Monday, April 6, 2015

"Hari Nelayan" dan Transformasi Nilai

Tepat tanggal 6 april setiap tahunnya oleh beberapa kalangan nelayan dan stakeholders lainnya diperingati sebagai hari nelayan nasional. Awal mula perayaan ini sebenarnya dimulai dari adanya tradisi penyerahan sesajen di wilayah pantai pelabuhan ratu,ritual tersebut ditujukan kepada empunya laut "Nyi Roro Kidul". Meski kebiasaan ini awalnya dimulai dari satu wilayah saja namun seiring dengan rutinnya pelaksanaan dan banyaknya publikasi media memicu dijadikannya hari tersebut sebagai hari nelayan nasional.

Jika beranjak dari sejarah perayaan hari nelayan tersebut sangat tidak sesuai dengan kondisi kekinian, jika ini dilanjutkan justru akan memicu dekadensi moral dan akhlak, dan sama sekali tidak berdampak positif terhadap perbaikan ekonomi nelayan.

Perspektif perayaan ini sudah harus ditransformasi, dari ritual yang bersifat mistik menuju ke ritual yang bersifat ilmiah. Ritual pemberian sesajen kelaut ini tidak perlu dihapus melainkan perlu di inovasi dari memberi sesaji berupa hewan dan makanan manusia yang dibuang percuma ke laut menjadi sesaji yang bermanfaat bagi ekosistem lautan. Sesaji yang berdampak positif itu bisa berupa penebaran sesaji berupa bibit ikan yang ditebar ke laut, para nelayan yang selama setahun mengambil ikan di laut tepat pada tanggal 6 april harus mengembalikan ikan itu kembali ke laut,akhirnya populasi ikan yang terus menurun sebagai akibat dari eksploitasi secara terus menerus bisa ditingkatkan kembali.

Jika hal ini juga bisa dilaksanakan secara serentak dan simultan secara nasional akan memberi efek yang sangat berharga terhadap potensi perikanan kita dan perayaan hari nelayan nasional tidak lagi berbau berhala.

Namun demikian pemerintah melalui semangat kebangkitan nelayan ini mesti mengambil peran terdepan, kesan pemerintah selama ini terkesan lebih banyak tinggal di belakang. Hal ini bisa dilihat ketika pergerakan harga BBM untuk melaut yang mulai merangkak naik cenderung didiamkan pemerintah, bahkan pemerintah khususnya kementerian kelautan dan perikanan hanya bisa mengandalkan program dengan pola lama yaitu SPDN. Mereka beranggapan masalah solar nelayan sudah bisa dihadapi dengan kehadiran SPDN ini, padahal harga BBM di SPDN (Solar Packed Dealer untuk Nelayan) juga mengalami fluktuasi atau dengan kata lain menyebabkan ketidak pastian harga.

Membiarkan nelayan dalam ketidak pastian harga BBM ini sama halnya menambah sekian banyak ketidak pastian yang dialami nelayan, salah satu ketidak pastian itu adalah belum pastinya lokasi penangkapan ikan (fishing ground) sehingga mereka sebenarnya tidak pergi menangkap ikan secara langsung, mereka harus mencari ikan dulu kemudian menangkapnya apabila berhasil mendapatkannya. Ketidak pastian lain yang harus dihadapi nelayan adalah harga hasil tangkapan ikan yang fluktuatif, jika hasil tangkapan ikan melimpah jangan harap nelayan dengan serta merta akan mendapatkan peningkatan penghasilan, biasanya ketika produksi ikan melimpah harga bisa dipastikan akan turun.

Dari berbagai ketidak pastian itu, sudah saatnya pemerintah berdiri di depan untuk memberi kepastian

Semoga....

No comments:

Post a Comment