Sunday, February 14, 2016

MAJUKAN BULUKUMBA DENGAN “OBAMA”


OBAMA mendadak menjadi kata populer pasca PILKADA Kabupaten Bulukumba, namun obama ini bukanlah sang presiden Amerika Serikat yang telah memimpin negara adidaya itu selama 2 (dua) periode beruturut – turut. Kata OBAMA justru hanya berupa akronim dari Orang BAru MAsuk (OBAMA) yang mana sebelum Pilkada berlangsung orang tersebut mendukung paslon lainnya dan baru mengaku bagian dari pendukung paslon pemenang PILKADA pasca ditetapkannya sebagai pemenang. Kata ini cenderung terkesan ejekan dan dikhawatirkan akan menganggu roda pemerintahan ke depan, karena pelabelan OBAMA bisa saja menimbulkan friksi dan memupuk tumbuhnya oposisi.

Namun penulis pada kesempatan ini tidak berlarut pada issue seperti itu, semakin kita mempermasalahkan hal tersebut berarti semakin kuat indikasi bahwa tahapan demokratisasi yang dijalankan selama ini masih jauh dari kata ideal. Bukankah PILKADA bukan untuk membuktikan siapa menang dan siapa kalah?, tapi tujuannya adalah untuk mencari sosok pemimpin ideal, ideal dari Kapasitas, Ideal dari Karakter dan Ideal dari berbagai hal. Karena identifikasi kata ideal ini bersifat abstrak dan cenderung berbeda dari orang per orang, makanya untuk mempersatukan persepsi ideal secara kumulatif diperlukan sebuah Voting untuk mengakhiri perdebatan-perdebatan mengenai kondisi ideal sang pemimpin.

Berangkat dari tujuan untuk meMAJUkan Bulukumba, maka tidak ada pilihan lain agar pemimpin kedepan harus merangkul dengan Mesra para OBAMA. Namun sebelum berlanjut, siapakah sebenarnya OBAMA itu, kenapa Bulukumba bisa maju jika OBAMA ini menjadi Mainstream dalam pembangunan?.

OBAMA yang kami maksud disini sama sekali tidak ada hubungannya dengan istilah yang muncul pasca PILKADA yang telah kami urai diatas. Namun OBAMA yang kami maksud sekarang adalah Orang yang BerjiwA MAritim disingkat OBAMA. Orang berjiwa maritim (OBAMA) ini sangat dibutuhkan untuk mengakselerasi pembangunan, karena selama ini kiblat pembangunan kita sudah terlampau lama menjadikan daratan sebagai mainstreaming dalam pembangunannya. Padahal jika kita mau bernostalgia ke belakang, sama sekali kejayaan Nusantara tidak ada yang dilatar belakangi budaya agraris yang justru pada masa Orde Baru menjadi poros utama pembangunan. Lihat saja kerajaan SRIWIJAYA, kerajaan ini adalah kerajaan maritim terbesar di ASIA pada waktu itu, kekuasaanya justru membentang sampai Malaysia bahkan ada beberapa sejarawan yang meyakini sampai ke Thailand dan Vietnam. Begitupula Kerajaan Majapahit yang menguasai seluruh nusantara, tentu hal ini tidak lepas dari armada LAUT Patih Gadjah Mada yang melakukan ekpedisi panjang ke seluruh pelosok nusantara. Dan jangan lupa Kerajaan GOWA-Tallo, kerajaan ini sangat berjiwa maritim, seluruh benteng-benteng yang dibangun berdekatan dengan laut, akibatnya kerajaan Gowa pada saat itu sangat sukar ditaklukkan oleh Belanda. Penaklukan baru bisa terlaksana setelah mendapat bantuan dari kerajaan pribumi lainnya. Kejayaan itu bahkan hingga kini masih bisa ditelusuri di banyak negara-negara, seperti Malaysia, Singapura, Thailand dan Beberapa negara afrika. Di negara-negara tersebut hingga kini masih bisa ditemukan perkampungan bugis-makassar, meski secara fisik sudah susah menemukan orang bugis apalagi yang melafalkan bahasa bugis-makassar.

Namun di era modern saat ini, bagaimana perspektif Maritim sebenarnya?, tentu kita tidak bisa larut dalam nostalgia kebesaran Maritim di masa lampau, karena memang kontesnya sudah berbeda. Bagaimana mewujudkan visi pembangunan yang bernafas MARITIM?. Sebelum masuk ke aspek rencana strategis penulis akan memperlihatkan Realita kontribusi sektor perikanan yang notabene adalah bagian dari aspek MARITIM. Pada Tahun 2015 sub bidang Perikanan Tangkap berkontribusi sebesar 459 Milyar Rupiah sementara Bidang Budidaya berkontribusi sebesar sekitar 130 Milyar Rupiah. Dari angka ini sudah memberi gambaran betapa besar kontribusi sektor Maritim bagi pembangunan daerah. Bahkan dari sub sektor perikanan saja sudah berkontribusi menghampiri setengah dari Nilai APBD Bulukumba yang sekarang berada diatas 1 Trilyun rupiah. Ini pun pola pembangunan perikanan saat ini masih bersifat  Business as Usual.

Salah satu yang menyebabkan redupnya semangat Maritim saat ini adalah karena adanya pandangan bahwa Sektor Maritim adalah sektor perikanan saja, padahal sektor perikanan hanya merupakan bagian yang sangat kecil dari sektor Maritim. Sektor Maritim melingkupi semua aspek baik itu aspek pariwisata, perdagangan, perhubungan bahkan ke PU-an. Lihat saja sektor Wisata Bahari, ini juga adalah bagian dari sektor maritim dan ternyata sangat banyak menyumbang pada besaran PAD kita. Meskipun wisata bahari saat ini diakui atau tidak masih berjalan ditempat. Lupakan dulu kesemrawutan pantai bira, faktor penarik wisata bahari kita saat ini masih mentok pada eksploitasi pantai pasir putih selain itu tidak ada lagi. Padahal mengelola wisata bahari bukan hanya menjual panorama diatas laut saja,justru pesona bawah lautlah yang jauh lebih berpotensi. Meskipun saat ini beberapa Dive Operator sudah mulai memperkenalkan pesona bawah laut pantai bira, namun hal itu belum komprehensif karena belum diikuti kajian Biodiversity (keragaman hayati). Salah satu potensi bawah laut yang sangat potensial menghasilkan Dollar adala Mola-Mola Dive Spot, Ikan mola-mola merupakan binatang langkah dan tidak tersebar di semua perairan, makanya tourist mancanegara akan rela membayar mahal hanya untuk bertemu mola-mola ini, namun kendala yang dihadapi saat ini adalah para wisatawan sering kecewa karena gagal menjumpai si Mola-Mola ini. Kenapa ini terjadi?. Karena ikan mola-mola adalah ikan dengan karakktersitik tertentu dia akan muncul pada saat-saat tertentu dan tentunya memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mempelajari karkateristik mola-mola di Bira. Saat ini Dive Spot Mola-Mola di Bira sudah kurang dipercaya karena lebih banyak gagalnya dibanding dengan berhasilnya. Lain lagi cerita dengan sumber daya penyu, penyu disekitar pantai Bira sangatlah tinggi bahkan banyak ditangkap penduduk dan disimpan dalam keramba, tentu ini sangat berpotensi merusak ekosistem karena penyu ini adalah binatang pelagis yang selalu berenang jauh, sehingga apabila dikurung akan berdampak pada insting alamiahnya dan terlalu gampang ditangkap manusia.

Masalah lain adalah tertundanya Water Front City di Bulukumba, water front city ini gagal diselesaikan karena banyaknya persepsi tentang konsep ini. Konsep yang diluncurkan adalah REKLAMASI di kawasan, akibatnya muncul banyak sekali tantangan dari arus bawah dan setelah satu periode pemerintahan berlalu tidak berhasil dirampungkan. Konsep water front city adalah jelas sebuah konsep pembangunan yang berwawasan MARITIM, konsep ini lahir sejatinya dari sebuah kegalauan para ahli perencanaan wilayah pesisir yang melihat bahwa pada umunya lautan dianggap sebagai daerah belakang saja (Maaf tempat buang Hajat), sementara daratan menjadi etalase utama. Lihat saja pola perumahan kita, rata-rata pemukiman membelakangi laut, sangat jarang dijumpai menghadap ke laut, kenapa hal ini terjadi karena kesadaran akan potensi lautan masih jauh dari cukup, akibatnya banyak pantai yang justru berfungsi sebagai WC terpanjang di dunia. Padahal konsep Water Front adalah konsep yang mejadikan laut sebagai sumber harapan utama.

Namun demikian, konsep water front ini selalu mendapat tantangan karena para ahli perencana abal-abal justru selalu menyelipkan aktivitas REKLAMASI di setiap pembangunannya. Padahal membangun water front tidak mesti harus Reklamasi. Para ahli oseanografi pada umumnya sepakat bahwa bahaya yang ditimbulkan oleh reklmasi jauh lebih banyak dibanding dengan manfaatnya, reklamasi dipastikan akan menganggu pola arus dan mengubah pola hidrodinamika yang sudah terbentuk di kawasan pesisir, akibatnya bisa jadi dengan reklamasi ini justru akan mengakibatkan abrasi di tempat lainnya. Lain lagi ceritanya dengan Banjir Robb (Banjir Pasang) reklamasi dipastikan akan memperparah banjir Robb, karena volume limpasan air yang mengalir ke suatu wilayah pesisir adalah konstan, sehingga apabila suatu wilayah pesisir itu di reklamasi maka air pasang itu harus mencari tempat lain sebesar volume reklamasi tersebut, akibatnya limpasan air ini bisa jadi mengarah ke areal pemukiman penduduk dan mengakibatkan banjir.

Untuk itu, kedepan memang sangat dibutuhkan OBAMA dalam membangun Bulukumba, Jangan sampai panjang garis pantai 128 Km yang notabene adalah salah satu garis pantai terpanjang di Sulawesi Selatan, Industri Phinisi, Perpaduan Teluk Bone dan Laut Flores dimana Bulukumba satu-satunya yang berhadapan secara langsung dengan dua laut ini, tinggal menjadi cerita dan tidak pernah digali manfaatnya.

No comments:

Post a Comment