Monday, May 26, 2014

Urgensi Penetapan Perda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Kab. Bulukumba

         
Menurut Yusli Sandi,S.Kel,M.Si, Penetapan Perda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil       (RZWP3K) sangat mendesak di wilayah pesisir Kab. Bulukumba. Hal ini karena dari berbagai pengalaman banyak sekali terjadi konflik pemanfaatan ruang wilayah pesisir, berbagai konflik tersebut berupa konflik antara pembudidaya rumput laut dan penangkap ikan, disamping itu juga sering terjadi konflik antara nelayan skala besar dan nelayan skala kecil. Konflik kepentingan di daratan pun tidak kalah menarik, karena sering pemanfaatan pesisir menganggu kepentingan lainnya. Salah satu diantaranya adalah pemanfaatan lahan tambak akan berpengaruh terhadap lahan sawah, atau pemanfaatan tambang galian C terhadap aktifitas ekonomi lainnya.

Berdasarkan amanat UUD 1945 Pasal 33 bahwa bumi dan air dan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dipergunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat adalah sebuah amanat institusional yang merupakan tanggup jawab negara. Tanggung jawab untuk mensejaterakan masyarakat ini selanjutnya harus dijabarkan dalam aturan main yang memfasilitasi segala bentuk interest-interest baik itu yang bermotif ekonomi,politik dan sosial budaya.
Begitupula dalam Garis-garis Besar Haluan Negara 1999-2004 sebagaimana dimuat dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat RI Nomor IV/MPR/1999 khususnya pada Bab IV mengenai Arah Kebijakan Huruf H: Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup dapat disimpulkan bahwa kebutuhan akan penetapan kelembagaan dan penegakan hukum tentang pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup merupakan kegiatan pokok yang sangat penting.
Kenyataan-kenyataan saat ini memperlihatkan bahwa laut dan pesisir makin menjadi rusak dan daya dukung sumber daya alam bagi kehidupan manusia menjadi semakin menipis. Hal itu disebabkan selain oleh karena tidak adanya pembatasan armada penangkapan dan belum dibentuknya zona-zona pemanfaatan sehingga pola pemanfaatan yang ada cenderung exploitatif dan belum jelasnya batas antara daerah penangkapan nelayan skala tradisional dan modern.
Hal ini memberi implikasi bahwa pengelolaan sumber daya alam laut tidak memberi kesempatan kepada masyarakat lokal di sekitarnya untuk mengelola sekaligus memanfaatkan dan melindungi sumber daya alam tersebut . Sebab lain yang tidak kurang pentingnya adalah kelemahan institusional  di dalam mengelola dan mencegah kerusakan sumber daya alam bersifat publik yang non-komoditas tetapi memiliki kemampuan yang memberi manfaat kepada manusia, dan juga kelemahan institusional dalam penataan dan penguasaan serta pemanfaatannya, kelemahan secara institusional ini pulalah yang menjadi pemicu konflik baik antara nelayan tradisional dengan modern maupun dengan nelayan dan pembudidaya rumput laut.

Keperluan adanya peraturan daerah yang mengatur zona pemanfaatan daerah pesisir dan laut, bukan saja untuk kebutuhan perlindungan sumber daya alam pesisir dan laut dari kegiatan yang merusak, tetapi juga sebagai upaya untuk melindungi kepentingan nelayan skala kecil (tradisional) terhadap kepentingan nelayan skala besar (Modern). Zonasi ini nantinya diharapkan menjadi penengah dari berbagai kepentingan yang ada di wilayah lautan, sehingga kedepan akan ada zona yang jelas seperti daerah penangkapan modern, tradisional dan juga ditentukan pula dimana sebagai daerah budidaya serta sebagai alur pelayaran. Selain itu penentuan zonasi akan membatasi antara kegiatan yang boleh atau yang tidak boleh dilakukan di wilayah pesisir, sehingga pembangunan kedepan akan menjamin keberlangsungan sumber daya.


1.    Permasalahan yang Dihadapi
Kecenderungan terjadinya degradasi lingkungan di kawasan pesisir saat ini disebabkan karena pola pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang masih bersifat terbuka (Open Access), prinsip open access ini tidak hanya berdampak pada ketidak jelasan kewenangan pengelolaan ruang tapi juga berimplikasi terhadap laju degradasi ekosistem karena tanggung jawab secara individu maupun kelompok sangat kurang sebagai akibat adanya pemahaman bahwa wilayah pesisir merupakan milik bersama.
Dengan lahirnya UU No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau pulau Kecil serta Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.16 Tahun 2008 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil, maka dipandang perlu adanya upaya untuk mendorong Pemerintah Daerah dalam melakukan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara terpadu, yang diawali dengan melakukan penyusunan dokumen perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara baik. Salah satu dari dokumen perencanaan pengelolaan wilayah pesisir yang mengatur aspek spasial adalah Rencana Zonasi.
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang rentan mengalami kerusakan akibat aktivitas manusia dalam memanfaatkan sumber dayanya atau akibat bencana alam. Selain itu, akumulasi dari berbagai kegiatan eksploitasi yang bersifat parsial/sektoral di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil atau dampak kegiatan lain di hulu wilayah pesisir yang didukung peraturan perundang-undangan yang ada sering menimbulkan kerusakan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Peraturan perundang-undangan yang ada lebih berorientasi pada eksploitasi Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil tanpa memperhatikan kelestarian sumber daya. Sementara itu, kesadaran nilai strategis dari pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan, terpadu, dan berbasis masyarakat relatif kurang. Kurang dihargainya hak masyarakat adat/lokal dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil, terbatasnya ruang untuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menunjukkan bahwa prinsip pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil terpadu belum terintegrasi dengan kegiatan pembangunan dari berbagai sektor dan daerah. Sistem pengelolaan pesisir tersebut belum mampu mengeliminasi faktor-faktor penyebab kerusakan dan belum memberi kesempatan kepada sumber daya hayati untuk dapat pulih kembali secara alami atau sumber daya nonhayati disubstitusi dengan sumber daya lain.
Oleh sebab itu, keunikan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang rentan berkembangnya konflik dan terbatasnya akses pemanfaatan bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, perlu dikelola secara baik agar dampak aktivitas manusia dapat dikendalikan dan sebagian wilayah pesisir dipertahankan untuk konservasi. Masyarakat perlu didorong untuk mengelola wilayah pesisirnya dengan baik dan yang telah berhasil perlu diberi insentif, tetapi yang merusak perlu diberi sanksi. Norma-norma Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil tersebut disusun dalam lingkup perencanaan, pemanfaatan, pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan, dengan memperhatikan norma-norma yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya seperti Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725). Norma-norma Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang akan dimuat difokuskan pada norma hukum yang belum diatur dalam sistem peraturan perundang-undangan yang ada atau bersifat lebih spesifik dari pengaturan umum yang telah diundangkan. Norma-norma itu akan memberikan peran kepada Pemerintah, masyarakat, dan swasta sebagai pemangku kepentingan baik kepentingan daerah, kepentingan nasional, maupun kepentingan internasional melalui sistem pengelolaan wilayah terpadu. Sesuai dengan hakikat Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara hukum, pengembangan sistem Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup harus diberi dasar hukum yang jelas, tegas, dan menyeluruh guna menjamin kepastian hukum bagi upaya pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil. Dasar hukum itu dilandasi oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2.     Tujuan dan Kegunaan
1.    Membagi wilayah pesisir yang sesuai dengan peruntukan, dan menempatkan bersama kegiatan yang saling mendukung (compatible) serta memisahkan dari kegiatan yang saling bertentangan (incompatible).
2.      Mengatasi konflik pemanfaatan sumberdaya dan untuk memandu pemanfaatan jangka panjang, pembangunan dan pengelolaan sumberdaya di dalam wilayah rencana.
3.               Mengurangi, menghentikan, menanggulangi, dan mengendalikan tindakan dari kegiatan-kegiatan  merusak terhadap habitat dan sumberdaya di wilayah laut dan pesisir serta melindungi kepentingan nelayan tradisional dari persaingan dengan nelayan modern;
4.               Menjamin dan mendorong pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir oleh nelayan lokal Kabupaten Bulukumba dan melaksanakan pengawasan ketat terhadap nelayan pendatang;
5.               Memberi batasan yang jelas pola pemanfaatan wilayah laut dan pesisir seperti zona budidaya, zona penangkapan tradisional, zona pemanfaatan umum, zona rekreasi, serta zona perlindungan.
6.               Memberi kesempatan yang luas kepada masyarakat lokal untuk melaksanakan pemanfatan, perlindungan dan pengawasan terhadap sumber daya yang mereka miliki.
7.    Menyiapkan peraturan setingkat Peraturan Daerah mengenai Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil khususnya yang menyangkut perencanaan, pemanfaatan, hak dan akses masyarakat, penanganan konflik, konservasi, mitigasi bencana, reklamasi pantai, rehabilitasi kerusakan pesisir, dan penjabaran konvensi-konvensi internasional terkait;
8.    Membangun sinergi dan saling memperkuat antarlembaga Pemerintah baik di pusat maupun di daerah yang terkait dengan Rencana Zonasi wilayah pesisir sehingga tercipta kerja sama antarlembaga yang harmonis dan mencegah serta memperkecil konflik pemanfaatan dan konflik kewenangan antarkegiatan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
9.    Memberikan kepastian dan perlindungan hukum serta memperbaiki tingkat kemakmuran masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil melalui pembentukan peraturan yang dapat menjamin akses dan hak-hak masyarakat pesisir serta masyarakat yang berkepentingan lain, termasuk pihak pengusaha.

Pada Tahun 2014 ini, mengingat betapa pentingnya kehadiran peraturan Daerah ini, maka pihak Dinas Kelautan dan Perikanan melalui bantuan Badan Hukum Kab. Bulukumba sudah mendaftarkan Ranperda RZWP3K ini kedalam PROLEGDA Kab. Bulukumba Tahun 2014. dengan terdaftarnya ranperda ini, maka besar harapan kita semua agara Pengelolaan Wilayah Pesisir Kab. Bulukumba kedepan tidak lagi by Accident atau tanpa perencanaan yang matang.

Yusli Sandi,S.Kel,M.Si
Kasubag Program
Dinas Kelautan dan Perikanan
Kab.  Bulukumba

Sponsored By:




No comments:

Post a Comment