Wednesday, April 8, 2015

Tambak Intensif Siap Jadi Solusi Sumber Devisa Negara

Tak bisa disangkal negara yang kita namakan Indonesia ini sangat gemar melakukan impor, akibatnya daya mata uang kita (Rupiah) jika harus Head to Head dengan mata uang lainnya selalu loyo, lihat saja jika dibandingkan dengan US Dollar sudah menyentuh level Rp.13.000/Dollar, ini bahkan sudah menempatkan Indonesia sebagai pemilik mata uang sampah.

Jika gaya hidup kita masih konsumeristik jangan harap Rupiah berjaya,jangan harap harga barang-barang akan turun. Hal yang bisa dilakukan adalah meningkatkan produktifitas negara secara komprehensif dengan mengintensifkan potensi komparatif dan kompetitif kita. Sudah banyak Grand Strategy yang dikeluarkan pemerintah, salah satu yang terkenal dalam era pak Harto adalah REPELITA. Didalam strategi pembangunan ini dimulai dari menjadi negara agraris sampai menuju era tinggal landas menjadi negara INDUSTRI. Tapi sayang kita gagal tinggal landas,saat ini kita masih diposisi Run Way dan gagal terbang tinggi sebagai negara Industri,bahkan terkesan semakin mundur kebelakang karena swasembada bahan pangan gagal dicapai.

Pertanyaan yang muncul kenapa kita gagal tinggal landas?,kalau menurut penulis karena kita gagal mengidentifikasi potensi komparatif dan kompetitif kita. Saat itu kita sangat latah untuk menjadi Industri High Tech terbukti dengan didirikannya IPTN dan adanya program Mobil Nasional (MOBNAS) yang tentu jauh panggang dari api. Padahal jika kita identifikasi secara mendalam industri yang sangat potensial dikembangkan adalah industri bidang kelautan,perikanan dan pertanian. Industri dibidang ini secara umum tidak tergolong dalam industri High Tech dan tentunya sangat dibutuhkan jika ditarik garis linier dengan potensi geografis kita. Bisa kita perhatikan mesin-mesin pertanian,perikanan dan maritime saat ini hampir semuanya barang import, itupun didominasi oleh mesin-mesin china yang kualitasnya sangat jauh dari harapan. Andai arah industri kita waktu itu diarahkan ke industri seperti ini dipastikan kita sudah bisa mandiri dan tak perlu buang devisa untuk membeli mesin-mesin sederhana seperti itu.

Namun tidak ada waktu untuk menangisi kegagalan itu kita bisa mulai sekarang, masih banyak sumber-sumber yang bisa dimaksimalkan untuk mengintensifkan pendapatan negara. Salah satu yang bisa dilakukan adalah mengintensifkan produksi yang mempunyai nilai ekspor tinggi,jangan terlalu berharap dengan tambang karena itu hanya merusak lingkungan dan sebentar lagi juga akan habis.

Komoditas yang sangat potensial untuk mengalirkan Dollar masuk adalah  UDANG,komoditas ini masih menjadi buruan pasar internasional karena yang bisa memproduksi udang dengan baik hanya negara tropis dan lokasi yang terbaik itu adalah kita. Namun untuk mencapai itu perlu perubahan paradigma dalam pengembangan tambak intensif, berdasarkan pola lama tambak yang baik adalah tambak yang bisa dijangkau dengan air laut sehingga suplai air ke tambak menjadi lancar. Namun ternyata tambak seperti ini banyak menimbulkan masalah, pertama pembukaan tambak di lahan basah merusak lingkungan, ekosistem mangrove dibabat habis. Kedua aktifitas budidaya tidak bisa bertahan lama karena air tambak tidak bisa dikontrol sepenuhnya,kadang banyak tambak yang sangat sukar mengalami pengeringan, akibatnya kondisi tanah tambak memburuk dan tidak bisa mendukung kehidupan udang.

Untuk itu pengembangan tambak idealnya berada diatas pasang surut, hal ini memudahkan kepada pembudidaya untuk menentukan secara pasti kapan harus mengisi air tambak dan kapan harus mengeringkannya. Langkah yang seperti ini rupanya sudah mulai dikembangkan di Kabupaten Bulukumba, dimana tambak tidak dibuat di wilayah pasang surut atau area ekosistem mangrove melainkan ditempatkan di area yang lebih tinggi sehingga memudahkan dalam melakukan pengontrolan air tambak.

Pada tanggal 8 April 2015 kembali di inisiasi pengembangan tambak intensif di Tanah Lemo Kec. Bonto Bahari,upaya ini sebenarnya melengkapi tambak intensif yang sudah ada sebelumnya yaitu tambak PT.SITO LESTARI. Pengembangan ini semakin menambah daftar pengusaha tambak yang berinvestasi di Kab. Bulukumba, tentu ini mempunyai dampak positif dan mempunyai multiplier effect. Namun tidak bisa dilupakan juga bahwa pembangunan tambak ini juga akan berdampak negatif, dampak yang paling utama adalah pencemaran perairan sebagai akibat dari buangan air dari tambak. Tambak intensif menggunakan pola introduksi pakan yang sangat banyak dan bisa dipastikan bahwa tidak semua pakan dimaksud akan termakan oleh udang.

Untuk itu dalam penyusunan dokumen UKL dan UPL yang dipresentasikan oleh saudara Tamsil,S.Kel di Kantor Badan Lingkungan Hidup Kab. Bulukumba bahwa hal itu bisa dihindari dengan menggunakan tandon air limbah dengan mengisi rumput laut dan kerang-kerangan agar zat biotik yang sangat tinggi dari limbah bisa terurai.

Namun berdasarkan respon dari Dinas Kelautan dan Perikanan yang diwakili oleh Bapak Yusli Sandi,S.Kel,M.Si bahwa bukan hanya potensi limbah berbahaya yang dihasilkan oleh tambak melainkan ada potensi gangguan Relung (Niche) ekologi yang terganggu, karena komoditas yang akan dipelihara adalah jenis udang Vanname yang merupakan udang spesies asing sehingga dikhawatirkan akan mengganggu udang lokal seperti udang windu. Namun Bapak Tamsil segera merespon bahwa lokasi tambak ini jauh dari muara sehingga mungkin tidak akan terlalu mengganggu relung ekologi dari udang windu,adapun udang lokal lain seperti udang api-api menurutnya tidak akan terlalu terpengaruh. Hal lain yang akan dilakukan untuk menghindari ini adalah pemasangan filter di saluran buang.

Setelah respon dari berbagai pihak akhirnya pertemuan seminar UKL UPL ini ditutup dengan kesepakatan bahwa pembangunan tambak ini visible dilakukan dari aspek lingkungan, tentu saja banyak yang harus dilakukan oleh pihak pemrakarsa antara lain rutin melakukan pengukuran kualitas air di perairan sekitar.

No comments:

Post a Comment