sangat rendah, rumput laut mereka yang awalnya berharga sekitar  Rp.14.000 an / Kg jeblok ke angka Rp.6.000/kg. Lalu pertanyaan lanjutannya adalah untuk apa upaya peningkatan produksi?. Kondisi seperti ini juga terjadi di sektor lain dimana ketika panen melimpah harga pun menjadi sangat tidak bersahabat.

Lantunan bait-bait surga mengenai kekayaan alam daerah Bulukumba juga sangat banyak menghiasi telinga,padahal doktrinase seperti ini sudah selayaknya ditinggalkan. Jika kita mengingat kebelakang guru dan orang tua kita memang sangat doyan bercerita mengenai kekayaan sumberdaya,padahal secara alami buaian ini meracuni alam bawah sadar kita dan berangsur-angsur menggerus etos kerja kita. Berbeda dengan dongeng yang diceritakan oleh guru dan orang tua di Jepang,sewaktu kecil mereka sudah di doktrin bahwa negara mereka adalah negara miskin, dan satu-satunya harapan untuk membuat negara mereka kaya adalah kecerdasan dan kreatifitas anak-anaknya. Doktrin positif ini sangat berbekas sehingga karakter mereka terbentuk. Mengenai karakter ini salah satu paslon juga menyebutkannya. Namun jika melihat hasilnya sekarang diantara dua negara yang kami sebutkan yang mana paling kaya?, apakah negara yang doyan menceritakan kepada anak-anaknya bahwna negara kita kaya atau justru mereka yang di doktrin bahwa negaranya miskin?.

Namun secara keseluruhan debat ini tentu mencerahkan kita,karena mestinya kita sudah bisa menaksir wawasan dan ketulusan masing-masing paslon. Susah memang mengurainya dengan kata,karena alat untuk memilih mestinya dengan HATI/HEARTH. Dan anda tau jika kita berbicara hati pasti tidak bisa berakhir karena defenisi tentang hati memang belum tuntas hingga kini.

Saturday, October 24, 2015

Pasir Putih Pantai Bira Tinggal Kenangan

Apa yang langsung terbayang jika menyebut pantai tanjung bira?, apakah kejernihan perairan?,keramahan orang-orangnya?,atau karena budaya bahari yang masih khas?. Semua pernyataan diatas benar, tapi ada yang paling menonjol namun belum disebutkan. Apakah itu?, jawabnya adalah pantai PASIR PUTIH nya. Pasir di bira bukan hanya putih tapi terlihat bersih, berbeda dengan pantai pasir putih di bali yang masih terkesan kecoklatan.

Nah....mari mengulas sedikit kenapa pasir di pantai tanjung bira dan sekitarnya tampak putih. Daratan di kecamatan bonto bahari jika diulas dari perspektif Geologi Laut memang merupakan daratan hasil pengangkatan lempeng. Daratan ini di masa lampau jelas merupakan lautan,namun akibat pergerakan lempeng tektonik maka wilayah ini terangkat ke permukaan. Bukti-bukti bahwa bonto bahari dulu merupakan laut sangat mudah dijumpai, seperti adanya batu karang mati di daratan. Bahkan hampir keseluruhan struktur daratan di wilayah ini berupa struktur batu karang. Bahkan akibat melimpahnya batu karang ini penduduk menggunakan batu ini sebagai pagar dari kebun mereka. Selain dari dampak positif tadi, rupanya struktur tanah yang seperti itu justru menyulitkan petani dalam menggarap lahan mereka, makanya di wilayah ini sangat sulit melihat perkebunan dengan tanaman tingkat tinggi.

Namun apa hubungan pasir putih dengan uraian diatas?. 

Sedimen pantai yang terlihat putih ini sebenarnya merupakan hasil gerusan mekanik dari gelombang laut dengan dibantu dengan tenaga arus laut. Sedimen putih ini merupakan pasir  yang terbentuk dari reruntuhan biota laut yang berupa kerang-kerangan dan juga hasil pecahan karang. Berbeda dengan pasir hitam yang banyak terdapat di daratan utama dan bersumber dari hasil sedimentasi di daratan.

Oleh karena itu sediment pasir putih jauh lebih labil dibanding dengan pasir hitam karena proses pembentukan sedimen pasir putih membutuhkan waktu yang sangat lama bahkan bisa sampai ratusan tahun. Sementara sedimen pasir hitam umumnya terbentuk dari hasil aliran run off dari daratan,sehingga jumlah sediment pasir hitam tergantung pada kondisi daratan. Apabila daratan yang berada di hulu sudah mengalami degradasi maka sedimentasi di lautan pasti lebih cepat terendapkan.

Untuk itu pendekatan pengelolaan pantai pasir putih tidak boleh sama dengan pendekatan pengelolaan pantai  pasir hitam. Untuk menjaga eksistensi pasir putih maka pihak pengelola pantai harus bisa memastikan pergerakan pola arus tidak terganggu atau tetap dalam pola arus alami yang selama ini berlaku,jika pola arus terganggu atau hanya sekedar dibelokkan maka akan berdampak pada perubahan morfologi pantai.

Suplai pasir putih ini sebenarnya berasal dari pantai sekitarnya hal ini yang menyebabkan perubahan bentuk pantai sesuai musim. Yang berbahaya adalah jika manusia campur tangan, bentuk campur tangan itu bisa berupa pembangunan struktur padat/massive di pantai. Tidak bisa diragukan lagi bahwa semua bangunan massive di pantai pasti akan menganggu sistem alamiah hidrodinamika perairan. Ambil saja contoh pembangunan talud,breakwater ataupun groin. Kesemua bangunan ini jika sudah mencapai panjang 200 meteran pasti wajib amdal. Alasan pengenaan wajib amdal ini sebenarnya sudah kami jelaskan sebelumnya.

Mencermati fenomena hilangnya pantai pasir putih di pantai tanjung bira,maka kami mengambil hipotesa dari hasil observasi awal bahwa hilangnya pantai pasir putih di depan lapak-lapak jualan penduduk lokal,selain karena adanya faktor musim yang menyebabkan aliran air laut mengarah ketimur, juga kuat dugaan bahwa hilangnya pasir putih ini juga disebabkan akibat adanya bangunan massive/pasangan batu di depan lapak-lapak.(lihat gambar). Penjelesan teknis dari hal ini adalah faktor dinamika air laut. Seperti yang diketahui bersama bahwa semua pantai dipastikan memiliki arus laut secara tegak lurus dengan pantai, arus ini disebabkan oleh pasang surut. Jika terjadi pasang maka air laut akan mengalir ke arah daratan begitupula sebaliknya. Yang menjadi masalah ketika arus menuju pantai ini diperkuat oleh kekuatan gelombang,akibatnya energi mekanik yang menghantam pantai akan lebih kuat. Kekuatan arus ini juga akan bertambh 2 kali lipat ketika arus mencapai pantai dan menghantam benda masive. Akibatnya semua energi laut ini akan berbalik arah masuk ke laut kembali dan tentunya membawa sedimen pantai ke arah laut, berbeda jika di pantai terdiri dari pasir saja (tanpa bangunan massive),maka energi gelombang akan diredam sehingga sedimen pantai tidak akan terbawa kembali ke laut selain sedimen dengan ukuran yang sangat halus.

Jika ilustrasi diatas cukup susah dipahami, maka secara awam kita bisa melihat hampir semua pantai berbatu cadas akan sangat susah menjumpai sedimen pasir yang tebal di depannya,alasan dari hal ini persis sama penjelasannya dengan adanya bangunan massive yang ada di pantai.

Setelah mengetahui fenomena ini,terserah kita mau dibawa kemana masa depan pantai tanjung bira yang kita banggakan itu.

Thursday, August 27, 2015

Pemimpin Ideal Bulukumba

Momen PILKADA tiba-tiba memicu "DEMAM" baru bagi masyarakat daerah. Isu politik ini seakan mewabah ke semua segmentasi masyarakat, tak kenal profesi bahkan background pendidikan. Semuanya seakan dipandu oleh orkestra yang sedang mempersiapkan Mahakarya. Harapan masyarakat akan arah perbaikan yang segera membuncah ditambah iming-iming kesejahteraan dilantunkan bagai syair-syair yang melantun dengan rentetan nada teratur. Baitnya menjanjikan surga meski bisa dinilai fatamorgana. Buaiannya memabukkan bagai orang yang menemukan hakikatnya ditengah kegamangan mencari kenisbian hidup. Kedatangan pemimpin baru bahkan dinanti dengan kerinduan sebagaimana kerinduan ummat akan AL-Mahdi. Kepedihan dan ketidak adilan hidup yang dirasakan menuntun kita ke frustasi sehingga kita sudah mulai angkat tangan dan beranggapan bahwa harus ada orang luar yang akan segera memperbaiki keadaan meski ini sedikit mendegradasi kemampuan alami kita dalam memperbaiki keadaan yang bahkan secara transenden ditugasi sebagai khalifah yang akan menjadi rahmat bukan saja rahmat bagi mahluk hidup bahkan bagi mahluk yang tidak dikaruniai nyawa atau roh.

Namun siapa gerangan sang Ratu Adil yang bisa mengubah keadaan itu?, demokrasi telah menjanjikan itu, bahkan dia berjanji akan mengeluarkan pemimpin yang paling mengerti keadaan rakyatnya. Ideologi demokrasi ini muncul untuk mewadahi orang- orang yang punya cita-cita sebagai pemimpin, meski secara kapasitas hanya diuji dengan rasa suka oleh masyarakat, ya semuanya hanya di didukung oleh persepsi bukan perspektif. Namun sistem demokrasi patut di apresiasi karena ini lebih jelas lebih baik dari sistem monarki (kerajaan), sistem monarki ini jelas mengebiri hak orang lain bahkan cenderung berbahaya. Keberadaan individu yang menganggap garis keturunannya pantas untuk menjadi penguasa tentu sudah tidak sangat sesuai dengan zaman. Hak kuasa yang melekat padanya bukan karena dia punya kapasitas apalagi punya kearifan nan bijaksana, hal ini semakin menetapkan bahwa jika pada zaman demokrasi masih selalu diiringi dengan orang-orang yang memimpin ala monarki maka kita patut menjadi benteng utama pada keinginan seperti ini,karena sistem yang dianutnya pasti akan mengarah kepada otoriter. Lebih jauh sistem demokrasi memang dipastikan belum bisa bersanding dengan sistem Khilafah yang pernah berlaku beberapa abad lalu, namun tentu kita tidak bisa memaksakan ke arah itu, biarlah itu menjadi paham ideologis namun bukan berarti dipaksakan pada sistem masyarakat yang menganut paham yang lain.

Namun ditengah euforia demokrasi siapakah yang pantas menjadi pemimpin Bulukumba kedepan?. Jawabannya adalah orang yang mampu memimpin secara integral, pandangan seorang pemimpin tidak boleh terkotak apalagi sektoral. Ia harus mampu mengoptimasi potensi wilayah dan SDM nya. Untuk studi kasus Kab. Bulukumba maka Ia harus mampu mengelola sumber daya dari semua matra, bulukumba punuh potensi mulai dari lautan hingga kepegunungan. Meski secara dimensi spasial apalagi segi kewenangan pemerintah terpisah menjadi sektor namun visi pemimpin (bupati) tetap harus terjaga dalam bingkai sumber daya yang tidak hanya secara ekologis memiliki saling ketergantungan, melainkan dari segi ekonomi juga terintegrasi menjadi visi kemakmuran yang harus berjalan beriringan tanpa ada yang harus dinistakan.

Lihat saja bencana kekeringan, ini tidak segera menjadi isu yang seksi bagi para calon, maka sangat pantas kita berburuk sangka bahwa memang para calon ini secara kapasitas tidak memiliki kemampuan untuk mengatasi isu-isu seksi seperti ini. Kalaupun ada yang mencoba membicarakannya di pinggiran warkop maka itu hanya terbatas pada pembuatan sumur bor dan lain sebagainya yang hanya besifat jangka pendek semata. Berbeda dengan isu postur anggaran APBD tentu para calon sangat lihai membicarakan ini, ada yang mau membaginya ke desa-desa ada juga yang memberikan insentif ke masyarakat. Tentu arah kebijakan seperti ini hanya membudayakan ketidak berdayaan masyarakat, padahal isu empowerment sangat seksi dibicarakan bahkan pada tataran internasional.
Kebiasaan kita yang sangat bergantung pada pendanaan APBN/APBD memang sudah sangat menghawatirkan, maka sangat wajar jika profesi sebagai PNS di daerah tiba-tiba menjadi profesi yang sangat di idamkan oleh banyak pihak. Kenapa ini terjadi jawabnya sebagai auto kritik adalah kegagalan pemerintah dalam mengembangkan ekonomi produktif, program pemerintah lebih banyak mengarah pada bantuan yang menstimulus kemalasan. Padahal mestinya pemerintah hadir sebagai fasilitator. Pribahasa "jangan beri ikannya tapi beri pancingnya" rupanya belum mampu diterjemahkan oleh pemerintah. Kenapa ini terjadi?, tentu karena pemimpinnya tidak punya visi. Nah siapakah yang harus punya visi?, jika ditataran pemkab maka ia adalah Bupati. Visi yang saya maksud adalah kapasitas dan arah kebijakan serta kearifan. Bukan penyusunan kata-kata yang biasa dibaca secara formalistik. Visi ini sebenarnya melekat dan terinternalisasi dalam personal, sehingga bagaimanapun individu "menipu lawan" dalam menyusun visinya tetap mampu terbaca oleh masyarakat.

Nah...apa sebenarnya yang luput diperhatikan para pemimpin?. Dia adalah sumber daya yang belum mampu mengangkat harkat rakyatnya. Ambil saja contoh isu kelautan, isu ini sangat inferior dengan isu lainnya, padahal dari segi geografis Bulukumba merupakan satu-satunya kabupaten yang langsung berbatasan langsung dengan 2 (dua) lautan yaitu Laut Flores dan Teluk Bone, tentu bagi yang awam dengan ilmu laut menganggap ini biasa-biasa saja, karena secara kasat mata memandang laut flores dan teluk bone sama saja, padahal sumber daya yang terkandung di dalamnya sangat berbeda. Laut flores merupakan jalur migrasi jenis ikan bernilai ekonomis tinggi yaitu Tuna, harga tuna ini bahkan dengan ukuran tertentu mempunyai harga yang sama dengan mobil Limosine, sementara teluk bone kaya akan ikan pelagis kecil yang cocok bagi 
pengembangan home industri pengolahan. Dari aspek ini mengisyaratkan kepada kita bahwa mengelola sumber daya harus dibarengi dengan ilmu dan wawasan, tidak bisa arah kebijakan yang hanya berlandaskan atas intuisi apalagi jika di drive oleh hasrat.

Mungkin banyak yang berfikir bahwa pemimpin dalam tataran Bupati memang agak susah mengerti ke level sektor, namun memang bukan itu, bupati memang tidak boleh hanya memiliki wawasan sektor namun ia dituntut untuk memiliki keahlian dalam mengintegrasi kebijakan sektor. Keahlian ini juga yang jarang dimiliki para pemimpin khususnya pada orde reformasi. Sadar akan hal itu mestinya Bupati mampu memformulasi penempatan orang-orang yang tepat diitempatkan pada pucuk pimpinan SKPD. Terlalu naif memang jika ada tuntutan bahwa mestinya pucuk pimpinan SKPD (KADIS/KEPALA BADAN) harus berasal dari background pendidikan yang sesuai, dalam hal ini memang penulis tidak 100% setuju, karena tidak boleh dinafikan bahwa fungsi pucuk pimpinan sebenarnya adalah fungsi MANAGAMENT bukan fungsi teknis APLIKATIF. Pimpinan SKPD dituntut untuk mampu mengembangkan sistem managerial agar SDM yang ada di SKPD dan tentunya memiliki background pendidikan yang sesuai dengan bidang SKPD nya mampu dipergunakan untuk mampu memformulasi kebijakan yang bersifat ilmiah, bukan formula kebijakan yang berdasar atas asumsi apalagi emosi. Tentu dengan berdasarkan ini maka kedepan kita harus berani memilih pemimpin yang tidak mencampur aduk kepentingan politik dan keluarganya. Bupati yang baru harus berani menetapkan bahwa selain level Kadis maka pejabat yang ada di bawahnya harus punya ke ilmuan yang sesuai karena pejabat yang ada di bawah kadis ini lah yang akan setiap hari bersentuhan langsung dengan urusan teknis yang tentunya membutuhkan basis keilmuan. Tentu ini sangat susah karena euforia politik menuntut bupati terpilih untuk memberi ucapan terima kasih atas pemenangannya. Tim-tim ini termasuk keluarga tentu harus mendapat tempat karena tidak menutup kemungkinan ada oknum aparat yang menjadi tim suskses terselubung meski secara hukum positif sangat susah dibuktikan. Orang-orang ini tentu harus dicarikan tempat, namun jika tempat yang disiapkan adalah level pucuk pimpinan SKPD maka itu cukup wajar, karena kapasitas yang dibutuhkan memang hanya kapasitas managerial bukan kapasitas ilmu teknis.

Nah, apa urgensi menempatkan orang yang punya kapasitas?. Tentu ini bisa membantu bupati terpilih untuk membangun frame pembangunan yang terintegrasi. Ambil contoh bencana kekeringan dan kehancuran terumbu karang yang ada di bulukumba, bencana ini akan terus terulang karena arah kebijakan sektoral masih terus dipraktekan. Kekeringan misalnya tidak hanya semata-mata disebabkan karena curah hujan yang sangat minim namun karena upaya pertahanan resapan air yang ada di hulu tidak menjadi prioritas. Justru kebijakan lebih banyak kepada pembangunan irigasi yang tentunya secara logis tidak bisa terpakai jika tidak lagi memiliki sumber air. Dampak lain dari kerusakan hutan adalah tingginya sedimentasi yang terbawah oleh debit air sungai berdampak pada hancurnya ekosistem terumbu karang. Sedimen yang terbawa menutup area karang sehingga karang tersebut tidak bisa berkembang biak lagi, maklum terumbu karang merupakan mahluk yang membutuhkan fotosintesa dan membutuhkan respirasi, sehingga wajar saja di kecamatan gantarang sangat susah menjumpai terumbu karang dalam kondisi sehat. Berdasarkan data DKP bahwa terumbu karang dalam kondisi rusak saat ini 50,3 %, jika ini berlanjut maka sumber penghasilan nelayan menjadi sangat terganggu, terumbu karang ini merupakan tempat berlindung dan mencari makan bagi ikan-ikan yang menjadi tangkapan nelayan.

Permasalah lain, pemerintah saat ini kerap kali menanggulangi masalah masyarakat menyerupai "pemadam kebakaran" mereka datang pada saat masalah terjadi tidak melalui proses perencanaan sistematis. Kembali ke bencana kekeringan pemerintah datang memberi solusi jangka pendek dengan pendekatan sumur bor,padahal mestinya ini sudah diantisipasi jauh-jauh hari dari selain menata hutan juga masyarakat mestinya dipersiapkan untuk menanggulanginya, karena bencana EL NINO yang membawa kekeringan sebagai akibat dari peningkatan suhu muka air laut sebenarnya merupakan siklus alami yang sangat bisa diprediksi. Salah satu langkah antisipatif adalah stimulasi masyarakat untuk membuat bank-bank air secara mandiri, biasanya bank air ini cukup 5% saja dari luasan sawah. Nah pada saat musim kemarau petani bisa memanen air pada bank air ini,tentu bagaimana teknis bank air ini tidak sempat dijelaskan secara teknis. Tentu ini hanya contoh pendekatan menyelesaikan masalah pasti jauh lebib banyak pendekatan yang lebih baik lagi dan tentunya hanya bisa dipikirkan oleh aparat yang punya kapasitas. Kegiatan yang lebih banyak memicu ketergantungan masyarakat mestinya perlahan-lahan dikurangi, biarkan mereka berdaya sendiri.

Untuk itu masyarakat Bulukumba dituntut untuk berkomitmen mencari pemimpin ideal, tak peduli dia keluarga kita, karaeng kita, sekampung kita, konjo,bugis,jawa dan lain sebagainya tidak lagi menghiasi kolom kampanye kita. Satu yang pasti, jika cara memilih pemimpin masih seperti dulu yang lebih banyak disebabkan kalau saya pilih DIA maka saya DAPAT APA?. Maka yakin saja bahwa perubahan yang kita damba sama sekali tidak bisa diharapkan. Jika kita ingin pemimpin yang baik,tulus dan bijaksana maka para pemilih dulu yang harus berubah.

Saturday, August 22, 2015

Bibit Rumput Laut KULJAR (Kultur Jaringan)

Permasalahan utama budidaya Rumput Laut saat ini adalah semakin menurunnya kualitas rumput laut. Penurunan kualitas ini tentu sangat berimbas pada penurunan harga, jika tidak lama ini pembudidaya rumput laut sempat menikmati harga kisaran Rp.10.000-Rp.15.000 maka saat ini turun hingga 8 ribuan saja. Tentu ini aneh karena komoditas yang berbasis ekspor seperti Rumput Laut ini mestinya mengalami kenaikan harga ditengah pelemahan kurs, namun itu tidak terjadi saat ini sehingga membuat pembudidaya tidak sempat "berbulan madu" dengan turunnya nilai rupiah terhadap dollar amerika.

Setelah melakukan investigasi singkat penulis mendapatkan informasi bahwa salah satu musabab penurunan harga rumput laut adalah penurunan kualitas. Rumput laut kita semakin lama semakin kerdil dengan kadar Karagenan yang semakin menciut pula, tentu hal ini membuat harga akan turun karena yang di ekspor sebenarnya bukan keseluruhan rumput lautnya melainkan kadar karagenan yang terkandung di dalamnya. Tentu dalam tulisan ini tidak sempat diutarakan apa sebenarnya karagenan itu, yang jelas sebagai gambaran umum karagenan ini bisa berfungsi sebagai bahan polimer,bahan kosmetik,obat-obatan bahkan bisa juga dijadikan sebagai bahan kue agar-agar, meski sebenarnya bukan karagenan yang sering dibuat sebagai kue agar - agar melainkan Alginat yang bersumber dari rumput laut jenis Gracillaria.

Penyebab dari penurunan kualitas rumput laut ini selain dipengaruhi oleh faktor kualitas perairan namun juga sangat dipengaruhi oleh kualitas bibit rumput laut itu sendiri. Bibit rumput laut yang selama ini digunakan adalah bibit rumput laut yang digunakan belasan tahun lalu oleh pembudidaya pada saat awal pengembangan rumput laut dikembangkan di Bulukumba. Maklum perkembang biakan rumput laut itu bisa dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu Vegetatif dan Generatif. Nah cara vegetatif inilah yang selama ini dipakai dimana rumput laut yang dipanen akan disisakan sebagian untuk kembali dijadikan bibit, rumput laut yang sudah tua itu dipotong-potong pada bagian ujungnya kemudian diikatkan kembali pada tali untuk dibesarkan. Bisa dibayangkan aktifitas pembudidayaan ini sudah berulang-ulang secara belasan tahun, yang artinya bibit yang dipakai sekarang adalah bibit yang juga dipakai oleh pembudidaya belasan tahun lalu dan belum pernah berganti. Akibatnya hasil panen rumput laut lambat laun semakin kerdil dan kadar karagenannya juga semakin menurun, selain itu rumput laut yang ada sekarang rentan terhadap penyakit seperti adanya bintik putih.

Untuk itu diperlukan upaya peremajaan bibit dengan cara menggantinya dengan bibit yang betul-betul baru. Selama ini pengadaan bibit rumput laut yang dilakukan bahkan Dinas Kelautan dan Perikanan sendiri selalu menggunakan bibit lokal yang bisa dipastikan bahwa bibit tersebut sudah tua sebagaimana yang telah dijelaskan diatas. Pada tahun 2015 ini pihak DKP Bulukumba melakukan terobosan dengan mendatangkan secara langsung Bibit Rumput laut yang berkualitas tinggi yaitu bibit KULTUR JARINGAN yang langsung di ambil dari Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung. Sekedar informasi KULJAR ini sebenarnya dikultur di laboratorium BIOTROP Bogor,lembaga ini memang terkenal telah banyak melaksanakan pemuliaan tanaman (rekayasa genetik),namun untuk rumput laut tergolong baru. Hasil pemuliaan Biotrop ini kemudian di budidayakan skala lapangan oleh balai besar budidaya laut di Lampung dan untuk saat ini lampung sendiri dianggap balai yang paling berhasil di Indonesia dalam membudidayakan KULJAR ini,meskipun banyak balai budidaya lain yang juga coba mengembangkannya seperti yang ada di Takalar dan NTB.

Rumput Laut KULJAR ini sendiri sudah mengalami uji multi lokasi dan diperoleh hasil bahwa umumnya rumput laut hasil Kuljar dari lampung ini memiliki perkembangan yang bagus dan cukup tahan terhadap penyakit. Secara genetik bibit ini juga merupakan perpaduan dari berbagai sumber rumput laut yang unggul dan menurut sumber dari balai besar lampung bahwa rumput laut asal sulawesi juga menjadi sumber genetik dari rumput laut kuljar ini. Sebenarnya secara kasat mata bibit ini bisa terlihat keunggulannya dimana thallus yang dimiliki cukup besar dengan tangkai thallus yang sangat rimbun (memiliki percabangan yang banyak). Hal ini juga diakui oleh penerima bantuan bibit yang berdomisili di Gantarang pagi ini, menurutnya dia juga baru kali ini melihat bibit dengan jumlah percabangan sebanyak ini. Semoga bibit ini juga cocok dengan karakter perairan bulukumba.

Pengadaan KULJAR ini sebenarnya banyak mengalami tantangan, seperti tantangan harga,sumber bibit yang sangat jauh sampai pada benturan bisnis pembibit rumput laut lokal. Banyak pihak yang menginginkan agar pembelian bibit sebaiknya di bulukumba saja, namun dengan adanya konsistensi yang kuat oleh Bapak Kepala Dinas Drs. ALFIAN dan Pejabat Pembuat Komitmen Fachry Amal,S.Pi akhirnya spesifikasi bibit yang diadakan tetap sesuai dengan niatan awal untuk memperbaiki mutu dari bibit rumput laut di Bulukumba.

Bibit Rumput Laut KULJAR (Kultur Jaringan)

Permasalahan utama budidaya Rumput Laut saat ini adalah semakin menurunnya kualitas rumput laut. Penurunan kualitas ini tentu sangat berimbas pada penurunan harga, jika tidak lama ini pembudidaya rumput laut sempat menikmati harga kisaran Rp.10.000-Rp.15.000 maka saat ini turun hingga 8 ribuan saja. Tentu ini aneh karena komoditas yang berbasis ekspor seperti Rumput Laut ini mestinya mengalami kenaikan harga ditengah pelemahan kurs, namun itu tidak terjadi saat ini sehingga membuat pembudidaya tidak sempat "berbulan madu" dengan turunnya nilai rupiah terhadap dollar amerika.

Setelah melakukan investigasi singkat penulis mendapatkan informasi bahwa salah satu musabab penurunan harga rumput laut adalah penurunan kualitas. Rumput laut kita semakin lama semakin kerdil dengan kadar Karagenan yang semakin menciut pula, tentu hal ini membuat harga akan turun karena yang di ekspor sebenarnya bukan keseluruhan rumput lautnya melainkan kadar karagenan yang terkandung di dalamnya. Tentu dalam tulisan ini tidak sempat diutarakan apa sebenarnya karagenan itu, yang jelas sebagai gambaran umum karagenan ini bisa berfungsi sebagai bahan polimer,bahan kosmetik,obat-obatan bahkan bisa juga dijadikan sebagai bahan kue agar-agar, meski sebenarnya bukan karagenan yang sering dibuat sebagai kue agar - agar melainkan Alginat yang bersumber dari rumput laut jenis Gracillaria.

Penyebab dari penurunan kualitas rumput laut ini selain dipengaruhi oleh faktor kualitas perairan namun juga sangat dipengaruhi oleh kualitas bibit rumput laut itu sendiri. Bibit rumput laut yang selama ini digunakan adalah bibit rumput laut yang digunakan belasan tahun lalu oleh pembudidaya pada saat awal pengembangan rumput laut dikembangkan di Bulukumba. Maklum perkembang biakan rumput laut itu bisa dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu Vegetatif dan Generatif. Nah cara vegetatif inilah yang selama ini dipakai dimana rumput laut yang dipanen akan disisakan sebagian untuk kembali dijadikan bibit, rumput laut yang sudah tua itu dipotong-potong pada bagian ujungnya kemudian diikatkan kembali pada tali untuk dibesarkan. Bisa dibayangkan aktifitas pembudidayaan ini sudah berulang-ulang secara belasan tahun, yang artinya bibit yang dipakai sekarang adalah bibit yang juga dipakai oleh pembudidaya belasan tahun lalu dan belum pernah berganti. Akibatnya hasil panen rumput laut lambat laun semakin kerdil dan kadar karagenannya juga semakin menurun, selain itu rumput laut yang ada sekarang rentan terhadap penyakit seperti adanya bintik putih.

Untuk itu diperlukan upaya peremajaan bibit dengan cara menggantinya dengan bibit yang betul-betul baru. Selama ini pengadaan bibit rumput laut yang dilakukan bahkan Dinas Kelautan dan Perikanan sendiri selalu menggunakan bibit lokal yang bisa dipastikan bahwa bibit tersebut sudah tua sebagaimana yang telah dijelaskan diatas. Pada tahun 2015 ini pihak DKP Bulukumba melakukan terobosan dengan mendatangkan secara langsung Bibit Rumput laut yang berkualitas tinggi yaitu bibit KULTUR JARINGAN yang langsung di ambil dari Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung. Sekedar informasi KULJAR ini sebenarnya dikultur di laboratorium BIOTROP Bogor,lembaga ini memang terkenal telah banyak melaksanakan pemuliaan tanaman (rekayasa genetik),namun untuk rumput laut tergolong baru. Hasil pemuliaan Biotrop ini kemudian di budidayakan skala lapangan oleh balai besar budidaya laut di Lampung dan untuk saat ini lampung sendiri dianggap balai yang paling berhasil di Indonesia dalam membudidayakan KULJAR ini,meskipun banyak balai budidaya lain yang juga coba mengembangkannya seperti yang ada di Takalar dan NTB.

Rumput Laut KULJAR ini sendiri sudah mengalami uji multi lokasi dan diperoleh hasil bahwa umumnya rumput laut hasil Kuljar dari lampung ini memiliki perkembangan yang bagus dan cukup tahan terhadap penyakit. Secara genetik bibit ini juga merupakan perpaduan dari berbagai sumber rumput laut yang unggul dan menurut sumber dari balai besar lampung bahwa rumput laut asal sulawesi juga menjadi sumber genetik dari rumput laut kuljar ini. Sebenarnya secara kasat mata bibit ini bisa terlihat keunggulannya dimana thallus yang dimiliki cukup besar dengan tangkai thallus yang sangat rimbun (memiliki percabangan yang banyak). Hal ini juga diakui oleh penerima bantuan bibit yang berdomisili di Gantarang pagi ini, menurutnya dia juga baru kali ini melihat bibit dengan jumlah percabangan sebanyak ini. Semoga bibit ini juga cocok dengan karakter perairan bulukumba.

Pengadaan KULJAR ini sebenarnya banyak mengalami tantangan, seperti tantangan harga,sumber bibit yang sangat jauh sampai pada benturan bisnis pembibit rumput laut lokal. Banyak pihak yang menginginkan agar pembelian bibit sebaiknya di bulukumba saja, namun dengan adanya konsistensi yang kuat oleh Bapak Kepala Dinas Drs. ALFIAN dan Pejabat Pembuat Komitmen Fachry Amal,S.Pi akhirnya spesifikasi bibit yang diadakan tetap sesuai dengan niatan awal untuk memperbaiki mutu dari bibit rumput laut di Bulukumba.

Sunday, June 28, 2015

KINI PENDISTRIBUSIAN BANTUAN LANGSUNG KE MASYARAKAT BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN MENGGUNAKAN APLIKASI


Sudah menjadi pemandangan umum bahwa masyarakat pesisir utamanya yang berprofesi sebagai Nelayan dan Pembudidaya Ikan hidup dalam taraf ekonomi lemah. Hal ini karena pekerjaan mereka memiliki tingkat resiko yang jauh lebih tinggi. Nelayan dalam melakukan penangkapan ikan sebenarnya tidak pergi menangkap ikan melainkan pergi berburu ikan karena mereka tidak tau secara pasti dimana perairan yang mempunyai banyak gerombolan ikan, akibatnya biaya operasional untuk menangkap ikan sangat tinggi bahkan terkadang nelayan ini pulang tanpa hasil karena tidak berhasil menemukan gerombolan ikan. Kondisi ini juga terjadi pada pembudidaya, dimana budidaya ikan tidak selamanya berhasil, keberhasilan budidaya sangat bergantung pada kondisi cuaca dan berbagai faktor eksternal lainnya sehingga mereka juga terkadang gagal panen dan tidak mendapat apa-apa.
Memperhatikan kondisi Nelayan dan Pembudidaya Ikan diatas, maka diperlukan intervensi dari pihak pemerintah apabila hal yang telah disebut diatas terjadi. Pemerintah tidak boleh berpangku tangan akan masalah yang mereka hadapi karena mereka adalah pahlawan protein yang menghidupi dan mencerdaskan masyarakat kita. Peran nelayan dan pembudidaya ikan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sangat tidak bisa dipungkiri, dimana sebagaimana yang sudah kita ketahui bahwa unsur protein dalam menu makanan keseharian lebih banyak diperoleh dari ikan.
Adapun intervensi yang bisa dilakukan pemerintah adalah dengan cara mengurangi unsur-unsur pengeluaran (expenditure) nelayan dan pembudidaya. Cara yang umum dilakukan adalah dengan memberikan bantuan sarana dan prasarana perikanan seperti bantuan Kapal dan jaring untuk nelayan dan bantuan bibit dan pakan untuk pembudidaya ikan. Dengan pemberian bantuan seperti ini dipastikan ongkos produksi mereka menurun dan membantu nelayan dalam menghadapi resiko-resiko yang mereka hadapi.
Namun demikian, penyaluran bantuan kepada nelayan dan pembudidaya ikan ini tidak selamanya sesuai dengan tujuan awalnya. Bantuan perikanan ini mestinya diutamakan kepada masyarakat yang kurang mampu, namun karena sesuatu hal kondisi ideal tersebut terkadang tidak bisa diterapkan. Penyaluran bantuan ini sering terkesan jatuh pada mereka yang kurang membutuhkan (salah sasaran) dan banyaknya penerima bantuan yang mendapatkan bantuan secara berulang-ulang.
Pihak Dinas Kelautan dan Perikanan sebenarnya sudah berusaha untuk meminimalkan kesalahan tersebut, namun dengan sistem verifikasi penerima bantuan yang masih manual menyulitkan pegawai untuk mendeteksi segala kemungkinan yang telah disebutkan diatas. Begitupula intervensi-intervensi pihak luar yang mempunyai pengaruh sangat susah di hindarkan karena pihak Dinas Kelautan dan Perikanan tidak mempunyai alat untuk menghindari hal – hal yang telah disebutkan sebelumnya terjadi.
Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan diatas reformer membuat tools untuk menyaring calon penerima bantuan sesuai kriteria, penyaringan ini dilaksanakan secara digital sehingga tidak memungkinkan lagi ada penerima bantuan yang berulang. 
1.    Tujuan Dari Pembuatan Aplikasi ini 
     a)    Tersusunnya Data Base calon penerima bantuan bidang kelautan dan perikanan secara time series dan terintegrasi.
b)    Tersusunnya Pedoman Umum penyaluran bantuan bidang kelautan dan perikanan.
c)    Tersedianya aplikasi sederhana dengan bantuan Visual Basic Microsoft Excel.
2.    Manfaat Aplikasi 
Manfaat yang dapat diperoleh dari adanya aplikasi ini yaitu :
1.    Tercapainya pendistribusian bantuan yang tepat sasaran.
2.    Tersedianya kriteria yang jelas masyarakat penerima bantuan.
Tersedianya Tools untuk mencegah salah sasarannya penyaluran bantuan bidang kelautan dan perikanan.
Kenapa harus Menggunakan Aplikasi ??
Bantuan langsung yang diberikan kepada masyarakat pada hakekatnya merupakan sebuah langkah untuk membantu masyarakat dalam mengatasi kendala-kendala yang dihadapi dalam aktifitas kesehariannya. Bantuan ini hanya bersifat stimulus dan tidak bersifat terus menerus dan juga tidak memberikan seluruh kebutuhan masyarakat secara keseluruhan, namun hanya memberi bantuan sebagian kecil dari kebutuhan mereka agar kemandirian mereka tetap terjaga.
Pemberian bantuan ini sangat penting utamanya bagi nelayan dan pembudidaya karena resiko failure (kegagalan) panen sangat tinggi, sehingga pemerintah harus mengurangi resiko yang mereka hadapi. Namun seiring dengan banyaknya nuansa kepentingan yang berlaku dalam kehidupan sosial masyarakat rupanya bantuan ini terkadang jatuh ke tangan yang kurang tepat, bahkan sering dijumpai penerima bantuan adalah mereka yang mempunyai kapasitas ekonomi yang kuat dan juga banyak dijumpai bahwa penerima bantuan sering mendapat bantuan secara berulang-ulang (terus menerus) dikarenakan mereka mempunyai kedekatan dengan para pengambil kebijakan.
Selain karena pendistribusian bantuan ini mendapat intervensi dari oknum yang punya kekuatan politik, pihak verifikator dari Dinas juga belum mempunyai alat (tools) untuk menyeleksi dengan baik calon penerima bantuan ini. Seleksi selama ini masih dilakukan secara manual dan tentunya sangat rentan dengan kekeliruan mengingat jumlah pemohon bantuan sangat banyak dan tentunya tidak bisa diteliti dengan cara manual.

Untuk itu diperlukan sebuah cara baru untuk pendistribusian bantuan ini dengan cara menerapkan aplikasi formula digital data. 
Adapun Interface dari Aplikasi yang telah disusun adalah sebagai berikut ;

Interface Home Aplikasi
            Dari gambar diatas terlihat Halaman Muka dari aplikasi. Pada halaman muka ini para user akan disajikan 4 (empat) jenis menu yang bisa langsung di Klik untuk masuk ke Aplikasi. Empat menu tersebut terdiri dari menu DATABASE yang berfungsi sebagai menu untuk membawa kita ke Form Input data dan Data Base Calon Penerima yang telah diinput sebelumnya, Menu LACAK berfungsi untuk melacak calon penerima bantuan yang mendaftarkan diri kembali sebagai calon penerima bantuan, dengan menu ini maka dipastikan bahwa penerima bantuan tidak akan mungkin lagi terulang (dobel). Menu selanjutnya adalah menu PRIORITAS, dari menu ini bisa terlihat prioritas penerima bantuan sehingga tidak akan ada lagi calon penerima bantuan yang tidak masuk kategori namun langsung mendapat bantuan. Menu terakhir adalah menu Pedoman Umum, menu ini berfungsi untuk memberi pemahaman kepada operator aplikasi mengenai kriteria dan mekanisme penyaluran bantuan, dengan menu ini calon penerima bantuan yang merasa dirugikan bisa langsung di minta untuk masuk ke menu ini untuk melihat aturan main dalam penyaluran bantuan.

Interface Data Base untuk Input data
            Pada interface ini terlihat data base calon penerima bantuan secara digital, perbedaan mendasar antara data base non digital pada atribut-atribut data, dimana pada data base digital kita bisa memanggil data sesuak mungkin hanya dengan memanggil atribut yang telah di input sebelumnya.
            Sementara itu untuk menambah data base ini cukup dengan menekan tombol INPUT DATA maka form penginputan data sebagai berikut :

Interface Form Input Data
            Pada interface ini terlihat bahwa untuk menginput data dilakukan secara digital, untuk menghindari kesalahan penginputan sebagaimana pada penginputan biasa pada Microsoft Excel tanpa menggunakan data Macro (Visual Basic). Dalam form tersebut juga tersedia menu Jenis Proposal yang sudah tersedia dalam sistem sehingga selain yang tersedia dari sistem tersebut tidak akan terinput.

Interface Menu LACAK
            Menu selanjutnya adalah menu LACAK, pada interface ini kita bisa melacak data calon penerima bantuan berdasarkan Nomor Kartu Tanda Penduduk (KTP) beserta identitas dan jenis bantuan yang di inginkan, dengan menu ini maka penginputan dengan nomor KTP yang berbeda mustahil akan terjadi.
Interface Menu Prioritas
            Pada menu ini secara otomatis calon penerima bantuan akan tersusun dilengkapi dengan status prioritasnya, dimana jika pada kolom empat akan muncul keterangan secara otomatis Sangat Prioritas (Warna Hijau), Prioritas (Warna Kuning) dan Bukan Prioritas (Warna Merah). Dengan menu ini para verifikator dari Dinas Kelautan dan Perikanan tidak perlu repot lagi untuk membongkar data manual. Data dalam menu prioritas ini memang tidak akan serta merta menjadi penerima tapi akan langsung di verifikasi secara langsung di lapangan.
            Untuk menu PEDOMAN UMUM hanya merupakan menu LINK untuk mengantarkan kita pada Pedoman Umum pendistribusian bantuan yang telah diputuskan oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bulukumba.
            Dari berbagai interface aplikasi diatas, tentunya tidak serta merta dibikin begitu saja. Namun melaui proses yang sangat panjang sebagaimana yang tercantum dalam Milestone proyek perubahan ini. Menu dan interface aplikasi ini dibuat berdasarkan hasil rapat yang beberapa kali dilaksanakan dan akhirnya menghasilkan Surat Keputusan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Nomor: Kpts. 30/Din.KP/V/2015 Tentang Pedoman Umum Pendistribusian Bantuan Bidang Kelautan dan Perikanan Berbasis Formula Digital Data.

Thursday, May 14, 2015

Cara Menjaga Ekosistem Karang: Tambah Lebih Banyak Populasi Ikan

Ikan adalah resep kunci dalam cara baru untuk mendiagnosa dan merestorasi ekosistem terumbu karang yang terdegradasi, menurut peneliti dari Institusi Ilmu kelautan Australia , WCS, James Cook University, dan organisasi lainnya pada studi yang baru-baru ini dilaksanakan dipublikasi dalam jurnal Nature. Untuk ekosistem terumbu karang yang over fishing, restorasi populasi ikan menunjukkan peran kunci untuk merestorasi fungsi kritis ekologi. Secara moderat cara ini memberi pengetahuan ikan mana yang bisa ditangkap, seberapa banyak, dan berapa yang harus disisakan di alam. Para peneliti banyak yang berspekulasi bahwa mempertahankan dan merestorasi populasi ikan akan meningkatkan ketahanan terumbu karang terhadap ancaman yang lebih luas seperti perubahan iklim. Secara umum terumbu karang di dunia mengalami krisis, beberapa wilayah pesisir mengalami ancaman seperti overfishing, pencemaran, pembangunan di pesisir serta ancaman perubahan iklim. Menurut World Resources Institute, sekitar 75 persen terumbu karang dunia terancam dan lebih dari 20 persen sudah punah semenjak perubahan iklim dan intensifnya industri perikanan 30 tahun terakhir. Pada saat yang bersamaan, hanya 27 persen terumbu karang dunia yang ada masuk dalam wilayah perlindungan laut.

Mengambil terlalu banyak ikan herbivor dan ikan pemangsa akan menyebabkan kondisi kritis terhadap terumbu karang dan akan mengurangi kapasitasnya dalam merespon perubahan di sekitarnya, seperti melimpahnya populasi alga yang akan menutupi karang bahkan membunuhnya karena ikan herbivor yang bertugas memakan alga sudah berkurang sehingga tidak mampu mengontrol populasi alga.

Untuk itu diperlukan pembatasan penangkapan ikan dengan mengetahui berapa jumlah populasi• Berdasarkan penelitian terumbu karang yang tidak memiliki populasi ikan sekitar 1,000 kilograms per hectar berarti terumbu karang tersebut sudah terancam,meskipun secara fisik terumbu karang yang ada masih bagus secara kasat mata.• Dan jika dalam 1 hektar sisa ditemukan biomass ikan sekitar 100 Kg maka wilayah tersebut sudah terdegradasi• 

Oleh karena itu selain upaya pengawasan sumber daya laut yang intensif, upaya merestorasi populasi ikan juga sangat diperlukan dalam menjaga keberlanjutan produksi perikanan.

Sebenarnya pihak Dinas Kelautan dan Perikanan melalui Subag Program sudah berkali-kali mengusulkan upaya restocking/sea ranching namun selalu mentok karena secara politis tidak kuat,kalangan umum masih berpandangan bahwa jumlah ikan di laut masih sangat banyak. Kegiatan yang favorit adalah bantuan ke nelayan dan pembudidaya karena ini juga nantinya berkorelasi positif dengan perolehan suara bagi para politikus.



Saturday, May 9, 2015

Laut Kita Berubah Jadi Lautan Sampah Plastik, Akankah?

Semua bahan yang terbuat dari plastik identik dengan sifat fisik yang rapuh dan mudah terbakar. Keberadaan bahan ini sangat membantu simplisitas kehidupan moderen kita yang terbiasa dengan kehidupan instan,bahkan seluruh peralatan harian kita sangat di dominasi oleh bahan ini,lihat saja peralatan makan dan minum kita,peralatan mandi,peralatan dapur,peralatan kerja dan berbagai peralatan lainnya sangat banyak yang terbuat dari bahan plastik.

Akibatnya, besarnya buangan plastik nyaris tidak bisa dihindari,namun yang lebih menyulitkan adalah sampah plastik ini sangat sukar terurai secara alami bahkan untuk mengurainya memerlukan waktu ratusan tahun, tentu masa penguraian ini tidak sebanding dengan laju buangan plastik ke alam. Selain itu budaya pengelolaan sampah plastik jika tidak dibuang langsung ke alam justru diolah dengan cara dibakar, cara ini tentu saja sangat berbahaya bagi lingkungan karena plastik yang terbakar mengeluarkan senyawa toksik.

Sampah plastik yang tidak sempat terolah dipastikan akan mengalir ke laut dan terakumulasi disana.Akumulasi plastik ini menimbulkan masalah baru karena akan mengganggu ekosistem laut seperti menutupi terumbu karang dan juga dari banyak kasus ditemukan menyebabkan kematian biota laut seperti penyu. Penyu merupakan biota laut pemakan ubur-ubur, sehingga dengan banyaknya plastik yang melayang-layang dilaut menyebabkan penyu ini terkecoh untuk memakannya karena sampah plastik sangat mirip dengan ubur-ubur yang sedang mengapung di lautan. Akibatnya sistem pencernaan penyu menjadi terganggu karena plastik tentu saja tidak bisa dicerna oleh penyu.

Saat ini lautan di planet bumi telah dipenuhi sampah plastik, bahkan baru-baru ini sebuah penelitian menyebutkan bahwa sampah plastik yang terbawa ke lautan mencapai 8 juta metrik ton per tahun, atau sebagai perbandingan sama jika anda memasukkan 2.740 ekor gajah jantan ke laut perharinya.

Bagi sebagian dari kita yang hidup di Indonesia, permasalahan sampah juga dapat dijumpai disekitar lingkungan kita. Sampah plastik dengan mudah dapat dijumpai di lautan, di pesisir pantai, hingga di sungai. Pantai tidak pernah sepi dari sampah plastik, mulai dari kantong plastik, botol minuman dan yang lainnya.

Melihat besarnya ancaman sampah plastik di lautan,sungguh aneh dipandang mata dan kurang sedap di dengar oleh telinga karena kementerian yang membidangi Kelautan dan Perikanan di Indonesia justru beberapa tahun terakhir lagi gencar-gencarnya membuat rumah ikan (apartmen fish) yang terbuat dari plastik, bahan plastik yang dibentuk sedemikian rupa ini diharapkan mampu menarik gerombolan ikan dan menetap disana, tentu mimpi petinggi KKP ini terkesan agak kurang bisa diterima karena bahan rumah ikan ini terbuat dari plastik yang dalam waktu yang lama akan mengalami kerapuhan dan berangsur-angsur tergerus oleh arus laut. Gerusan arus ini akan menambah limbah plastik di lautan, limbah plastik yang ada di lautan bukan hanya yang dapat dipandang secara kasat mata,namun juga banyak dipenuhi oleh sampah-sampah renik yang berukuran mikro.

Meneruskan proyek Rumah Ikan seperti yang dilakukan oleh KKP sama saja membantu laut kita penuh dengan plastik, sebuah langkah aneh dengan dalih ilmiah yang sama sekali tidak ilmiah. Kelatahan pengambil kebijakan dalam melaksanakan kegiatan harus segera dikurangi, proyek fish apartmen ini bukan hanya menghambur uang tapi menambah limbah plastik di laut. Mungkin sudah susah memang menemukan sebuah kegiatan yang berasal dari kajian komprehensif, susah tapi pasti bisa...


Wednesday, April 8, 2015

Tambak Intensif Siap Jadi Solusi Sumber Devisa Negara

Tak bisa disangkal negara yang kita namakan Indonesia ini sangat gemar melakukan impor, akibatnya daya mata uang kita (Rupiah) jika harus Head to Head dengan mata uang lainnya selalu loyo, lihat saja jika dibandingkan dengan US Dollar sudah menyentuh level Rp.13.000/Dollar, ini bahkan sudah menempatkan Indonesia sebagai pemilik mata uang sampah.

Jika gaya hidup kita masih konsumeristik jangan harap Rupiah berjaya,jangan harap harga barang-barang akan turun. Hal yang bisa dilakukan adalah meningkatkan produktifitas negara secara komprehensif dengan mengintensifkan potensi komparatif dan kompetitif kita. Sudah banyak Grand Strategy yang dikeluarkan pemerintah, salah satu yang terkenal dalam era pak Harto adalah REPELITA. Didalam strategi pembangunan ini dimulai dari menjadi negara agraris sampai menuju era tinggal landas menjadi negara INDUSTRI. Tapi sayang kita gagal tinggal landas,saat ini kita masih diposisi Run Way dan gagal terbang tinggi sebagai negara Industri,bahkan terkesan semakin mundur kebelakang karena swasembada bahan pangan gagal dicapai.

Pertanyaan yang muncul kenapa kita gagal tinggal landas?,kalau menurut penulis karena kita gagal mengidentifikasi potensi komparatif dan kompetitif kita. Saat itu kita sangat latah untuk menjadi Industri High Tech terbukti dengan didirikannya IPTN dan adanya program Mobil Nasional (MOBNAS) yang tentu jauh panggang dari api. Padahal jika kita identifikasi secara mendalam industri yang sangat potensial dikembangkan adalah industri bidang kelautan,perikanan dan pertanian. Industri dibidang ini secara umum tidak tergolong dalam industri High Tech dan tentunya sangat dibutuhkan jika ditarik garis linier dengan potensi geografis kita. Bisa kita perhatikan mesin-mesin pertanian,perikanan dan maritime saat ini hampir semuanya barang import, itupun didominasi oleh mesin-mesin china yang kualitasnya sangat jauh dari harapan. Andai arah industri kita waktu itu diarahkan ke industri seperti ini dipastikan kita sudah bisa mandiri dan tak perlu buang devisa untuk membeli mesin-mesin sederhana seperti itu.

Namun tidak ada waktu untuk menangisi kegagalan itu kita bisa mulai sekarang, masih banyak sumber-sumber yang bisa dimaksimalkan untuk mengintensifkan pendapatan negara. Salah satu yang bisa dilakukan adalah mengintensifkan produksi yang mempunyai nilai ekspor tinggi,jangan terlalu berharap dengan tambang karena itu hanya merusak lingkungan dan sebentar lagi juga akan habis.

Komoditas yang sangat potensial untuk mengalirkan Dollar masuk adalah  UDANG,komoditas ini masih menjadi buruan pasar internasional karena yang bisa memproduksi udang dengan baik hanya negara tropis dan lokasi yang terbaik itu adalah kita. Namun untuk mencapai itu perlu perubahan paradigma dalam pengembangan tambak intensif, berdasarkan pola lama tambak yang baik adalah tambak yang bisa dijangkau dengan air laut sehingga suplai air ke tambak menjadi lancar. Namun ternyata tambak seperti ini banyak menimbulkan masalah, pertama pembukaan tambak di lahan basah merusak lingkungan, ekosistem mangrove dibabat habis. Kedua aktifitas budidaya tidak bisa bertahan lama karena air tambak tidak bisa dikontrol sepenuhnya,kadang banyak tambak yang sangat sukar mengalami pengeringan, akibatnya kondisi tanah tambak memburuk dan tidak bisa mendukung kehidupan udang.

Untuk itu pengembangan tambak idealnya berada diatas pasang surut, hal ini memudahkan kepada pembudidaya untuk menentukan secara pasti kapan harus mengisi air tambak dan kapan harus mengeringkannya. Langkah yang seperti ini rupanya sudah mulai dikembangkan di Kabupaten Bulukumba, dimana tambak tidak dibuat di wilayah pasang surut atau area ekosistem mangrove melainkan ditempatkan di area yang lebih tinggi sehingga memudahkan dalam melakukan pengontrolan air tambak.

Pada tanggal 8 April 2015 kembali di inisiasi pengembangan tambak intensif di Tanah Lemo Kec. Bonto Bahari,upaya ini sebenarnya melengkapi tambak intensif yang sudah ada sebelumnya yaitu tambak PT.SITO LESTARI. Pengembangan ini semakin menambah daftar pengusaha tambak yang berinvestasi di Kab. Bulukumba, tentu ini mempunyai dampak positif dan mempunyai multiplier effect. Namun tidak bisa dilupakan juga bahwa pembangunan tambak ini juga akan berdampak negatif, dampak yang paling utama adalah pencemaran perairan sebagai akibat dari buangan air dari tambak. Tambak intensif menggunakan pola introduksi pakan yang sangat banyak dan bisa dipastikan bahwa tidak semua pakan dimaksud akan termakan oleh udang.

Untuk itu dalam penyusunan dokumen UKL dan UPL yang dipresentasikan oleh saudara Tamsil,S.Kel di Kantor Badan Lingkungan Hidup Kab. Bulukumba bahwa hal itu bisa dihindari dengan menggunakan tandon air limbah dengan mengisi rumput laut dan kerang-kerangan agar zat biotik yang sangat tinggi dari limbah bisa terurai.

Namun berdasarkan respon dari Dinas Kelautan dan Perikanan yang diwakili oleh Bapak Yusli Sandi,S.Kel,M.Si bahwa bukan hanya potensi limbah berbahaya yang dihasilkan oleh tambak melainkan ada potensi gangguan Relung (Niche) ekologi yang terganggu, karena komoditas yang akan dipelihara adalah jenis udang Vanname yang merupakan udang spesies asing sehingga dikhawatirkan akan mengganggu udang lokal seperti udang windu. Namun Bapak Tamsil segera merespon bahwa lokasi tambak ini jauh dari muara sehingga mungkin tidak akan terlalu mengganggu relung ekologi dari udang windu,adapun udang lokal lain seperti udang api-api menurutnya tidak akan terlalu terpengaruh. Hal lain yang akan dilakukan untuk menghindari ini adalah pemasangan filter di saluran buang.

Setelah respon dari berbagai pihak akhirnya pertemuan seminar UKL UPL ini ditutup dengan kesepakatan bahwa pembangunan tambak ini visible dilakukan dari aspek lingkungan, tentu saja banyak yang harus dilakukan oleh pihak pemrakarsa antara lain rutin melakukan pengukuran kualitas air di perairan sekitar.

Monday, April 6, 2015

"Hari Nelayan" dan Transformasi Nilai

Tepat tanggal 6 april setiap tahunnya oleh beberapa kalangan nelayan dan stakeholders lainnya diperingati sebagai hari nelayan nasional. Awal mula perayaan ini sebenarnya dimulai dari adanya tradisi penyerahan sesajen di wilayah pantai pelabuhan ratu,ritual tersebut ditujukan kepada empunya laut "Nyi Roro Kidul". Meski kebiasaan ini awalnya dimulai dari satu wilayah saja namun seiring dengan rutinnya pelaksanaan dan banyaknya publikasi media memicu dijadikannya hari tersebut sebagai hari nelayan nasional.

Jika beranjak dari sejarah perayaan hari nelayan tersebut sangat tidak sesuai dengan kondisi kekinian, jika ini dilanjutkan justru akan memicu dekadensi moral dan akhlak, dan sama sekali tidak berdampak positif terhadap perbaikan ekonomi nelayan.

Perspektif perayaan ini sudah harus ditransformasi, dari ritual yang bersifat mistik menuju ke ritual yang bersifat ilmiah. Ritual pemberian sesajen kelaut ini tidak perlu dihapus melainkan perlu di inovasi dari memberi sesaji berupa hewan dan makanan manusia yang dibuang percuma ke laut menjadi sesaji yang bermanfaat bagi ekosistem lautan. Sesaji yang berdampak positif itu bisa berupa penebaran sesaji berupa bibit ikan yang ditebar ke laut, para nelayan yang selama setahun mengambil ikan di laut tepat pada tanggal 6 april harus mengembalikan ikan itu kembali ke laut,akhirnya populasi ikan yang terus menurun sebagai akibat dari eksploitasi secara terus menerus bisa ditingkatkan kembali.

Jika hal ini juga bisa dilaksanakan secara serentak dan simultan secara nasional akan memberi efek yang sangat berharga terhadap potensi perikanan kita dan perayaan hari nelayan nasional tidak lagi berbau berhala.

Namun demikian pemerintah melalui semangat kebangkitan nelayan ini mesti mengambil peran terdepan, kesan pemerintah selama ini terkesan lebih banyak tinggal di belakang. Hal ini bisa dilihat ketika pergerakan harga BBM untuk melaut yang mulai merangkak naik cenderung didiamkan pemerintah, bahkan pemerintah khususnya kementerian kelautan dan perikanan hanya bisa mengandalkan program dengan pola lama yaitu SPDN. Mereka beranggapan masalah solar nelayan sudah bisa dihadapi dengan kehadiran SPDN ini, padahal harga BBM di SPDN (Solar Packed Dealer untuk Nelayan) juga mengalami fluktuasi atau dengan kata lain menyebabkan ketidak pastian harga.

Membiarkan nelayan dalam ketidak pastian harga BBM ini sama halnya menambah sekian banyak ketidak pastian yang dialami nelayan, salah satu ketidak pastian itu adalah belum pastinya lokasi penangkapan ikan (fishing ground) sehingga mereka sebenarnya tidak pergi menangkap ikan secara langsung, mereka harus mencari ikan dulu kemudian menangkapnya apabila berhasil mendapatkannya. Ketidak pastian lain yang harus dihadapi nelayan adalah harga hasil tangkapan ikan yang fluktuatif, jika hasil tangkapan ikan melimpah jangan harap nelayan dengan serta merta akan mendapatkan peningkatan penghasilan, biasanya ketika produksi ikan melimpah harga bisa dipastikan akan turun.

Dari berbagai ketidak pastian itu, sudah saatnya pemerintah berdiri di depan untuk memberi kepastian

Semoga....

Sunday, April 5, 2015

Menuju Kebangkitan Produksi Udang di Kab. Bulukumba

Udang utamanya jenis Panneus Monodon (udang windu) merupakan komoditas andalan budidaya perikanan. Komoditas ini merupakan salah satu penyumbang terbesar devisa negara non migas.

Dengan harga yg cukup fantastis sebagai konsekwensi logis dari sebuah barang export yang berkisar Rp.100.000/kg.Petambak mestinya tampil sebagai kasta profesi yang cukup tinggi. Bahkan bisa di posisikan sebagai profesi paling bergengsi di Indonesia. Bahkan katanya petambak udang hanya perlu menjual "kumis" udang jika ingin beli mobil, maklum saat itu kepala udang juga dinilai cukup lumayan oleh para pengusaha,karena kepala udang ini selain bisa diolah menjadi terasi juga ternyata mempunyai kandungan yang berupa chitin yang bisa dijadikan sebagai bahan pengawet alami.

Bisa dibayangkan bagaimana sejahteranya petambak udang ini karena dengan "kumis" (kepala udang) saja bisa beli mobil,bagaimana kalau menjual dagingnya?. Tentu sudah bisa beli rumah ataupun berbagai aset bernilai tinggi lainnya.

Namun cerita diatas hanya terjadi di awal tahun 90 an,setelah masa itu cerita kejayaan udang mulai pudar. Masa keemasan udang ini dimulai dengan diberlakukannya budidaya tambak intensif, tambak-tambak yang ada dipaksa berproduksi secara besar-besaran tanpa memperhatikan aspek resilience / daya lenting lingkungan tambak. Begitu banyak perlakuan yang merusak lingkungan seperti penggunaan pestisida,pemberian pakan berlebihan dan tidak dilakukannya praktek pengolahan tanah dasar tambak yang memadai,akibatnya banyak tanah dasar tambak yang masam (PH rendah),implikasi dari hal ini tanah tambak menjadi kurang subur dan menyebabkan pemupukan tanah sudah tidak berarti lagi,bahkan pemupukan tersebut justru akan menjadi racun pada tambak yang masam.

Penyebab lain kerusakan tambak adalah perusakan ekosistem mangrove sebagai ekosistem alami udang ini. Dengan massivenya permintaan udang pembabatan mangrove juga semakin massive dan ini berlanjut hingga kini. Aspek lain yang biasa terlupakan adalah pengadaan bibit udang,banyak kalangan berpendapat bahwa kemunduran produksi udang juga sangat dipengaruhi oleh bibit udang yang di import dari luar negeri. Berdasarkan teory konspirasi pihak luar merasa khawatir dengan tampilnya Indonesia sebagai produsen udang yang besar,sehingga mereka berusaha menanamkan potensi virus pada turunan indukan import yang kita beli,jika diuji indukan ini bebas virus namun keturunan indukan ini direkayasa sedemikian rupa agar rapuh terhadap terjangkitnya virus,hal ini kemudian menginfeksi udang lain di Indonesia,akhirnya pelan namun pasti Industri udang hancur berantakan,dimana-mana dengan mudah dijumpai usaha budidaya udang yang mangkrak.

Kejadian memilukan diatas sebenarnya sudah lama coba diantisipasi,salah satu institusi yang concern akan hal tersebut adalah BPPBAP (Balai Pengembangan dan Penelitian Budidaya Air Payau) di Maros. Mereka bekerja sama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Bulukumba pada awal februari 2015. Kedua institusi ini sepakat untuk menerapkan Budidaya Tambak dengan Bantuan Probiotik. Ilustrasi yang paling gampang mengenai penerapan probiotik ini adalah pada Minuman Yakult,dimana untuk melawan bakteri kita lawan dengan bakteri pula,bukan dengan penggunaan anti biotik apalagi obat-obatan berbahaya lainnya.

Untuk kerjasama awal antara BPPBAP Maros dan DKP Kab.Bulukumba disepakati lokasi percontohan adalah Babana Ujung Kec. Ujung Loe. Namun mungkin yang luput dari perhatian adalah bahwa substrat/tanah dasar tambak di daerah di maksud adalah berpasir. Keunggulan tambak berpasir biasanya adalah tanahnya bebas dari tanah masam,namun kelemahannya selain bersifat poros juga sangat miskin dengan zat hara,sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa bukan penerapan PROBIOTIK yang diperlukan untuk tambak seperti ini.Karena fungsi bakteri baik dalam probiotik selain berfungsi sebagai penetral bakteri jahat juga berfungsi untuk mensekresi kandungan biotik yang menumpuk di dasar tambak,dan biasanya penumpukan kandungan biotik ini lebih sering terjadi pada dasar tambak yang berlumpur.

Hal yang dibutuhkan pada tambak berpasir sebenarnya lebih banyak ke perbaikan konstruksi tambak dan perbaikan nutrient di dasar tambak,kebutuhan probiotik tidak terlalu mendesak. Tanda-tanda ini sebenarnya sudah dialami petambak dimana setelah pemupukan warna air tambak tidak berubah (bening) yang artinya kandungan nutrient di tambak ini tidak cukup untuk mendukung kehidupan udang karena tidak ada pertumbuhan plankton yang bisa menjadi pakan alami. Untuk mengantisipasi shortage/kekurangan nutrisi ini penulis menyarankan untuk memberi pakan tambahan dan memberi perlidungan tambahan diatas tambak mengingat kedalaman tambak dibawah 50 cm,hal ini sangat berbahaya bagi kehidupan udang. Sementara alasan dari peneliti BPPBAP bahwa tambak ini dulunya menggunakan pestisida masih belum bisa diyakini karena belum ada uji untuk itu,penulis lebih meyakini bahwa plankton tidak tumbuh karena nutrient di tambak berpasir memang sangat miskin.

Meski demikian langkah BPPAP maros dan DKP Kab.Bulukumba ini sangat bagus untuk mengembalikan kejayaan udang,meski sebenarnya masih banyak yang harus di diskusikan/dikaji lebih mendalam.Tentu autokritik ini lebih bertujuan untuk perbaikan.


Jangam sampai model penanggulangan masalah kita terkesan latah dan tidak menyentuh persoalan.