Friday, June 13, 2014

Profil Pengembangan Ikan Tuna Di Bonto Tiro Kabupaten Bulukumba

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sponsored By:
            Bulukumba merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi Perikanan yang cukup besar, hal ini dapat dilihat dari kondisi geografis Kabupaten Bulukumba yang memiliki garis pantai sepanjang 128 km. Sehingga memungkinkan pengembangan usaha-usaha yang bergerak di bidang Kelautan dan Perikanan.
            Salah satu produk perikanan yang sangat potensial untuk dikembangkan di Kabupaten Bulukumba adalah ikan tuna, hal ini karena selain potensi letak geografis yang menunjang, Bulukumba juga didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai dalam usaha perikanan pada umumnya, dan usaha penangkapan ikan tuna pada khususnya.


            Meskipun potensi perikanan Bulukumba cukup melimpah, namun pemanfaatan Sumber Daya Perikanan belum maskimal, disebabkan karena kurangnya sarana dan prasarana yang memadai dalam mendukung upaya penangkapan tersebut, seperti tonnage kapal yang kurang, dan informasi letak fishing ground yang tidak up to date.
            Oleh karena itu dibutuhkan suatu upaya dalam meningkatkan produk perikanan itu. Salah satu cara yang mendukung usaha tersebut adalah revitalisasi Kelautan dan Perikanan. Hal ini sejalan dengan draft kebijakan umum APBD Bulukumba tahun 2006 tentang kewenangan bidang perikanan dan kelautan yang diarahkan pada revitalisasi bidang perikanan dan kelautan.
            Begitupula upaya revitalisasi sesuai dengan visi pembangunan kelautan dan perikanan Kabupaten Bulukumba tahun 2006 yaitu, Mewujudkan pemanfaatan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan secara berkesinambungan dan bertanggung jawab.
1.2. Tujuan
            Tujuan Pengembangan Ikan Tuna di Desa Para-Para adalah :
*      Meningkatkan pendapatan masyarakat dan memperluas kesempatan kerja
*      Meningkatkan mutu produk ikan tuna
*      Terwujudnya pemenuhan gizi masyarakat
*      Membangun daerah pesisir dan mengurangi ketimpangan antar wilayah.
1.3. Sasaran
            Adapun sasaran dari pengembangan ikan tuna di desa para-para ini adalah sebagai berikut :
*      Terfasilitasinya peran serta dunia usaha perikanan tuna.
*      Penguatan kelembagaan masyarakat perikanan tuna terhadap akses inovasi
*      Permodalan dan pasar dalam rangka meningkatkan produktivitas dan pendapatan masyarakat.
*      Penyerapan tenaga kerja
*      Peningkatan nilai tambah dan daya saing produk untuk ekspor serta pengentasan kemiskinan nelayan.

 BAB II
KONDISI REAL DUSUN PARA-PARA
2.1.  Kondisi geografis
            Para-para merupakan salah satu dusun yang terletak di Kelurahan Ekatiro, Kecamatan Bontotiro, Kabupaten Bulukumba. Dimana kehidupan masyarakatnya tidak bisa dilepaskan dari nuansa bahari, hal ini karena secara geografis Para-para merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan lautan yang memungkinkan kapal penangkap ikan dapat mendaratkan hasil tangkapannya.  Begitu pula dapat dilihat dari banyaknya penduduk setempat yang bermata pencaharian sebagai nelayan.
2.2.  Potensi Usaha Penangkapan Ikan Tuna
            Potensi Usaha Penangkapan Ikan Tuna di dusun para-para terdiri atas :
*      Jumlah armada penangkapan ikan tuna/cakalang sebanyak 60 unit dengan ukuran kapal, panjang 10 M, Lebar 2 M dan dalam 1,2 M dengan bobot 6 GT.
*      Perahu pemancing sebanyak 240 buah dengan  ukuran perahu, Panjang 3 M, Lebar 0,7 M dan dalam 0,4 M.
*      Dari segi Sumber Daya Manusia (SDM) setiap kapal dengan bobot 6 GT terdiri dari 4  -  7 orang ABK, yang terdiri dari 1 koordinator /masinis dan 4 – 6 orang pemancing.
*      Jumlah tangkapan ikan tuna rata-rata permusim sekitar 100 ton.


BAB III
PROSES PENANGKAPAN DAN PENGOLAHAN HASIL TANGKAP
3.1. Proses Penangkapan
*      Pada umumnya para nelayan dusun para-para melakukan penangkapan ikan tuna di sekitar perairan teluk bone dan laut flores (sekitar selayar), dengan lama penangkapan di laut 7 sampai 10 hari dalam satu trip. Biasanya musim puncak penangkapan terjadi pada bulan april sampai juli, musim penangkapan normal/biasa september – oktober dan musim paceklik bulan november sampai maret.
*      Dalam satu trip penangkapan rata-rata kelompok nelayan membutuhkan sekitar 200 liter solar dan 10 liter minyak tanah. Adapun banyaknya es yang digunakan untuk penangkapan pada musim puncak sekitar 100 – 200 balok es.
3.2.  Proses Penanganan Hasil Tangkap
3.2.1. Proses Penanganan di Laut
*      Ikan yang telah ditangkap diangkat dari perahu pemancing kemudian dikumpulkan ke Collecting Boat
*      Diatas kapal pengumpul, isi perut dan insang ikan dikeluarkan dengan menggunakan pisau pemotong ikan, dengan tujuan mencegah terjadinya pembusukan/kerusakan dini pada ikan.
*      Ikan yang telah dibersihkan isi perut dan insangnya, disiram dengan air laut kemudian dimasukkan ke dalam palka dengan dilapisi es hingga rata, dengan perbandingan kurang dari 1 : 1
*      Hasil tangkapan yang sudah diolah tersebut, kemudian dibawa langsung ke pengumpul.


3.2.2. Proses Penanganan di Darat (Pengumpul)
*      Hasil tangkapan yang didaratkan, kemudian dikumpulkan di lantai Handling  yang berupa papan
*      Ikan kemudian dibersihkan dari darah dan kotoran yang tersisah dengan menggunakan air
*      Ikan yang telah bersih kemudian di sortir sesuai ukuran dan jenis ikan
*      Setelah itu, ikan dimasukkan ke dalam cold box yang terbuat dari kayu pada bagian luar dan seng yang diberi insulator gabus pada bagian dalam
*      Ikan yang sudah dimasukkan tersebut, kemudian diberi es balok dan es curah secara merata pada tiap lapisan ikan tuna, dengan perbandingan tuna dan es 1 : 1.



BAB IV
SISTEM PEMASARAN
Sponsored By:
            Pada umumnya hasil tangkapan ikan tuna yang berasal dari dusun para-para dikumpulkan oleh para pengusaha setempat, lalu dipasarkan ke perusahaan-perusahaan perikanan di Makassar, yang memberi penawaran tertinggi.
            Perusahaan-perusahaan perikanan tersebut kemudian mengekspor ke negara-negara pengimpor. Negara yang paling tinggi permintaannya terhadap ikan Tuna adalah negara Jepang.
            Namun, nelayan dalam memasarkan produknya memiliki posisi tawar (bargaining position) yang lemah, karena harga ditentukan oleh pengusaha-pengusaha sehingga nelayan terpaksa menjual hasil tangkapannya dengan harga yang rendah. Begitupula rendahnya pengetahuan Quality Control nelayan terhadap produk tangkapannya menyebabkan para penyortir di perusahaan dengan seenaknya untuk menjustifikasi bahwa ikan yang dijual tersebut tidak memenuhi standar, meskipun pada realitasnya ikan tersebut berkualitas baik. Implikasi dari hal tersebut adalah harga yang ditawarkan ke nelayan/pengumpul lokal berada pada level terendah.


BAB V
                        RUMUSAN MASALAH DAN RENCANA PROGRAM
5.1. Permasalahan
            Dalam upaya pengembangan ikan tuna/ cakalang di dusun para – para menghadapi berbagai kendala sebagai berikut :
*      Lemahnya penanganan mutu ikan pasca tangkap karena terbatasnya keterampilan, sarana dan bahan pengawet
*      Sub sistem transportasi dalam rangka mempertahankan mutu belum berkembang secara baik, sehingga diperlukan waktu transport yang cukup lama untuk sampai ke processing
*      Rendahnya pengetahuan teoritis masyarakat dalam menunjang penangkapan ikan tuna seperti pengetahuan letak fishing ground berdasarkan kondisi oseanografinya, pengetahuan tentang kualitas produk dan lain-lain.

Oleh karena itu, diperlukan upaya dan fasilitasi agar kemitraan antar eksportir dan nelayan tuna dapat lebih ditingkatkan. Serta penguatan kelembagaan dan pengetahuan masyarakat nelayan ikan tuna.
5.2. Rencana Program
*      Perbaikan sarana trasportasi guna menunjang kelancaran pemasaran hasil tangkap
*      Realisasi pembangunan pengisian bahan bakar untuk nelayan (SPDN)
*      Jaminan kepastian harga hasil tangkapan dalam bentuk  intervensi pasar
*      Pendidikan kelautan dan berbagai fenomenanya, kepada Nelayan
*      Pemberdayaan masyarakat pesisir dalam rangka menumbuhkan kemandirian.

Referensi;
---------2005. Cetak Biru: Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Sulawesi Selatan; Sasaran, Strategi dan Program Prioritas 2005 – 2009. Pemprov Sul – Sel dan HKTI. Makassar.

---------2006. Revitalisasi Kelautan dan PerikananKabupaten Bulukumba. Dinas Kelautan dan Perikanan. Bulukumba.

--------2006. Draft : Kebijakan Umum APBD Tahun 2006. Pemerintah Kabupaten Bulukumba. Bulukumba.

Mappewali, M dan Kuntjoro, H. 2005. Sistem Penangan Ikan Tuna, Dusun Para-Para, Kabupaten Bulukumba. Bulukumba.















No comments:

Post a Comment