Thursday, August 25, 2022

AKSI PENOLAKAN ALAT TANGKAP PERRE-PERRE DI BULUKUMBA


Imbas konflik nelayan beberapa hari lalu terus berlanjut, kali ini giliran nelayan Bulukumba yang melakukan aksi protes di DPRD dan kantor Bupati Bulukumba. Mereka menuntut agar alat tangkap jenis perre-perre ini ditertibkan karena sangat mengangu nelayan tradisional yang ada di sekitar perairan Bulukumba. Adapun tuntutan dari aksi mereka sebagai berikut :

      1.   Pemerintah Bulukumba untuk segera menerbitkan peraturan zona tangkap, penggunaan alat tangkap      dan alat bantu penangkapan ikan.

      2.  Tindak tegas nelayan yang melakukan praktek penangkapan ikan di luar peraturan yang ada.

      3.  Segera lakukan mediasi antara nelayan Bulukumba dan Bantaeng.

      4.  Pemerintah harus memberikan jaminan subsidi BBM bagi nelayan kecil.

      5.  Berikan perlindungan hukum bagi nelayan Bulukumba.


Dalam penyampaian aspirasi di DPRD mereka mendapat penjelasan bahwa Pihak Pemerintah Bulukumba akan memperhatikan dan melindungi nelayannya dan Kepala Cadang Dinas Kelautan Wilayah Selatan menjanjikan bahwa dalam waktu tidak lama Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Sulawesi Selatan akan mengeluarkan surat edaran untuk mengatur penggunaan alat tangkap perre-perre ini.

Sponsored By: KLA BIOTIK

 Aksi tersebut kemudian berlanjut ke Kantor Bupati Blukumba, mereka diterima oleh Bapak Kepala Kesbangpol, beliau menjelaskan bahwa kepedulian pemerintah terhadap persoalan ini sangat besar terbukti dengan adanya mediasi yang dilakukan langsung oleh Bapak Bupati Bulukumba dengan menjamu dan mengadirkan secara langsung Bapak Wakil Bupati Bantaeng, para Kepala OPD terkait dan perwakilan nelayan Bantaeng. Pada saat pertemuan tersebut perwakilan nelayan Bulukumba tidak dihadirkan untuk menjaga kondisifitas suasana yang sudah mulai membaik.

 

Pada kesempatan itu Kabid Perikanan tangkap Dinas Perikanan Bulukumba juga menyampaikan bahwa kami sangat memahami keresahan yang dialami oleh nelayan Bulukumba terhadap alat tangkap perre-perre ini. Sehingga Dinas Perikanan Bulukumba sudah mengambil sikap untuk mengirim surat permintaan penghentian sementara penggunaan alat tangkap ini sampai alat ini diatur secara legal oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sekedar diketahui bahwa alat ini memang belum terdaftar sebagai alat yang legal untuk digunakan namun juga belum terdaftar sebagai alat yang dilarang digunakan, mengingat alat ini adalah hasil modifikasi dan baru digunakan. Adapun alasan teknis dari Dinas Perikanan Bulukumba sebagai berikut :

     1.     Alat tangkap perre - perre ini merupakan alat tangkap yang bersifat aktif dengan memiliki sistem         kerja jaring angkat. Adapun jenis jaring yang digunakan menyerupai pukat dorong yang berbentuk         kerucut dengan bingkai segitiga. Alat semacam ini berdasarkan permenKP no.18 Tahun 2021 tidak         diperuntukan untuk menangkap ikan dengan perahu, tapi diperuntukkan untuk menangkap ikan               menggunakan tangan secara langsung sambil berjalan kaki di pantai.

    2.     Jika melihat prinsip kerja perre - perre ini dengan alat bantu lampu yang digunakan, maka alat ini         sama dengan  bouke ami  dimana lampu ditempatkan di sisi perahu kemudian ikan ditangkap juga       disisi perahu tepat dibawah cahaya lampu. Alat dengan prinsip kerja seperti ini berdasarkan           permenkp  No. 18 Tahun 2021 tidak diperbolehkan menangkap ikan di jalur 1. Hanya boleh                      menangkap di jalur 2A keatas (4 Mill).

    3.      Ukuran mata jaring alat tangkap dengan prinsip kerja bouke ami harus diatas 1 inchi, sementara          alat tangkap perre – perre (nama lokal) hanya berukuran 1mm (waring). Dengan ukuran mata jaring        seprti ini maka tidak ada selektifitas terhadap ikan yang ditangkap sehingga tidak ramah lingkungan.

    4.       Untuk menjaga keberlanjutan sumberdaya laut di perairan bulukumba, terdapat kearifan lokal yang melarang warganya utk menangkap ikan dengan menggunakan lampu, hal ini karena alat bantu lampu ini mengganggu nelayan jaring hanyut dan pemancing. Dengan adanya cahaya lampu maka ikan akan lebih fokus terhadap arah cahaya. Kearifan lokal ini memang tidak tertulis namun sudah berlangsung secara turun temurun.

    5.       berdasarkan standar FAO (Food and Agriculture Organization) sebuah organisasi dibawah naungan PBB menyebut bahwa ada 9 (Sembilan) kriteria alat tangkap dikatakan ramah lingkungan (1995) atau Standar Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF). Alat tangkap ini melanggar tiga kriteria yaitu : kriteria 1: Selektifitas Tinggi, Kriteria 6: By Catch rendah, Kriteria ke 9: Dapat diterima secara sosial.

Lebih lanjut Kabid Perikanan Tangkap Bulukumba menjelaskan bahwa dari berbagai pertimbangan teknis diatas jelas terlihat bahwa alat tangkap ini harus diatur penggunaanya dan tidak bisa digunakan sebebas kemauan kita karena ini akan berdampak pada mata pencaharian nelayan lain. Begitupula surat Plt.Kepala Dinas Kelautan Perikanan Provinsi Nomor:523/195/D2/DKP, perihal: Pengaduan Nelayan Kab. Bantaeng Terhadap Penggunaan API, Tanggal 08 Februari 2021, dimana dalam surat ini menyatakan bahwa alat tangkap ini ramah lingkungan, Surat ini kami protes karena tidak berdasarkan kajian komprehensif dimana didalamnya tidak mengkaji penggunaan alat bantu lampu yang terbukti meresahkan nelayan lain, begitupula surat ini tidak mempertimbangkan Mesh Size jaring yang sangat kecil (1 mm) sehingga akan mengambil semua jenis ikan tanpa adanya proses selektifitas, dampak dari jaring yang tidak selektif dalam menangkap ikan adalah ikan-ikan juvenile (baby ikan) juga akan ikut tertangkap bahkan telur ikan pun akan tertangkap sehingga tidak ada kesempatan bagi alam untuk mengembalikan populasi. Untuk itu terkait surat tersebut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Sulawesi Selatan sudah berjanji untuk mencabut surat tersebut dan menggantinya dengan surat edaran yang baru.

 


Untuk itu untuk menjaga kondisifitas situasi diharapkan semua pihak menahan diri, karena pemerintah akan tetap hadir disegala situasi dan memberikan solusi yang tepat dan bersifat win-win solution.

No comments:

Post a Comment